Share

Bab 4. Galau

Malam sudah semakin larut, tapi mata Alya anehnya masih enggan terpejam. Berapa kali pun Alya mencoba untuk tidur rasanya nihil otaknya kembali teringat peristiwa beberapa jam lalu saat dia akhirnya   mengambil keputusan besar dalam waktu singkat yaitu menerima tawaran Raka.

Alya akui, dia memang tdak punya pilihan. Seperti kata Emak, Raka sudah berjasa dalam hidup mereka dan kapan lagi ada pria sebaik Raka.

Ya Salam. Kenape gue jadi gelisah begini, ya? Alya ngebatin.

Dia melirik jam yang ada di dinding. Ternyata waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari. Pantas saja dunia sudah terasa sangat sunyi bagi Alya. Di dalam keheningan kamarnya, tiba-tiba matanya beralih ke salah satu foto yang ada di atas nakas. Lama, mata Alya berhenti di sana memandangi foto dirinya yang masih remaja sedang tertawa lepas bersama almarhum sang ayah.  

"Beh, anakmu mau nikah, Beh." Tanpa terasa, air mata Alya menetes karen mengingat kalau sekarang dia akan menikah tanpa kehadiran Babeh di sisinya. "Beh, andai Babeh masih ada, mungkin Emak gak usah ngutang ya Beh, Alya juga gak usah kepaksa nikah," desah Alya lagi seraya tergugu. 

Sungguh. Saat ini kegelisahan dan kesedihan begitu memenuhi batin Alya. Dia berpikir, andai Babeh masih ada keluarganya bisa jadi akan tentram-tentram saja tapi namanya takdir emang tak bisa dikira kejadiannya, mau atau tidak Alya harus tetap menikah dengan Pak Raka. 

Di tengah kegamangannya, tiba-tiba ponsel Alya bergetar tanda sebuah notifikasi chat masuk ke dalamnya. Gadis itu memicing curiga ke layar hapenya, bukan apa-apa pasalnya Alya jadi parno karena pesan itu datang malam-malam begini.

Gimana kalau itu pesan nyasar atau dari Kunti? Hii!

Tapi, karena kepo akhirnya Alya tergerak untuk membuka pesan tersebut dan matanya terbelalak ketika melihat kalau pesan tersebut berasal dari Aji. 

"Hah? Aji? Ngapain ngirim chat semalam ini?"

Merasa bersemangat, Alya langsung membuka pesan dari Aji. 

[Alya, apa kabar? Maaf aku chat malam banget kayak gini, tapi gak tahu kenapa aku jadi kepikiran sama kamu. Kalau kamu liat chat aku, aku hanya ingin bilang sebenarnya dulu aku juga punya perasaan sama kamu tapi aku malu. Maaf atas video viral itu, aku sungguh gak tahu siapa yang menyebarkannya.]

"Aji?"  

Membaca itu, perasaan Alya seketika berkecamuk. Dia terkejut karena Aji--pria yang selama ini disukainya menyatakan perasaan diwaktu yang tidak tepat.  Gara-gara chat itu, tak ayal ingatan Alya tertarik pada kejadian setahun yang lalu di mana dia menyatakan cinta pada Sangaji atau Aji tapi malah berbuah kepahitan hingga dia harus cuti. 

Ah, andai Aji tahu kalau dia mau menikah masihkah mungkin dia menyatakan perasaannya? Oh Tuhan, mengapa semua ini terasa terlambat? 

'Aji, kenapa baru sekarang kamu bilang gini? Kenapa, Ji?' Batin Alya menjerit. Air mata gadis itu kembali mengalir tak tertahankan. Sampai detik ini, Alya masih tidak bisa membayangkan bersanding dengan pria lain di pelaminan dan orang itu bukan Aji. 

Namun, mau berapa kali pun Alya menyesali tetap saja yang harus terjadi pasti akan terjadi.

Nasi sudah menjadi bubur, Alya tidak punya pilihan. Sembari mencoba menidurkan diri, Alya mendekap erat foto masa kecil bersama mendiang abahnya. Sampai akhirnya tanpa sadar terpejam dan Alya pun tidur sambil menangisi takdirnya yang terlalu mengejutkan.

(***)

Esok harinya. Alya terbangun dengan perasaan tak menentu. Dia merasa tubuhnya menderita 5L (lemah, letih, lesu, lunglai dan lapar).

Saking lemahnya, kokok ayam tetangga yang nyaring pun gak membuat Alya semangat menjalani harinya pagi ini. Alhasil, gadis itu lebih memilih mencari emaknya untuk meminta sesuap nasi karena kondisi hatinya sedang galau tak bertepi akibat mendapat chat dari Aji semalam tadi.

"Emak! Emak!" Suara Alya menggema di dalam rumah mencari sang Ibu yang pergi entah ke mana. Tak terlihat sosok Emak di semua ruangan yang disantroninya.

"Apa Emak belanja, ya?" gumam Alya seolah bertanya pada diri sendiri. Maklum stok persediaan di kulkas emang habis jadi pas Emaknya itu sibuk cari bahannya.

Merasa tebakannya benar, Alya pun beranjak menuju ke luar dan benar saja Emak sedang berada di samping gerobak sayur langganannya. Samar terdengar percakapan Emak dan tetangganya.

"Eh, Emak. Kemane aje?" tanya Mpok Minah.

"Ada dirumah Mpo, gue mah kagak pernah kemane-mane? Lu tahu sendiri pan gue mah kagak ada duit."

"Yaelah boong banget. Nah kemarin dari bakal mantu lu, apaan? Daon?  Eh, iya, denger -denger si Alya mau nikah, ya?" samber Mpok Tita.

Emak yang ngerasa gak ngasih penguman apa-apa, tersentak kaget.

"Lah kok lu pada dah tahu aje?" tanya Emak sambil memandang ketiga tetangganya.

"Ya, tahulah soalnya calon mantu Emak bikin heboh nih komplek. Keknya, calon mantu lu orang kaya yek, Mak? Beruntung banget si Alya dapat jodoh kaya."

"Hooh, duh aye juga mau muda lagi liat cowoknya si Alya. Bening bener kayak ubin masjid."

Mendengar celotehan tetangganya, Emak mesam-mesem bangga. Dia emang merasa kayak ada durian runtuh jatuh di kepalanya usai kedatangan Raka.

"Iye, doain aja yaa anak Emak ya. Mudah-mudahan lancar sampai waktunya," ujar Emak sok diplomatis.

Mpok Minah mengangguk antusias. "Woiya jelas Mak. Jangan lupa undang-undang kita ya Mak."

"Iya, Mak, Abang juga ya." Bang Yana ikut menimpali.

Menyaksikan dan menguping percakapan Emak cs, hati Alya yang semula ragu makin gak menentu. Dia yang tadi sempat galau jadi kasian sama Emak yang udah berharap punya menantu kaya.

Gak kebayang perasaan Emak jika Alya bilang kalau dia bimbang mau nikah gara-gara Aji?

Aduh, Alya gak bisa membayangkannya.

Melihat Emak sudah selesai berbelanja, Alya memutuskan untuk berpura-pura sapu-sapu biar gak dikira mencuri dengar obrolan Emak dan biar dikira rajin aja. Tapi, pas lagi akting tiba-tiba telinganya menangkap ada suara klakson mobil yang cukup kencang memekakan telinga.

Tin. Tin.

Sontak saja Alya dan semuanya melihat ke sumber suara. Dan mata Alya seketika terbuka sempurna saat di lihatnya ada sesosok pria keluar dari mobil mewah yang harganya setara dengan harga dirinya.

"Pak Raka? Ada apa pagi-pagi ke sini?" tanya Alya seraya menghampiri Raka.

Raka yang pagi itu memakai baju casual dan terlihat tampan di balik kacamata hitamnya tentu saja menarik perhatian Emak cs.

"Eh, calon mantu Emak. Ngapain pagi-pagi? Mau jemput Alya, ya?" tambah Emak sok akrab. Emak yang semula berada di samping gerobak sayur sudah melipir ke dekat mobil Raka yang kinclong.

Raka tersenyum seraya melepas kaca mata hitamnya. "Iya, Mak. Maaf saya ijin membawa Alya pagi ini karena tampaknya akad akan saya percepat."

"Pe-percepat?" Gagap. Ya, Alya sampai gagap mendengar ucapan Raka. Gadis itu gegas melepaskan sapunya untuk berdiri tepat di depan Raka.

Raka menganggukkan kepala. "Iya, percepat. Sekitar dua Minggu lagi. Kamu siap, kan?" tanya Raka pada Alya yang langsung melotot sempurna.

"Apa? Dua Minggu lagi? ASTAGA!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status