"Kenapa kau bangun cepat sekali?"
Abia menoleh begitu mendapati Arya tengah bersandar di pintu dapur sambil mengucek mata. Sejenak, perempuan itu terpaku. Baru sadar bahkan saat baru bangun tidur pun, suaminya tetap setampan itu.Ya, dia memang mengakui pria itu tampan sejak dulu. Hanya saja, sifatnya membuat Abia enggan membenarkan hal itu. Sayangnya, sejak Arya menolongnya waktu itu, Abia mulai menyadari banyak sisi lembut dan baik sang suami."Masih pagi tapi kau sudah melamun," komentar Arya lagi yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan kulkas."Maaf," lirih Abia kikuk sambil melanjutkan kegiatan memasaknya.Setelah mendengar dari pembantu bahwa Neo dan Arya menyukai nasi goreng, Abia memutuskan untuk membuatnya. Bisa dibilang, ini masakan pertama yang ia buat untuk orang lain.Sebab biasanya, Abia tinggal sendiri. Meski pandai memasak, perempuan itu hanya akan melakukannya ketika ingin dan sempat. Terlebih, hampir setiap hari liburnya juga kerap tersita oleh pekerjaan.Sudah Abia bilang, kan? Menjadi kepala tim humas memang melelahkan."Kau bisa memasak?""Astaga!" Abia terlonjak kaget begitu Arya tiba-tiba melongokkan kepala dari atas bahu kanannya. Pipi mereka bahkan nyaris bersentuhan."Kenapa kau kaget sekali? Seolah aku seorang penjahat saja," sensi Arya sambil menjauhkan tubuhnya."Aku hanya terkejut, Mas. Jangan tiba-tiba seperti itu. Kau tahu aku gampang terkejut," jelas Abia jujur masih sambil mengelus dadanya yang berdetak tidak beraturan.Arya manggut-manggut."Kau hanya terkejut saat aku yang melakukannya. Jika yang lain, mungkin tidak," koreksi Arya ketus sebelum kemudian berlalu dari dapur.Abia mengernyit bingung. Ada apa dengan pria itu?***Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Arya menemukan nasi goreng yang tadi dibuat Abia juga tempe, tahu serta telur ceplok. Entah kebetulan atau bagaimana, perempuam itu bisa tahu makanan kesukaannya."Ayo kita makan dulu, kau ingin pergi ke tempat belajar piano, kan?" Dari meja makan, Arya dapat mendengar sang istri dengan membujuk putranya untuk segera sarapan.Beberapa saat kemudian, perempuan itu muncul dengan Neo di gendongan. Padahal bocah 7 tahun itu sudah cukup besar. Bagaimana bisa Abia menggendongnya dengan begitu gampang?"Aku tidak mau makan, Bibi! Masakanmu pasti tidak enak," tolak Neo sambil berteriak kesal.Arya ingin marah sebenarnya pada Neo. Tapi, kali ini dia membiarkan saja Abia menangani putranya. Dia ingin tahu bagaimana cara perempuan itu menangani anak kecil."Memangnya kamu sudah mencobanya? Mana bisa menyimpulkan begitu kalau belum memakannya, kan?" tanya Abia sambil menyendokkan nasi goreng ke atas piring."Kau suka tempe, tahu atau telur ceplok?" tanya perempuan itu lagi tanpa memedulikan wajah masam putra tirinya."Telur ceplok!" jawab Neo ketus sambil membuang muka.Abia menaruh telur ceplok ke atas piring. Beberapa saat kemudian, menyendokkan nasi goreng beserta lauk tersebut untuk Neo."Ayo makan! Kau harus mencobanya agar tahu masakanku sangat tidak enak, kan?" paksa Abia sambil menyodorkan sendok tepat ke depan bibir putranya.Dengan terpaksa, Neo menerima suapan itu. Abia tidak mengucapkan apa-apa lagi. Tapi, perempuan itu terus menyuapi sang putra sampai akhirnya isi piringnya habis."Nah, apa sekarang masih tidak enak?" tanya Abia sambil tersenyum menggoda.Neo mendelik sebal. Merasa gengsi mengatakan bahwa nasi goreng tadi bahkan adalah nasi goreng paling enak yang pernah dia makan."Memang tidak enak! Sangat tidak enak!" sergah Neo."Okey, maaf kalau begitu. Lain kali aku tidak akan memasak lagi," ucap Abia santai."Jangan! Masaklah lagi sampai terasa benar-benar enak!" sanggah bocah sipit itu sambil turun dari kursi."Jangan lupa mandi! Ini hari libur, tapi kau tetap tidak boleh bermusuhan dengan air," teriak Abia begitu bocah itu berlari menuju kamarnya lagi."Berisik!"***Abia tidak tahu kegiatan seorang perempuan yang sudah menikah di hari libur itu apa. Jadi, yang terus dilakukannya sedari pagi tadi adalah membersihkan rumah.Dia merasa canggung. Terlebih, Arya terus mondar-mandir dari ruang tengah menuju ayunan di depan rumah. Tidak banyak yang pria itu lakukan. Hanya membaca buku, bermain ponsel sambil sesekali meminta Abia menyeduhkannya kopi.Abia benar-benar bingung harus melakukan apa lagi di rumah besar ini. Apalagi begitu setiap pekerjaan rumah sudah selesai karena ia dibantu oleh para pembantu."Seharusnya aku menyuruh para pembantu tidak membantuku tadi. Agar aku mengerjakan semuanya sendiri," gumam Abia sambil bersandar pada tembok teras belakang rumah."Oleh karena itulah mereka disebut pembantu. Tugasnya memang membantu!" Sahutan ketus itu membuat Abia menoleh.Selalu saja mengejutkan, pikir Abia."Apa kau sangat bosan?" tanya Arya sambil ikut duduk di samping perempuan itu.Abia mengangguk jujur. Padahal, taman belakang rumah ini juga indah. Bahkan, di depan sana Abia bisa melihat laut. Suara debur ombak bahkan terdengar sampai sini. Tapi, itu semua tidak mampu menghalau bosan yang dirasakannya sedari tadi."Kau mau bakso?" tanya Arya lagi."Mas Arya mau membelikannya untukku?" tanya Abia balik."Tentu saja! Tidak mungkin aku membelikannya untuk istri tetangga!" jawab pria itu ketus.Abia mendumel dalam hati. Dia bertanya baik-baik tadi. Tapi kenapa Arya sensi sekali hari ini?"Ayo kita membeli bakso!" ajak Arya sambil bangkit berdiri.Abia mengekori dengan senyum senang. Arya yang melihat senyum cantik sang istri dari kaca jendela, mati-matian mengulum senyumnya.***"Mas Arya suka ke tempat seperti ini juga?" tanya Abia tidak percaya."Kenapa? Kau tidak suka?" tanya Arya balik.Abia menggeleng tegas. "Tentu saja suka! Hanya saja ... kupikir orang kaya hanya akan menyukai tempat makan yang mewah," jawab Abia jujur.Arya tersenyum. "Sejak masih miskin, aku selalu makan di sini. Bahkan sampai diberikan berhutang. Bagaimana bisa setelah kaya aku mencari tempat yang lain?" tanya Arya sambil menerawang jauh.Teringat dulu saat masih bekerja menjadi tukang kebun di rumah orangtua Keanu. Dulu, Arya bahkan tidak berpikir dia akan jadi seperti sekarang."Mas Arya pernah berhutang? Wah ... keren! Aku malah tidak berani, karena dulu tidak punya pekerjaan tetap, aku lebih baik tidak makan. Terlebih, utang Ayahku sudah banyak waktu itu. Aku tidak bisa menambahnya," cerita Abia menggebu-gebu.Perempuan itu bahkan mulai mengabaikan bakso lava jumbo yang sudah ada di depannya. Arya mendengarkan cerita perempuan itu sambil berpangku dagu."Kau pernah tidak makan seharian?" tanya Keanu terkejut."Jangankan sehari, tiga hari pun pernah. Makanya aku bingung kenapa aku masih hidup sekarang," kekeh Abia geli seolah hal tersebut bukanlah hal yang menyedihkan.Arya tertegun. Tidak menyangka hidup Abia sejak dulu memang seberat itu."Apa kau sedih waktu itu?" tanya Arya malah kembali menginterogasi."Tidak. Aku sudah terbiasa. Lagipula, ketimbang sibuk bersedih, aku terlalu sibuk merasa lapar. Hehe." Kali ini, perempuan itu bahkan menyengir lebar."Waktu itu, aku sempat sakit. Jadi tidak bisa bekerja. Ayah marah, dia bilang aku tidak menghasilkan apa-apa, jadi aku tidak boleh makan." Kali ini, Arya menyadari ada nada getir dalam suara istrinya."Aku pikir, setelah melewati itu semua aku sudah jadi anak baik. Kupikir Ayah akan menerimaku setelah itu," gumam Abia lagi dengan nada sedih."Kemarin aku melihat Lintang memberikanmu obat. Apa kau sedang sakit?" tanya Arya cepat. Berniat mengaihkan pembicaraan."Tidak. Itu untuk Rindi, dia menitipkannya padaku," jawab Abia jujur sambil mulai memakan baksonya dengan murung.Arya jadi merasa bersalah pada istrinya. Seharusnya dia memang tidak bertanya lebih jauh tadi."Setelah ini, ayo kita jemput Neo di tempat les pianonya!" ajak Arya mencoba mencari sesuatu yang bisa mengembalikan mood Abia."Ayo! Aku juga sangat ingin menjemputnya," jawab Abia jujur dengan mata kembali berbinar senang.Arya tersenyum. Dia tidak tahu Abia sudah sesuka itu pada Neo. Padahal, bocah itu terus bersikap kasar padanya."Apa kau senang mengurus Neo?"Abia mengangguk sambil tersenyum. Masih dengan pipi mengembung karena mengunyah bakso.Arya ikut tersenyum kikuk melihat wajah lucu perempuan itu. Semakin diperhatikan, kenapa makhluk ini malah makin menggemaskan?Abia terlalu cantik. Ini tidak aman."Putramu begitu kompeten, Kak. Mengapa kau masih belum menyerahkan jabatanmu padanya? Dia sudah pantas menjadi CEO, kan?" Keanu, salah satu sahabat dekat juga mantan aktor di bawah naungannya berkomentar.Arya melengos tidak peduli. Jika saja pria itu tahu kalau malah Neo yang tidak mau menerima jabatan ini. Mungkin pria itu juga akan terkejut jika tahu Neo bekerja di sini dengan mengirimkan lowongan kerja kemudian menjalani interview layaknya pegawai biasa."Ayolah, Kak! Kau sudah tua, kenapa belum pensiun juga? Aku saja bosan melihatmu terus-terusan bekerja, kasihan Abia." Keanu semakin menyudutkan membuat Arya mendelik tajam pada pria tampan meski sudah lumayan tua itu."Jangan urus urusanku dengan istriku. Apa jangan-jangan kau masih melajang sampai setua ini karena masih menyukai Abia?" tanya Arya pedas.Keanu mencebik sebal. Pria tua ini masih saja curiga dan cemburu berat padanya. Mentang-mentang hingga setua ini dia belum menikah juga."Kau tahu seleraku tinggi. Tentu saja aku
Begitu terbangun dari tidur, pemandangan pertama yang tertangkap oleh Neo adalah sang istri. Perempuan itu tengah memakai sedikit krim siang pada wajahnya yang kian hari terlihat semakin sehat di mata Neo.Padahal, Neo sendiri tahu, yang digunakan Naya hanya salah satu produk perawatan kulit wajah yang kemasan paling besarnya tidak sampai seharga lima puluh ribu. Perempuan itu juga tidak memakainya jika lupa atau sedang tidak ingin.Naya bahkan tidak punya hal sesederhana bedak dan lipstick. Apalagi peralatan make up lain seperti pensil alis, maskara, eyeliner dan peretelannya."Kau sudah bangun?" sapa Naya basa-basi begitu menoleh dan mendapati pria sipit itu tengah berbaring tengkurap sambil memandanginya.Neo mengangguk singkat. Anggukan yang sialnya terlihat menggemaskan di mata Naya. Apalagi dengan wajah khas bangun tidur dan rambut berantakan suaminya. Rasanya tidak adil. Pria sipit itu bahkan terlihat tampan saat baru bangun tidur."Apa kau hanya punya itu untuk wajahmu?" tanya
[Neo, ayo bertemu.][Aku merindukanmu:)]Dua pesan dari Nara.Hal yang membuat Neo langsung menyembunyikan ponselnya begitu Naya masuk ke kamar. Ini sudah pukul sembilan malam. Seharusnya, dia sudah tidur bersama sang istri.Apa yang harus ia jadikan alasan agar bisa keluar setelah ini? Terlebih, Neo sudah bilang pada Naya bahwa ia sudha mengantuk sejak tadi."Kau tidak ingin makan sesuatu? Seperti sate? Ayam geprek? Atau mie ayam?" Neo menawarkan tiba-tiba begitu Naya naik ke atas ranjang dan berbaring di samping sang suami.Naya kontan berbaring menghadap Neo. Membuat pria itu mendadak gelagapan karena takut Naya mengetahui alasan terselubung di balik niat baiknya.Tentu saja perempuan ini tidak boleh tahu dia masih bertemu Nara. Naya pasti akan mengamuk dan membatalkan kerja sama mereka."Tumben kau menawariku tanpa kuminta lebih dulu," tanya Naya heran dan sedikit terkesan.Kebetulan dia sedang ingin makan sate ayam. Entah kenapa, dari tadi pagi sebenarnya dia ingin makan itu. Han
Neo mendengkus begitu sore ini tidak menemukan Naya di rumah. Perempuan itu pasti masih pergi bersama sang Mama. "Mereka memang para istri yang lupa suami. Mana mungkin sampai jam segini belum pulang juga?" tanya Neo tidak habis pikir. Pria sipit itu mengambil beberapa cemilan di kulkas sebelum kemudian duduk di sofa dan menyetel TV. Tadi dia ingin makan, tapi melihat lauk di dapur hanya lauk sisa tadi pagi, Neo mendadak kehilangan nafsu makannya.Mereka bahkan pergi tanpa memasak terlebih dahulu. Benar-benar menyebalkan dan tidak bertanggung jawab."Kenapa wajahmu jelek sekali?" Arya bertanya sambil mencomot toples berisi pop corn yang dipangku sang putra.Neo menoleh kemudian memberi kode ke arah dapur. "Biya dan Naya belum kembali. Mereka bahkan tidak memasak. Mereka benar-benar tidak memikirkan kita yang akan kelaparan saat pulang kerja," curhat Neo mendramatisir.Arya memutar bola mata malas. "Lalu apa gunanya pembantu? Itu gunanya Daddy menggaji mereka. Saat Mama dan istrimu i
Begitu mendapat berita tentang sang menantu yang sakit, seperti biasa, Arya akan mengomeli Neo. Tidak terkecuali Abia yang akan ikut-ikutan melakukan hal yang sama.Tapi, untuk pertama kalinya, Neo tidak balik mengomel pada Naya dan mengeluhkan sikap orang tuanya. Pria sipit itu malah bersikap baik dan perhatian. Seperti saat ini."Kepalamu sudah tidak terlalu sakit, kan?" tanya pria sipit itu memastikan sambil mengancingkan bajunya.Naya yang tengah memakai krim paginya kontan menoleh kemudian mengangguk singkat. Perempuan itu memperhatikan kerah kemeja sang suami yang tampak berantakan dan tidak beraturan."Kau akan melakukan apa hari ini?" tanya Naya sambil meratakan krim yang sudah ia oleskan di wajahnya.Sejak menikah dengan Neo dan tidak memiliki kesibukan lain, Naya mulai senang merawat diri. Perempuan itu bahkan rajin mengenakan produk perawatan kulit setelah diberikan arahan dan bimbingan oleh Nara dan Ima---sahabatnya.Entah kenapa, sekarang dia ingin terlihat cantik."Tumbe
"Tuan, Non Naya di mana, ya?" Pak Samsul---satpam di kediaman mereka bertanya. Pria berkumis tebal yang biasa menjaga gerbang di posnya itu celingak-celinguk ke dalam rumah. Neo mengernyit. Untuk apa Pak Samsul mencari istrinya sore-sore begini?"Ada apa, Pak?" tanya Neo mengutarakan rasa penasarannya."Ini, tadi Non Naya telepon saya. Katanya minta dibelikan obat lalu diantarkan ke dalam. Saya pikir Den Neo tidak ada, makanya dia nitip ke saya." Pak Samsul menjelaskan apa adanya.Tadi, istri sang majikan memang meneleponnya. Suara perempuan itu terdengar seperti menahan sakit. Oleh karena itu Pak Samsul buru-buru mencarikannya obat lalu mengantarkannya ke sini."Loh, memangnya dia sakit, Pak?" tanya Neo bingung yang dibalas Pak Samsul dengan kernyitan heran."Loh, mana saya tahu, Den. Kan Den Neo yang di dalam dari tadi," jawab Pak Samsul balik.Neo membenarkan dalam hati sebelum kemudian mengambil obat di tangan sang satpam. Begitu melihat obat tersebut, mata sipitnya menyorot Pak