Share

Terlalu Cantik

Author: Writergaje23_
last update Last Updated: 2024-03-02 20:57:07

"Kenapa kau bangun cepat sekali?"

Abia menoleh begitu mendapati Arya tengah bersandar di pintu dapur sambil mengucek mata. Sejenak, perempuan itu terpaku. Baru sadar bahkan saat baru bangun tidur pun, suaminya tetap setampan itu.

Ya, dia memang mengakui pria itu tampan sejak dulu. Hanya saja, sifatnya membuat Abia enggan membenarkan hal itu. Sayangnya, sejak Arya menolongnya waktu itu, Abia mulai menyadari banyak sisi lembut dan baik sang suami.

"Masih pagi tapi kau sudah melamun," komentar Arya lagi yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan kulkas.

"Maaf," lirih Abia kikuk sambil melanjutkan kegiatan memasaknya.

Setelah mendengar dari pembantu bahwa Neo dan Arya menyukai nasi goreng, Abia memutuskan untuk membuatnya. Bisa dibilang, ini masakan pertama yang ia buat untuk orang lain.

Sebab biasanya, Abia tinggal sendiri. Meski pandai memasak, perempuan itu hanya akan melakukannya ketika ingin dan sempat. Terlebih, hampir setiap hari liburnya juga kerap tersita oleh pekerjaan.

Sudah Abia bilang, kan? Menjadi kepala tim humas memang melelahkan.

"Kau bisa memasak?"

"Astaga!" Abia terlonjak kaget begitu Arya tiba-tiba melongokkan kepala dari atas bahu kanannya. Pipi mereka bahkan nyaris bersentuhan.

"Kenapa kau kaget sekali? Seolah aku seorang penjahat saja," sensi Arya sambil menjauhkan tubuhnya.

"Aku hanya terkejut, Mas. Jangan tiba-tiba seperti itu. Kau tahu aku gampang terkejut," jelas Abia jujur masih sambil mengelus dadanya yang berdetak tidak beraturan.

Arya manggut-manggut.

"Kau hanya terkejut saat aku yang melakukannya. Jika yang lain, mungkin tidak," koreksi Arya ketus sebelum kemudian berlalu dari dapur.

Abia mengernyit bingung. Ada apa dengan pria itu?

***

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Arya menemukan nasi goreng yang tadi dibuat Abia juga tempe, tahu serta telur ceplok. Entah kebetulan atau bagaimana, perempuam itu bisa tahu makanan kesukaannya.

"Ayo kita makan dulu, kau ingin pergi ke tempat belajar piano, kan?" Dari meja makan, Arya dapat mendengar sang istri dengan membujuk putranya untuk segera sarapan.

Beberapa saat kemudian, perempuan itu muncul dengan Neo di gendongan. Padahal bocah 7 tahun itu sudah cukup besar. Bagaimana bisa Abia menggendongnya dengan begitu gampang?

"Aku tidak mau makan, Bibi! Masakanmu pasti tidak enak," tolak Neo sambil berteriak kesal.

Arya ingin marah sebenarnya pada Neo. Tapi, kali ini dia membiarkan saja Abia menangani putranya. Dia ingin tahu bagaimana cara perempuan itu menangani anak kecil.

"Memangnya kamu sudah mencobanya? Mana bisa menyimpulkan begitu kalau belum memakannya, kan?" tanya Abia sambil menyendokkan nasi goreng ke atas piring.

"Kau suka tempe, tahu atau telur ceplok?" tanya perempuan itu lagi tanpa memedulikan wajah masam putra tirinya.

"Telur ceplok!" jawab Neo ketus sambil membuang muka.

Abia menaruh telur ceplok ke atas piring. Beberapa saat kemudian, menyendokkan nasi goreng beserta lauk tersebut untuk Neo.

"Ayo makan! Kau harus mencobanya agar tahu masakanku sangat tidak enak, kan?" paksa Abia sambil menyodorkan sendok tepat ke depan bibir putranya.

Dengan terpaksa, Neo menerima suapan itu. Abia tidak mengucapkan apa-apa lagi. Tapi, perempuan itu terus menyuapi sang putra sampai akhirnya isi piringnya habis.

"Nah, apa sekarang masih tidak enak?" tanya Abia sambil tersenyum menggoda.

Neo mendelik sebal. Merasa gengsi mengatakan bahwa nasi goreng tadi bahkan adalah nasi goreng paling enak yang pernah dia makan.

"Memang tidak enak! Sangat tidak enak!" sergah Neo.

"Okey, maaf kalau begitu. Lain kali aku tidak akan memasak lagi," ucap Abia santai.

"Jangan! Masaklah lagi sampai terasa benar-benar enak!" sanggah bocah sipit itu sambil turun dari kursi.

"Jangan lupa mandi! Ini hari libur, tapi kau tetap tidak boleh bermusuhan dengan air," teriak Abia begitu bocah itu berlari menuju kamarnya lagi.

"Berisik!"

***

Abia tidak tahu kegiatan seorang perempuan yang sudah menikah di hari libur itu apa. Jadi, yang terus dilakukannya sedari pagi tadi adalah membersihkan rumah.

Dia merasa canggung. Terlebih, Arya terus mondar-mandir dari ruang tengah menuju ayunan di depan rumah. Tidak banyak yang pria itu lakukan. Hanya membaca buku, bermain ponsel sambil sesekali meminta Abia menyeduhkannya kopi.

Abia benar-benar bingung harus melakukan apa lagi di rumah besar ini. Apalagi begitu setiap pekerjaan rumah sudah selesai karena ia dibantu oleh para pembantu.

"Seharusnya aku menyuruh para pembantu tidak membantuku tadi. Agar aku mengerjakan semuanya sendiri," gumam Abia sambil bersandar pada tembok teras belakang rumah.

"Oleh karena itulah mereka disebut pembantu. Tugasnya memang membantu!" Sahutan ketus itu membuat Abia menoleh.

Selalu saja mengejutkan, pikir Abia.

"Apa kau sangat bosan?" tanya Arya sambil ikut duduk di samping perempuan itu.

Abia mengangguk jujur. Padahal, taman belakang rumah ini juga indah. Bahkan, di depan sana Abia bisa melihat laut. Suara debur ombak bahkan terdengar sampai sini. Tapi, itu semua tidak mampu menghalau bosan yang dirasakannya sedari tadi.

"Kau mau bakso?" tanya Arya lagi.

"Mas Arya mau membelikannya untukku?" tanya Abia balik.

"Tentu saja! Tidak mungkin aku membelikannya untuk istri tetangga!" jawab pria itu ketus.

Abia mendumel dalam hati. Dia bertanya baik-baik tadi. Tapi kenapa Arya sensi sekali hari ini?

"Ayo kita membeli bakso!" ajak Arya sambil bangkit berdiri.

Abia mengekori dengan senyum senang. Arya yang melihat senyum cantik sang istri dari kaca jendela, mati-matian mengulum senyumnya.

***

"Mas Arya suka ke tempat seperti ini juga?" tanya Abia tidak percaya.

"Kenapa? Kau tidak suka?" tanya Arya balik.

Abia menggeleng tegas. "Tentu saja suka! Hanya saja ... kupikir orang kaya hanya akan menyukai tempat makan yang mewah," jawab Abia jujur.

Arya tersenyum. "Sejak masih miskin, aku selalu makan di sini. Bahkan sampai diberikan berhutang. Bagaimana bisa setelah kaya aku mencari tempat yang lain?" tanya Arya sambil menerawang jauh.

Teringat dulu saat masih bekerja menjadi tukang kebun di rumah orangtua Keanu. Dulu, Arya bahkan tidak berpikir dia akan jadi seperti sekarang.

"Mas Arya pernah berhutang? Wah ... keren! Aku malah tidak berani, karena dulu tidak punya pekerjaan tetap, aku lebih baik tidak makan. Terlebih, utang Ayahku sudah banyak waktu itu. Aku tidak bisa menambahnya," cerita Abia menggebu-gebu.

Perempuan itu bahkan mulai mengabaikan bakso lava jumbo yang sudah ada di depannya. Arya mendengarkan cerita perempuan itu sambil berpangku dagu.

"Kau pernah tidak makan seharian?" tanya Keanu terkejut.

"Jangankan sehari, tiga hari pun pernah. Makanya aku bingung kenapa aku masih hidup sekarang," kekeh Abia geli seolah hal tersebut bukanlah hal yang menyedihkan.

Arya tertegun. Tidak menyangka hidup Abia sejak dulu memang seberat itu.

"Apa kau sedih waktu itu?" tanya Arya malah kembali menginterogasi.

"Tidak. Aku sudah terbiasa. Lagipula, ketimbang sibuk bersedih, aku terlalu sibuk merasa lapar. Hehe." Kali ini, perempuan itu bahkan menyengir lebar.

"Waktu itu, aku sempat sakit. Jadi tidak bisa bekerja. Ayah marah, dia bilang aku tidak menghasilkan apa-apa, jadi aku tidak boleh makan." Kali ini, Arya menyadari ada nada getir dalam suara istrinya.

"Aku pikir, setelah melewati itu semua aku sudah jadi anak baik. Kupikir Ayah akan menerimaku setelah itu," gumam Abia lagi dengan nada sedih.

"Kemarin aku melihat Lintang memberikanmu obat. Apa kau sedang sakit?" tanya Arya cepat. Berniat mengaihkan pembicaraan.

"Tidak. Itu untuk Rindi, dia menitipkannya padaku," jawab Abia jujur sambil mulai memakan baksonya dengan murung.

Arya jadi merasa bersalah pada istrinya. Seharusnya dia memang tidak bertanya lebih jauh tadi.

"Setelah ini, ayo kita jemput Neo di tempat les pianonya!" ajak Arya mencoba mencari sesuatu yang bisa mengembalikan mood Abia.

"Ayo! Aku juga sangat ingin menjemputnya," jawab Abia jujur dengan mata kembali berbinar senang.

Arya tersenyum. Dia tidak tahu Abia sudah sesuka itu pada Neo. Padahal, bocah itu terus bersikap kasar padanya.

"Apa kau senang mengurus Neo?"

Abia mengangguk sambil tersenyum. Masih dengan pipi mengembung karena mengunyah bakso.

Arya ikut tersenyum kikuk melihat wajah lucu perempuan itu. Semakin diperhatikan, kenapa makhluk ini malah makin menggemaskan?

Abia terlalu cantik. Ini tidak aman.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   90. Semoga Saja Bisa

    "Kenapa kau menelepon?" tanya Naya sambil menempelkan ponsel di telinganya. Malam ini, dia baru saja tiba di rumah. Naya pikir, setelah lepas dari pelatnas (tidak menjadi atlet maupun pelatih lagi), jadwalnya akan sedikit senggang. Namun, sepertinya Naya memang menerima terlalu banyak kerja sama.Sejak memutuskan untuk fokus pada dunia entertaiment dan muncul kembali setelah sebulan lebih menghilang, Naya terkejut menyadari popularitasnya yang kian melesat. Naya tidak tahu kenapa, padahal dia merasa tidak sepantas itu untuk disukai sebanyak itu.Jadi, agar tidak mengecewakan para penggemarnya, Naya mencoba untuk melakukan yang terbaik dan lebih bekerja keras."Kau sudah pulang?" tanya Neo dari seberang sana yang dibalas Naya dengan deheman.Sambil menghempaskan tubuhnya di ranjangnya yang sudah ia rindukan, Naya memijat pangkal hidungnya guna meredakan pening. Semalam, dia benar-benar hanya tidur satu jam. Lalu hari ini dia pulang pukul 11 malam nyaris 12 tepat."Kau sudah makan?" Su

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   89. Selamat Ulangtahun

    "Kau serius tidak apa-apa jika media datang meliput?" Neo bertanya serius begitu Naya masuk ke mobil. Naya tersenyum menenangkan sambil menggangguk penuh yakin. "Memangnya kenapa? Aku juga sering membuat konten selama di pelatnas, kan? Kenapa sekarang mereka tidak boleh meliput?" jawab perempuan itu cepat.Neo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Tapi kan ... ini berbeda. Ini pertama kalinya kau muncul di publik lagi setelah sebulan lebih menghilang," sahut pria sipit itu yang membuat Naya lagi-lagi tersenyum."Jangan terlalu mengkhawatirkanku. Aku sudah baik-baik saja, sangattt baik. Sungguh!" pungkas Naya yang akhirnya mau tidak mau dipercayai saja oleh Neo."Omong-omong ... kau sudah membeli hadiah ulang tahunnya?" tanya Naya antusias yang dibalas Neo dengan kernyitan tidak mengerti."Maksudmu bagaimana? Siapa yang akan menerima hadiahnya?" tanya pria sipit itu balik.Ya, ini hari ulangtahun Bagas. Adhitama Bagaskara, orang yang sebulan lalu masih sempat mengolesi Naya krim per

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   88. Itu Bisa Saja

    "Sudah bangun?" Pertanyaan bernada lembut itu membuat Naya yang baru bangun tengah malam ini mengernyit bingung."Kau di sini? Sejak kapan?" tanya perempuan itu dengan suara serak dan paraunya.Neo mengusap rambut Naya lembut sambil mengangguk. "Sejak tadi sore, aku menunggu sampai kau bangun baru pulang." Naya terdiam sejenak. Siapa yang memberitahu Neo kalau dia ada di sini? Padahal, dia sudah meminta Abia dan Arya merahasiakannya."Kenapa? Kau tidak ingin aku ada di sini? Kalau begitu aku pergi saja. Lagipula kau sudah bangun, aku lega jika sudah melihatmu." Ucapan Neo seketika membuat Naya mendelik panik.Apalagi begitu Neo benar-benar bangkit berdiri dan berbalik hendak pergi, Naya dengan susah payah mencoba bangkit duduk. Namun, karena nyeri hebat di kepala juga tubuhnya yang terasa remuk redam, perempuan itu meringis kesakitan."Akkhh ... sssh .... " rintih perempuan itu yang seketika membuat Neo menoleh terkejut dan buru-buru kembali ke posisi semula."KENAPA KAU BANGUN?!" b

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   87. Jangan Seperti Tama

    Sejak menemuinya ke rumah sakit di hari kecelakaan, Neo tidak pernah lagi bertemu Naya hingga seminggu lamanya. Perempuan itu tidak bisa dihubungi, apalagi bisa ditemui. Terlebih Neo dipaksa Abia untuk dirawat setidaknya sampai seminggu di rumah sakit meski ia merasa kondisinya sudah sangat baik."Aku tidak mau tahu, aku akan ke rumah Naya setelah ini." Neo memutuskan final sambil menatap Abia sebal.Abia yang tengah melipat pakaian putranya hanya terkekeh geli. Neo sangat mirip dengan Arya. Caranya mencintai Naya, uring-uringan saat tidak melihat perempuan itu sehari saja, bahkan caranya cemburu mengingatkan Abia pada sang suami."Kenapa kau ingin menemuinya? Mungkin dia merasa terganggu, makanya tidak pernah menghubungimu selama ini." Komentar Abia seketika membuat Neo tertegun.Pria sipit itu menatap sang mama tidak terima. "Bagaimana Biya bisa berkata sekejam itu?" tanya Neo merasa sakit hati."Loh, Biya kejam karena mengatakan kebenaran?" tanya Abia balik.Mendengar itu, Neo sema

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   86. Aku Sangat Takut

    "Neo di mana?" Arya dan Abia menatap terkejut perempuan dengan wajah pucat sekaligus panik di depan mereka. Dengan cepat, Abia menariknya untuk segera duduk di kursi besi depan ruan IGD."Neo di mana, Bunda? Dia bagaimana?" tanya Naya sekali lagi dengan raut kalut.Abia bahkan dapat merasakan tubuh perempuan itu yang gemetaran saat tangan mereka bersentuhan. Dalam hati, perempuan itu meringis."Kenapa kau datang, Sayang? Kata Neo kan kau masih sakit. Lihatlah, wajahmu sangat pucat." Abia malah mengalihkan topik yang tidak ditanggapi lagi oleh Naya. "Neo masih ditangani di IGD. Kau tenanglah dan berdoa semoga dia baik-baik saja," jawab Arya mengerti apa yang ingin perempuan itu dengar. Arya mencoba menenangkan Naya, meski nyatanya dia juga sedang cemas bukan main. Abia yang duduk di samping Naya pun segera memeluk perempuan itu sambil menangis di sana.Abia tidak berbohong jika dia juga sangat khawatir. Tadi, dia mendapat telepon dari seorang polisi lalu lintas yang mungkin menemuka

  • Istri Rahasia Kesayangan CEO Duda   85. Tidak Ingin Sendiri

    "Kau yakin akan pulang hari ini?" Neo bertanya pada Naya yang sedari tadi bersikeras membawa kopernya sendiri di bandara.Naya mengangguk sambil membenarkan letak topi hitam yang bertengger di kepalanya. Hari ini, Naya memang mengenakan kacamata hitam, topi hitam, juga masker hitam dengan pakaian berwarna senada.Bukan tanpa alasan Naya melakukan itu. Ia harus tidak dikenali agar bisa tiba di bandara Indonesia dengan nyaman. Sebab, katanya sudah ada begitu banyak reporter dan fans yang menunggu kepulangannya di sana.Naya sebelumnya heran kenapa mereka melakukan hal tersebut. Tapi, setelahnya ia menyadari dirinya saat ini adalah publik figur, baik di dunia olahraga bahkan entertaiment. Terlebih setelah kasus kematian Bagas yang dirumorkan dekat dengannya mencuat."Nanti saat kita sampai di Indonesia, jangan berjalan bersamaku," peringat Naya tanpa memandang pria sipit di sampingnya."Loh, kenapa?" tanya Neo tidak mengerti."Jelas saja kita bisa dikenali," jawab Naya yang diangguki Neo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status