Share

6. Ajari Aku

Penulis: Velmoria
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-09 17:18:16

Zuri menunduk, fokus menyabuni lengan Axel. “Belum. Kami belum pernah melakukannya,” jawabnya pelan.

“Aku hanya bertanya tanpa tujuan,” kata Axel cepat, berusaha menutupi nada ingin tahunya.

“Aku tahu,” angguk Zuri singkat.

Axel mengerutkan kening. Apa Zuri sudah menebak rencananya? “Kita akan melakukannya malam ini. Kalau kau belum siap, kuberi waktu sampai tengah malam.” Menatap Zuri tajam, dia tidak mau menunda lagi.

Zuri berhenti bergerak, tangannya diam di sana, lalu menatap Axel langsung—bukan dengan ketakutan, tapi keberanian kecil. Axel balas menatap, menantang Zuri. Tapi Zuri langsung menciut, menunduk dan melanjutkan menyabuni Axel.

“Katakan apa yang ingin kau katakan,” desak Axel, kesal dengan sikap Zuri. Bergerak menuju bathtub, masuk ke dalam dan menegakkan punggung agar kembali disabuni Zuri.

“Aku akan berusaha siap sebelum tengah malam,” balas Zuri, beralih ke punggung Axel. Pas sekali momen ini untuk menghindari tatapan si suami.

“Harus. Kau harus siap. Ingat perjanjian kita. Kau harus bergerak lebih cepat dariku. Tujuan kita menikah adalah penerus laki-laki dan kau melunasi utang kakakmu. Kita selesaikan cepat. Mengerti?” Axel melirik melewati bahu.

“Aku mengerti,” jawab Zuri cepat, nadanya tegas kali ini.

Axel tersenyum sinis menerima tanggapan Zuri. Lalu tiba-tiba, menarik tangan Zuri dari sela lengannya, menahan tanpa berbalik, membuat si istri tampak memeluk dari belakang. Tapi tangan Zuri tidak gemetar seperti dugaannya—tak ada penolakan atau jeritan. Zuri diam, membiarkan.

Axel menarik lebih jauh, memutar tubuh Zuri hingga menghadapnya. Dia keluar dari bathtub, duduk di pinggirnya, dan menarik Zuri ke pangkuannya.

Zuri tidak menunduk, tapi menatap langsung, membuat Axel tersentak. Rasa malu tiba-tiba muncul, tapi dia menepisnya cepat.

“Kau harus siap sekarang,” bisiknya di telinga Zuri, menempatkan si istri tepat di atas pangkuannya. “Aku tidak mau menunggu lagi.”

Zuri mengangguk. “Ajari aku,” katanya, melingkarkan lengan di leher Axel. Ketakutan lenyap dari wajahnya, diganti hasrat yang terlihat jelas.

Mereka saling menatap dekat, tanpa jarak. Axel menyapu ibu jarinya ke bibir Zuri, memasukkannya saat ada celah. Zuri menghisap lembut tanpa diperintah, matanya tidak berkedip.

“Kita mulai,” kata Axel, melepas gaun tidur Zuri dengan gerakan cepat.

Zuri mengangguk, tidak ragu. Axel mengerutkan kening dalam hati—kenapa wanita itu tidak takut sekarang? Terbawa suasana? Terlalu menikmati?

Dia menarik Zuri lebih dekat, menjilat leher si istri kasar sebelum turun ke payudara. Jarinya memainkan puting Zuri dengan sengaja, memancing.

Napas Zuri mulai berat. Lalu Axel menghisap keras, menggigit ringan, membuat Zuri mendesis pelan, tapi tidak menolak. Payudaranya menegang dua kali lipat, dadanya naik-turun cepat.

Axel melanjutkan, lidahnya menelusuri perut Zuri, turun ke bawah. Zuri hanya membalas dengan sentuhan kecil di telinga dan rambut Axel.

Kejantanan Axel sudah keras, tidak sabar. Menarik celana dalam satin Zuri—berwarna ivory dengan renda halus—ke samping, memposisikan dirinya di kewanitaan si istri yang basah.

“Ah!” Zuri menjerit tertahan, membekap mulutnya. Tubuhnya menegang, kesakitan jelas di wajahnya.

Axel terhenti sejenak, dia tahu kalau Zuri masih perawan. “Kuajari kau sekarang. Lihat baik-baik,” katanya, menatap Zuri yang memalingkan wajah.

Zuri menurut, menatap ke bawah, melihat kejantanan Axel yang tegang baru masuk sedikit. “Mu-mungkin kau perlu membuka celana dalamku—oh!” Dia menegang lagi, kesakitan, kepalanya mendongak.

Axel tak peduli, memaksa masuk lebih dalam. “Sedikit lagi. Sudah setengah,” katanya, menyeringai puas. “Aku tidak suka melepas celana dalammu.”

Zuri menatap Axel dengan mata sendu, air mata tertahan. “Biar kulepaskan kalau begitu,” tawarnya pelan.

“Tidak, aku tidak mau,” tegas Axel. Sensasinya akan berbeda kalau Zuri telanjang penuh, karena momen itu untuk nanti. “Lihat baik-baik, jangan alihkan pandanganmu.”

Zuri menurut, menatap kejantanan Axel yang masuk perlahan dari sisi celana dalamnya. Tubuhnya gemetar, kesakitan terlihat, tapi dia diam.

“Akh!” erang Zuri akhirnya keluar saat Axel berhasil masuk sepenuhnya—campuran sakit dan lega.

Axel menarik tubuh Zuri yang bergetar lebih dekat padanya, bangga berhasil menembus si istri dalam posisi sulit ini. Dia mendekati wajah Zuri, berbisik di sana. “Pelajari ini, Zuri. Aku suka yang sulit. Kuajarkan kau menahan diri. Jangan pernah mendahuluiku, mengerti?”

Zuri mengangguk pelan. “Mengerti,” jawabnya.

“Jangan keluar lebih dulu. Tahan sekuat mungkin. Kalau tidak, kuhukum kau semalam suntuk tanpa ampun,” ancam Axel, tatapannya tajam.

Zuri tersenyum sekilas—berani, hampir mengejek. Axel mengerutkan kening, tapi tak berkomentar. Dia mencengkeram celana dalam Zuri, menariknya turun kasar untuk memaksa tubuh wanita itu naik-turun mengikuti ritmenya. Dia sengaja tak memegang pinggang Zuri, ingin si istri belajar bergerak sendiri.

Zuri mendesah, Axel juga. Mereka saling menatap, tidak ada yang memalingkan muka. Wajah Zuri menunjukkan dia hampir klimaks, tapi Axel mencengkeram pinggang wanita itu kuat-kuat.

“Terus bergerak,” perintahnya saat Zuri melambat. “Ingat yang kuajarkan?”

“Jangan mendahului,” jawab Zuri, napasnya terengah-engah.

Axel tersenyum sinis. “Bertahanlah. Aku masih lama.”

Kesulitan terlihat di wajah Zuri, tapi dia berusaha. Axel menikmati perlawanan kecil itu, penasaran seberapa jauh Zuri bisa bertahan dibanding Elysia.

Zuri merasakan kewanitaannya perih, panas, tapi hentakan Axel yang tak kenal ampun membawa sensasi aneh—sakit bercampur nikmat yang tidak ingin berhenti. Dia ingin klimaks, tapi berusaha menahan, takut melanggar perintah Axel. Tubuhnya gemetar, napasnya terengah.

“Akh!” Axel mengerang keras, menarik kepala Zuri mendekat. Napasnya menderu. “Buka kakimu lebih lebar, naikkan setinggi mungkin,” bisiknya kasar.

Zuri menurut, tapi pinggangnya sudah nyeri. Axel mengangkat kedua kaki Zuri lebar-lebar, sejajar dengan kepalanya. Sensasi hangat membanjirinya di dalam sana—benih Axel, banyak, terus mengalir. Zuri berharap itu cepat jadi bayi laki-laki.

Mereka kini di ranjang. Axel tidak tahan lama di pangkuan seperti katanya—dia menarik Zuri ke kasur, melepas celana dalam wanita itu sepenuhnya. “Lain kali, bergerak lebih cepat saat kuminta,” katanya, napasnya masih tidak teratur.

Zuri tidak menatap suaminya. “Ya, baik,” jawabnya pelan, tubuh sudah terasa remuk.

“Tadi kau minta diajari. Begitu caraku mengajarimu,” tambah Axel.

Zuri diam, tak membantah. Tubuhnya lelah, tapi pikirannya mengakui kenikmatan itu.

***

Paginya Zuri terbangun lebih dulu. Menyadari Axel tertidur lelap di sisinya, telanjang di balik selimut—sama seperti dirinya. Dia memandang tubuh Axel tanpa malu, merasa itu wajar. Pria itu suaminya, sah secara hukum. Kenapa harus malu?

Akh! Zuri merasa sangat kesakitan.

Lalu dia melihat Axel bergerak. Jadi cepat-cepat dia memunggunginya, takut ketahuan. Jantung Zuri berdegup kencang—bukan karena takut, tapi malu membayangkan semalam.

Namun, Zuri tidak bisa bohong—dia menyukai cara Axel memasukinya, mengajarinya, meski brutal. Bahkan kalau Axel mencambuknya saat bercinta, dia akan terima itu tanpa mengeluh.

Senyum kecil muncul di wajahnya. Dia mencakar punggung Axel semalam, tapi kuku pendeknya tidak meninggalkan bekas parah. Beruntung, atau Axel akan membentaknya pagi ini.

Tiba-tiba, lengan Axel melingkari pinggangnya dari belakang. Zuri menegang, napasnya tertahan. Kenapa dia kaku sekarang? Semalam, dia agresif, membalas setiap sentuhan Axel tanpa ragu.

Zuri sangat ingat momen itu—senja, kamar mandi, ranjang berantakan. Keberaniannya muncul saat Axel menariknya ke pangkuan, didorong keinginan untuk cepat hamil.

“Ayo, lakukan lagi,” bisik Axel, napasnya hangat di tengkuk Zuri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   73. Aku Tahu Siapa Dirimu

    “Ya. Kau … dan bayi kita.”Mereka tertawa pelan, serentak.“Axel?”“Hm?”“Aku tidak pernah menyangka … bisa tertawa bebas tanpa beban di hadapanmu seperti ini. Padahal dulu aku pikir aku harus lari darimu selamanya setelah perjanjian kita berakhir.”Axel diam sejenak. “Aku pun dulu berpikir aku harus memilikimu dengan cara apa pun. Tapi ternyata … aku baru benar-benar memilikimu ketika kau memilih sendiri untuk tetap tinggal.”Zuri memejamkan mata, bersandar sepenuhnya pada dada Axel.***Hujan gerimis turun pagi itu. Aroma antiseptik, suara langkah kaki tergesa, dan detak jantung Zuri yang tidak karuan memenuhi ruang bersalin. Tangannya mencengkeram kuat jari-jari Axel yang kini pucat karena terlalu erat digenggam.“Axel ...” Suaranya lemah, namun matanya penuh keberanian. “Jika sesuatu terjadi padaku ... jaga dia baik-baik.”Axel menggeleng cepat, menunduk mencium kening Zuri yang basah oleh keringat. “Jangan berkata seperti itu. Kau akan baik-baik saja, Sayang. Aku bersamamu. Selal

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   72. Saatnya Memilih

    Axel membantu Zuri duduk tegak kembali, sementara dia perlahan berlutut di hadapan si istri.“Karena aku ingin kau memilihku. Dengan sadar. Walau setelah semua yang kulakukan, mungkin aku tidak pantas. Tapi kalau kau tanya kenapa aku pertemukan kalian sekarang, kenapa aku membawamu kemari dengan menampilkan sesuatu yang lain, karena aku ingin kau tahu semuanya. Dan kalau kau pergi setelah ini ... aku tidak akan menghalangimu.”Suara Axel tak lagi tegas. Seakan terasa retak. Nyaris putus.“Kau bebas pergi, Zuri. Semua utang Elysia padaku, kuanggap lunas. Aku akan selesaikan semuanya. Kau tak perlu mengganti rugi, tak perlu melahirkan pewaris untukku, akan kuhancurkan semua perjanjian di antara kita, dan kau juga tidak perlu lagi tinggal bersamaku. Tapi kalau kau tetap memilih di sini … aku akan memperbaiki segalanya. Aku akan berhenti jadi pria gila yang mencoba mengikatmu dengan cara terkutuk. Aku akan belajar jadi suami yang layak.”Keheningan kemudian begitu menyiksa bagi Axel. Sang

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   71. Hadapi!

    Hadapi!Zuri menangkap bahwa maksud ucapan Axel adalah tentang Thalia dan Jaxon, tapi kenapa … kenapa Elysia ada di sini sekarang? Kenapa kakaknya itu kini tergesa menghampirinya?“E-Elysia—”“Zuri!” Bukannya memeluk, Elysia mencengkeram kedua pundak adiknya dengan raut wajah pucat. “Jangan percaya apa pun. Jangan percaya padanya.”Dengan raut kebingungan, Zuri menatap ke arah pintu kamar yang terbuka. Axel di sana, baru saja mendorong pintu agar terbuka lebar.Elysia panik saat menyadari kehadiran Axel, namun langsung melepas cengkeramannya pada Zuri, berjalan cepat menuju ke arah pria itu berada.Mencengkeram jas Axel sambil mengguncangnya kuat, walau hampir tidak memberi pengaruh apa pun pada pria itu. Axel memilih menatap Zuri yang bingung, shock dan jelas gemetar.“Kau … lepaskan kami! Aku tahu kau sengaja menjebakku untuk mencuri semua uang dan perhiasan ibumu, agar aku kacau dan melarikan diri entah ke mana!” teriak Elysia. “Dan kau memaksa adikku untuk menikah denganmu? Menang

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   70. Hadiah Untuk Istri

    Zuri menahan napas, sentuhan Axel datang begitu cepat. “Tidak,” jawabnya singkat, berusaha tegas.“Kau yakin?” Axel mengecup pundak kanan Zuri, suaranya menggoda, membuat tubuh wanita itu menegang.Zuri mengangguk, berusaha meyakinkan diri sendiri. Jaxon bertingkah di luar kebiasaan mungkin karena Zuri mengecewakan pria itu, melukai begitu dalam.Mereka bersama hampir dua tahun, Zuri mengenal keluarga Jaxon, yang menerimanya meski ia yatim piatu tanpa harta. Rumah peninggalan orang tua Zuri dan Elysia telah disumbangkan untuk dapur darurat saat wabah menyerang Village. Kebun stroberi kecil milik orang tua mereka juga musnah saat itu.“Apa jawabanmu selalu semahal itu?” tanya Axel, suaranya tiba-tiba tegas, menarik Zuri dari lamunan.Zuri tersentak, belum mampu menjawab, masih terlena oleh belaian Axel.“Jangan biarkan aku menunggu jawabanmu sampai kau tertidur, Zuri,” lanjut Axel, nadanya bukan peringatan santai, melainkan perintah.Zuri bergidik, buru-buru menjawab, “Aku … aku yakin

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   69. Seperti Tiada Habisnya

    Zuri mengerang, nyaris kenapasan napas. Tangannya mencengkeram pundak Axel lebih erat, kewanitaannya berdenyut.Axel mempercepat gerakan, air memercik ke lantai marmer, lilin-lilin berkedip karena hembusan udara.“Bergerak lebih cepat, Zuri,” gumam Axel, nadanya tegas. “Aku mau kau patuh. Tunjukkan kalau kau milikku.” Ia mengubah posisi, menarik Zuri kembali ke dalam air, memutar tubuh Zuri hingga si istri membelakanginya.Tangan Zuri mencengkeram tepi bak. Axel masuk lagi dari belakang, dorongannya lebih dalam, air hangat memperkuat gesekan kejantanannya di kewanitaan sang istri.“A-aku … Axel—oh, aku … hampir,” desah Zuri, serak dengan tubuh yang menegang, orgasme keduanya mendekat.“Tahan sedikit lagi, Zuri. Akan kuberitahu saat aku mendapatkannya lebih dulu,” bisik Axel, tak lupa menjilati sisi samping wajah wanitanya.Dorongan semakin cepat, air beriak keras. “Oke. Kau boleh keluar sekarang.” Seketika Zuri menjerit, orgasmenya meledak, cairan kenikmatannya membasahi kejantanan A

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   68. Sesi Bercinta di Bathtub

    Zuri menatap telapak tangan Axel yang besar dan hangat, teringat sentuhannya.“Atau mau kugendong hingga ke kamar mandi?” tambah Axel, nadanya menggoda.Zuri mengangguk segera, percuma saja merasa malu. Axel akan tetap seperti ini setiap hari, bahkan sering memakaikan pakaian untuknya saat ada waktu luang.Axel berjongkok, memunggungi Zuri. “Naiklah. Kita harus mencoba banyak hal,” katanya.Zuri naik ke punggung Axel, merasa suaminya itu baik hati dengan niat tertentu. Dalam suasana nyaman ini, ia yakin siapa pun istrinya Axel akan dengan senang hati mengandung berkali-kali.Jadi, ya nikmati saja. Zuri pikir begitu. Tidak ada yang dirugikan, semua setimpal.“Bagaimana hubunganmu dengan Jaxon Holt?” tanya Axel tiba-tiba.Zuri tersentak. Ia pikir Axel menikmati saat menghancurkan harga diri Jaxon dulu, mungkin masih teringat tindakan heroiknya itu saat di kafe pertama kali mereka bertemu.“Seperti yang kau lihat. Sekarang kami asing satu sama lain,” jawab Zuri. Dari balik punggung Axel,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status