Share

5. Tidak Mau Menunda

Penulis: Velmoria
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-05 07:30:59

Axel Nightvale berdiri di sana. Zuri langsung gemetar. Tubuhnya berputar cepat menghadap suaminya. Dia berdoa dalam hati agar Axel tak mempermalukannya di tempat ini. Mungkin tidak sekarang, tapi di rumah, intimidasi pasti menanti.

“Aku bertanya, istriku. Kenapa kau masih di sini dan belum pulang?” Nada Axel berubah lembut, tidak biasa. Dia bahkan menyebut Zuri ‘istriku.’

Zuri melirik Cole, yang berdiri diam lima meter di sisinya. Axel melangkah mendekat, tersenyum hangat—senyum yang tidak pernah Zuri lihat sebelumnya. Apakah pria ini punya sisi seperti itu? Tetap saja, ketakutan menguasainya. Senyum itu terasa seperti topeng yang menyembunyikan ancaman.

“Maaf, aku hanya turun sebentar untuk melihat kecelakaan di depan,” jawab Zuri pelan, tidak berani menatap mata Axel langsung. Pandangannya tertuju pada sepatunya sendiri.

Axel menghela napas panjang. Zuri tidak tahu apakah itu tanda amarah atau kekesalan.

“Lihat aku, Zuri. Angkat kepalamu,” perintahnya, tegas meski terkendali.

Zuri menurut perlahan, mengangkat kepala. Matanya langsung bertemu tatapan Axel yang penuh kemarahan tertahan. Dia ingin bicara, tapi keberaniannya lenyap di hadapan pria ini.

“Jangan bersikap seolah kau tertekan hidup bersamaku,” kata Axel, membungkuk hingga wajahnya dekat dengan Zuri. Suaranya nyaris berbisik, tapi tekanannya jelas. “Perlihatkan kebahagiaan di depan orang lain yang memperhatikanmu. Apa kau mengerti?”

Zuri merinding. Sikap dan kata-kata Axel justru memperdalam ketakutannya. Lututnya terasa lemas, hampir tidak kuat menyangga tubuhnya.

Sebenarnya, bagi orang lain, mungkin Axel tidak menakutkan itu, tapi entah kenapa dia selalu berhasil membuat Zuri ketakutan bukan main.

“Aku mengerti,” jawab Zuri susah payah, berusaha tetap berdiri tegak.

“Bagus.” Axel meluruskan tubuhnya, satu alis terangkat dengan ekspresi menghina.

Zuri merasa dipermainkan, tapi tidak berniat melawan.

Tiba-tiba, pandangan Axel beralih melewati kepala Zuri, mencari sesuatu. Zuri tidak berani menoleh, hanya mendongak mengamati. Dalam gerakan cepat, lengan Axel merangkul pundak si istri dengan lembut—terlalu lembut untuk pria seperti dia.

Zuri menegang. Pasti ada alasan di balik tindakan Axel, tapi nyalinya tak cukup untuk memastikannya.

“Ayo, kita pulang sekarang,” kata Axel, suaranya datar, tanpa emosi.

Alasannya jelas bagi Zuri. Axel peduli pada pandangan orang lain tentang pernikahan mereka, meski hubungan ini kaku dan dingin. Zuri nyaris mendengus dalam hati—rumah tangga apa yang seperti ini?

Cole mengangguk saat mereka melewatinya. Wajahnya tegang. Zuri khawatir Axel akan menyalahkan pria itu nanti karena dia mengabaikan peringatan Cole padanya tadi.

Axel membukakan pintu mobil untuk Zuri, tangannya melindungi kepala wanita itu saat masuk. Gerakannya erlihat manis, tapi Zuri tidak percaya.

Saat melirik keluar jendela, spontan mata Zuri melebar. Jaxon di sana, berdiri tegak lima belas meter di kejauhan, menatapnya lama—lebih lama dari sebelumnya.

Jantung Zuri berdegup kencang. Rasanya ingin keluar dan berlari menemui pria itu. Memeluk dan mengaku bahwa cintanya tidak pernah pudar.

Tapi kenyataannya, Zuri diam di tempat. Ketakutan pada Axel dan kelemahannya sendiri membelenggunya.

“Kau ingin menghampirinya?” tanya Axel tiba-tiba, suaranya tenang seperti permukaan air danau. 

Zuri menoleh sekilas, terkejut melihat wajah Axel yang datar. Benarkah Axel mengizinkan menghampiri Jaxon?

“Kalau kau mengizinkan, aku—”

“Banyak orang di sini,” potong Axel cepat. “Sebaiknya tidak usah. Kau tak perlu bertemu mantan kekasihmu lagi mulai sekarang. Ingat itu baik-baik.”

Zuri menunduk, menatap tangannya yang saling mencengkeram di pangkuan. Getaran halus terasa di jarinya. Larangan itu sederhana, tapi bagai ancaman yang menusuk. Dia mulai bertanya-tanya, apakah ketakutannya pada Axel sudah tidak normal? Seolah perlahan merusak kewarasannya. Perlukah dia memeriksakannya ke dokter?

“Aku tidak mendengar jawabanmu,” tegur Axel, suaranya tetap tenang namun mengejutkan.

Zuri tersentak, bahunya terangkat. Nada Axel tidak keras, tapi selalu berhasil membuatnya terkejut. “Ya, aku mengerti,” jawabnya cepat, suaranya gemetar.

Axel tidak lagi membahas apa pun. Mobil melaju, meninggalkan Jaxon dan kerumunan di belakang. Zuri diam, terjebak antara ketakutan dan penyesalan, sementara Axel duduk di sisinya. Ekspresinya tidak terbaca—dingin, penuh kuasa.

Begitu mereka, Axel berjalan keluar dari mobil dengan sengaja menunggu Zuri turun, lalu melangkah bersisian bersama menuju rumah. Senja membentang di langit, membawa udara sejuk yang dia sukai. Melirik Zuri sekilas, memperhatikan wajah si istri yang tegang.

“Malam ini kau tidak perlu menyiapkan makan malam untukku,” kata Axel. Tatapan lurus 

Zuri menoleh pelan, ekspresinya tetap pucat. “Baik,” jawabnya lembut, suaranya nyaris tenggelam oleh derap langkah mereka berdua.

Axel menghela napas dalam hati. Ketakutan Zuri padanya terasa berlebihan, dan itu mulai mengganggunya. Apa dia monster di mata wanita ini? Dia mengharapkan ketaatan, bukan teror yang terus-menerus terpancar dari wajahnya. Zuri dipilihnya karena alasan tertentu, bukan untuk jadi penutup rasa muaknya seperti ini. Namun, ketaatan itu—satu-satunya nilai yang masih dia akui dari Zuri, membuatnya bertahan.

“Apa kau butuh yang lainnya?” tanya Zuri tiba-tiba, suaranya hati-hati tapi menunjukkan inisiatif.

Axel menatap Zuri, melihat kecemasan di mata si istri. “Tidak perlu. Kita istirahat lebih cepat malam ini,” jawabnya.

Zuri langsung salah tingkah, wajahnya memucat lebih dalam—bukan ketakutan biasa, tapi campuran bingung dan gugup.

“Ada apa?” Axel bertanya dengan nada yang sedikit meninggi.

Zuri mendongak cepat, lalu menggeleng dan bergegas masuk ke kamar. Axel mengerutkan kening. Dia diabaikan? Lalu menyusul Zuri dengan langkah tegas, membuka pintu kamar tanpa basa-basi.

Di dalam, Zuri sudah sibuk merapikan ranjang, gerakannya kaku—jelas hanya pura-pura.

Apa ini isyarat? Axel tersenyum kecil dalam hati. “Aku akan mandi lebih dulu,” katanya sambil melewati Zuri menuju kamar mandi.

“Ya, silakan,” balas Zuri, nada leganya terdengar jelas.

Axel berhenti di depan pintu kamar mandi, membatalkan niatnya. Dia menoleh. “Aku butuh kau menggosok punggungku,” perintahnya, suaranya sengaja ditegaskan.

Zuri membeku, tangannya yang sedang menepuk bantal berhenti. Dia tak berbalik, tapi tubuhnya menegang. Axel menahan tawa. Malam ini, dia akan bersenang-senang dengan caranya sendiri.

“Zuri!” panggilnya lebih keras, sengaja meninggikan nada agar wanita itu tak berlama-lama diam di tempat.

Zuri berbalik cepat, menangkap bantal yang hampir jatuh. Wajahnya pucat, tangannya sedikit gemetar. “Baik. Aku akan menyusul. Kau masuk lebih dulu,” jawabnya, berusaha tenang meski getaran terselip di suaranya.

“Jangan membuatku menunggu lama,” balas Axel, memutar gagang pintu sambil tertawa dalam hati.

Tiga menit berlalu, Zuri akhirnya masuk ke kamar mandi. Dia hanya mengenakan gaun tidur kuning pudar berlengan pendek, panjangnya sedikit melewati lutut. Tatapannya tak fokus, menghindari Axel yang berdiri telanjang di bawah pancuran.

“Mulailah dengan menyabuni seluruh tubuhku,” perintah Axel tanpa malu, suaranya tegas.

Zuri menegang, tapi menurut. Tangannya bergerak lembut menyabuni tubuh Axel. Wajahnya memerah sepanjang kegiatan berlangsung.

Axel membiarkannya, menikmati ketaatan wanita itu. Berbeda dengan Elysia Rosier—yang jarang dia izinkan mandi bersamanya dan tak boleh menyentuhnya saat basah—Zuri boleh melakukannya. Dia benci disentuh saat tubuhnya basah, tapi dengan Zuri, dia membiarkan pengecualian.

Usapan tangan Zuri terasa ringan, hampir tidak terasa, membuat Axel menahan kantuk. “Kau pernah melakukannya dengan mantan kekasihmu?” Tiba-tiba bertanya, tapi langsung menyesal seketika karena terdengar terlalu penasaran.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   73. Aku Tahu Siapa Dirimu

    “Ya. Kau … dan bayi kita.”Mereka tertawa pelan, serentak.“Axel?”“Hm?”“Aku tidak pernah menyangka … bisa tertawa bebas tanpa beban di hadapanmu seperti ini. Padahal dulu aku pikir aku harus lari darimu selamanya setelah perjanjian kita berakhir.”Axel diam sejenak. “Aku pun dulu berpikir aku harus memilikimu dengan cara apa pun. Tapi ternyata … aku baru benar-benar memilikimu ketika kau memilih sendiri untuk tetap tinggal.”Zuri memejamkan mata, bersandar sepenuhnya pada dada Axel.***Hujan gerimis turun pagi itu. Aroma antiseptik, suara langkah kaki tergesa, dan detak jantung Zuri yang tidak karuan memenuhi ruang bersalin. Tangannya mencengkeram kuat jari-jari Axel yang kini pucat karena terlalu erat digenggam.“Axel ...” Suaranya lemah, namun matanya penuh keberanian. “Jika sesuatu terjadi padaku ... jaga dia baik-baik.”Axel menggeleng cepat, menunduk mencium kening Zuri yang basah oleh keringat. “Jangan berkata seperti itu. Kau akan baik-baik saja, Sayang. Aku bersamamu. Selal

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   72. Saatnya Memilih

    Axel membantu Zuri duduk tegak kembali, sementara dia perlahan berlutut di hadapan si istri.“Karena aku ingin kau memilihku. Dengan sadar. Walau setelah semua yang kulakukan, mungkin aku tidak pantas. Tapi kalau kau tanya kenapa aku pertemukan kalian sekarang, kenapa aku membawamu kemari dengan menampilkan sesuatu yang lain, karena aku ingin kau tahu semuanya. Dan kalau kau pergi setelah ini ... aku tidak akan menghalangimu.”Suara Axel tak lagi tegas. Seakan terasa retak. Nyaris putus.“Kau bebas pergi, Zuri. Semua utang Elysia padaku, kuanggap lunas. Aku akan selesaikan semuanya. Kau tak perlu mengganti rugi, tak perlu melahirkan pewaris untukku, akan kuhancurkan semua perjanjian di antara kita, dan kau juga tidak perlu lagi tinggal bersamaku. Tapi kalau kau tetap memilih di sini … aku akan memperbaiki segalanya. Aku akan berhenti jadi pria gila yang mencoba mengikatmu dengan cara terkutuk. Aku akan belajar jadi suami yang layak.”Keheningan kemudian begitu menyiksa bagi Axel. Sang

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   71. Hadapi!

    Hadapi!Zuri menangkap bahwa maksud ucapan Axel adalah tentang Thalia dan Jaxon, tapi kenapa … kenapa Elysia ada di sini sekarang? Kenapa kakaknya itu kini tergesa menghampirinya?“E-Elysia—”“Zuri!” Bukannya memeluk, Elysia mencengkeram kedua pundak adiknya dengan raut wajah pucat. “Jangan percaya apa pun. Jangan percaya padanya.”Dengan raut kebingungan, Zuri menatap ke arah pintu kamar yang terbuka. Axel di sana, baru saja mendorong pintu agar terbuka lebar.Elysia panik saat menyadari kehadiran Axel, namun langsung melepas cengkeramannya pada Zuri, berjalan cepat menuju ke arah pria itu berada.Mencengkeram jas Axel sambil mengguncangnya kuat, walau hampir tidak memberi pengaruh apa pun pada pria itu. Axel memilih menatap Zuri yang bingung, shock dan jelas gemetar.“Kau … lepaskan kami! Aku tahu kau sengaja menjebakku untuk mencuri semua uang dan perhiasan ibumu, agar aku kacau dan melarikan diri entah ke mana!” teriak Elysia. “Dan kau memaksa adikku untuk menikah denganmu? Menang

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   70. Hadiah Untuk Istri

    Zuri menahan napas, sentuhan Axel datang begitu cepat. “Tidak,” jawabnya singkat, berusaha tegas.“Kau yakin?” Axel mengecup pundak kanan Zuri, suaranya menggoda, membuat tubuh wanita itu menegang.Zuri mengangguk, berusaha meyakinkan diri sendiri. Jaxon bertingkah di luar kebiasaan mungkin karena Zuri mengecewakan pria itu, melukai begitu dalam.Mereka bersama hampir dua tahun, Zuri mengenal keluarga Jaxon, yang menerimanya meski ia yatim piatu tanpa harta. Rumah peninggalan orang tua Zuri dan Elysia telah disumbangkan untuk dapur darurat saat wabah menyerang Village. Kebun stroberi kecil milik orang tua mereka juga musnah saat itu.“Apa jawabanmu selalu semahal itu?” tanya Axel, suaranya tiba-tiba tegas, menarik Zuri dari lamunan.Zuri tersentak, belum mampu menjawab, masih terlena oleh belaian Axel.“Jangan biarkan aku menunggu jawabanmu sampai kau tertidur, Zuri,” lanjut Axel, nadanya bukan peringatan santai, melainkan perintah.Zuri bergidik, buru-buru menjawab, “Aku … aku yakin

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   69. Seperti Tiada Habisnya

    Zuri mengerang, nyaris kenapasan napas. Tangannya mencengkeram pundak Axel lebih erat, kewanitaannya berdenyut.Axel mempercepat gerakan, air memercik ke lantai marmer, lilin-lilin berkedip karena hembusan udara.“Bergerak lebih cepat, Zuri,” gumam Axel, nadanya tegas. “Aku mau kau patuh. Tunjukkan kalau kau milikku.” Ia mengubah posisi, menarik Zuri kembali ke dalam air, memutar tubuh Zuri hingga si istri membelakanginya.Tangan Zuri mencengkeram tepi bak. Axel masuk lagi dari belakang, dorongannya lebih dalam, air hangat memperkuat gesekan kejantanannya di kewanitaan sang istri.“A-aku … Axel—oh, aku … hampir,” desah Zuri, serak dengan tubuh yang menegang, orgasme keduanya mendekat.“Tahan sedikit lagi, Zuri. Akan kuberitahu saat aku mendapatkannya lebih dulu,” bisik Axel, tak lupa menjilati sisi samping wajah wanitanya.Dorongan semakin cepat, air beriak keras. “Oke. Kau boleh keluar sekarang.” Seketika Zuri menjerit, orgasmenya meledak, cairan kenikmatannya membasahi kejantanan A

  • Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku   68. Sesi Bercinta di Bathtub

    Zuri menatap telapak tangan Axel yang besar dan hangat, teringat sentuhannya.“Atau mau kugendong hingga ke kamar mandi?” tambah Axel, nadanya menggoda.Zuri mengangguk segera, percuma saja merasa malu. Axel akan tetap seperti ini setiap hari, bahkan sering memakaikan pakaian untuknya saat ada waktu luang.Axel berjongkok, memunggungi Zuri. “Naiklah. Kita harus mencoba banyak hal,” katanya.Zuri naik ke punggung Axel, merasa suaminya itu baik hati dengan niat tertentu. Dalam suasana nyaman ini, ia yakin siapa pun istrinya Axel akan dengan senang hati mengandung berkali-kali.Jadi, ya nikmati saja. Zuri pikir begitu. Tidak ada yang dirugikan, semua setimpal.“Bagaimana hubunganmu dengan Jaxon Holt?” tanya Axel tiba-tiba.Zuri tersentak. Ia pikir Axel menikmati saat menghancurkan harga diri Jaxon dulu, mungkin masih teringat tindakan heroiknya itu saat di kafe pertama kali mereka bertemu.“Seperti yang kau lihat. Sekarang kami asing satu sama lain,” jawab Zuri. Dari balik punggung Axel,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status