Benak Reyshaka sibuk berpikir selama perjalanan pulang ke rumah, bila ayahnya tahu masalah ini pasti dia akan mendapat teguran keras selain harus melihat kekecewaan ayah dan sudah pasti ketiga sahabatnya akan dipecat. Tanpa terasa dia sampai di rumah, mobil Amara telah terparkir di halaman depan. Amara adalah adik pertamanya yang tinggal di Bandung dan membantu mengelola perkebunan teh dan beberapa pom bensin milik kakek dari pihak bunda. Dia bergegas keluar dari mobil, menderapkan langkah masuk ke dalam rumah. “Amara!” Reyshaka berseru hingga suaranya menggema di seantero rumah. “Mas Khaliiiiisss.” Amara berlari dari halaman belakang memburu sang kakak. Khalis adalah nama panggilan kesayangan seluruh keluarganya. Mereka bilang kalau nama Khalis diberikan oleh wanita yang paling disayang di keluarga mereka. Reyshaka sendiri tidak tahu siapa wanita itu dan bagaimana rupanya karena beliau meninggal sebelum dirinya lahir. Reyshaka memeluk Amara lantas membawanya ke kiri dan ke kanan. “Mas Khalis dari mana aja?” Amara bertanya setelah pelukan mereka terurai. “Kamu kapan datang?” Alih-alih menjawab, Reyshaka malah balas bertanya. “Barusan banget … ayah sama bunda dan Zaviya udah sampe Bandara, kayanya sebentar lagi sampe.” Dan Reyshaka baru ingat kalau keluarganya akan berkumpul di Jakarta untuk acara pernikahan sepupu mereka. Reyshaka tinggal sendirian, kedua orang tuanya dan sang adik bungsu menetap di Surabaya-di tanah kelahiran sang ayah. Ayah memegang perusahaan pusat di sana sedangkan bunda dan Zaviya membantu eyang mengelola restoran milik beliau yang cabangnya terus bertambah. “Mas nginep di apartemen Surya, Mas mandi dulu ya sebelum ayah bunda datang.” Reyshaka bergegas naik ke lantai dua menuju kamarnya untuk membersihkan tubuh setelah Amara melepaskan pelukan. Dia turun setelahnya dan mendapati suasana rumah yang ramai. “Anak Bunda … congratulation!” Bunda merentangkan kedua tangan dan Reyshaka tidak akan melewatkan pelukan beliau. “Kamu selalu bisa membuat Bunda bangga,” sambung bunda memuji kemudian memeluk erat Reyshaka lagi sebelum melepaskannya. Ayah menjabat tangan Reyshaka lantas memeluknya secara masculin. “Memang hebat anak Ayah.” Meski sudah dewasa tapi ayah tanpa segan mengucapkan kata pujian sebagai bentuk apresiasi kepada anak-anaknya. Ayah bangga sekali karena Reyshaka berhasil memenangkan tender besar tersebut. Giliran Zaviya sekarang memeluk kakaknya. “Kamu makin tinggi,” kata Reyshaka basa-basi seraya mengusak puncak kepala Zaviya yang hanya mendengkus seraya menatap malas sang kakak. Mereka makan siang bersama menikmati masakan bunda, banyak tawa dan canda tapi berhubung perasaan Reyshaka masih gundah karena kejadian mengerikan yang dialami salah satu karyawannya jadi pikiran pria itu berkelana ke tempat Namira berada meski raganya ada di ruang makan bersama keluarga. Reyshaka menatap bunda, Amara dan Zaviya bergantian, benaknya tiba-tiba berpikir bagaimana kalau salah satu dari ketiga wanita yang paling dia cintai di dunia ini mengalami hal serupa? Dan ada seseorang yang berada di posisi dirinya, bisa membantu mendapatkan keadilan namun diam saja seperti Reyshaka sekarang mengingat si pelaku adalah sahabatnya sendiri sekaligus orang kepercayaan di perusahaannya. Reyshaka harus menjaga nama baik perusahaan apalagi perusahaannya baru saja memenangkan tender besar. Bayangkan bagaimana kalutnya perasaan Reyshaka saat ini. Setelah makan siang mereka pergi ke sebuah butik yang dipercaya keluarga Om Egi dan tante Diana untuk membuat seragaman pernikahan anak mereka. Om Egi adalah sepupu ayah yang menikahi tante Diana yang merupakan sahabat bunda. Om Egi dan tante Diana pernah bercerita kalau ayah adalah groomsmen sedangkan bunda bridesmaid saat pernikahan mereka. Para groomsmen dan bridesmaid melakukan latihan dansa selama beberapa bulan sebelum pesta pernikahan dan dari sanalah cinta ayah dan bunda bermula. Reyshaka yang mengemudikan kendaraan SUV miliknya ke butik dan dia harus fokus mengemudi sehingga tidak banyak bicara namun keterdiaman Reyshaka yang tidak biasa itu ternyata sudah dirasakan bunda semenjak di rumah tadi karena senyum Reyshaka tidak sampai ke mata. Jadi saat beliau sudah selesai melakukan fitting pakaian untuk besok lalu duduk di sofa ruang tunggu bersama Reyshaka yang kebetulan juga telah selesai melakukan fitting—bunda meminta Reyshaka mendekat dengan cara menepuk pelan space kosong di sampingnya. Khalis bangkit dari kursi untuk kemudian duduk di samping bunda. “Mau cerita dulu atau mau Bunda peluk dulu?” Pertanyaan bunda itu seketika saja meruntuhkan segala gundah yang sedang menyerang Reyshaka. “Peluk aja,” kata Reyshaka yang kemudian merentangkan kedua tangan. Tubuh Reyshaka yang besar nyaris menenggelamkan bunda. Bunda menunggu sang putra bicara tapi Reyshaka tak kunjung bersuara. Bunda tidak akan memaksa karena menghormati keputusan Reyshaka, beliau percaya apapun yang tengah Reyshaka hadapi dan hanya ingin dipendamnya sendiri bukan karena tidak mempercayainya tapi terkadang memang ada sesuatu yang tidak bisa dibicarakan. “Menurut Bunda, kamu adalah anak yang baik … kakak yang baik … pemimpin yang baik … sahabat yang baik dan orang yang baik … jadi apapun keputusan kamu pasti adalah yang terbaik, Bunda yakin kamu bisa menyelesaikan semua masalah yang terjadi ….” “Makasih ya, Bun.” Ucapan dan kepercayaan yang bunda berikan sudah cukup memberikan suntikan semangat untuk Reyshaka menghadapi masalah ini.
Pesta pernikahanMistia-anak dari Om Egi dan tante Diana berhasil mengumpulkan anggota keluargaByantara yang terpencar di seluruh penjuru Negri maupun yang berdomisili diluar Negri kecuali Eyang Prita yang sudah sepuh dan gampang lelah kalaubepergian jauh.Reyshaka bertemu banyak sepupu, mereka berkumpuldi area meja keluarga.Dia memandang wajah semua sepupunya yangkebanyakan adalah perempuan lalu seolah diingatkan kembali oleh Namira dannasib tragis yang dialaminya.“Mas! Ngelamun aja … bukannya cari jodoh … sepupudari suaminya Mistia cantik-cantik lho!” tegur Dandi-sepupu jauh Reyshakasebelum akhirnya pria itu menghempaskan bokong di kursi kosong di sampingnya.Hembusan napas panjang Reyshaka keluarkan denganraut wajah yang seperti sedang menanggung beban berat.Dandi hanya memandangi wajah sang sepupu yangmenurutnya sudah tua tapi belum juga menikah padahal memiliki paras tampan dansudah mapan dari segi finansial.Reyshaka menoleh pada Dandi, melihat tatapan Dandiyang y
Satu hari penuh selama dikantor, ketiga sahabatnya seolah menghindar dari Reyshaka padahal semestinyamereka meminta maaf dan memberitahu langkah apa yang akan mereka lakukan untukmenyelesaikan masalah ini karena mereka belum tahu kalau Namira tidak akanmelaporkan kejadian mengerikan itu ke pihak Kepolisian.Dan hingga waktunya jam pulang kerja, Reyshakatidak juga melihat batang hidung ketiga sahabatnya.Sesampainya di rumah, Reyshaka bertemu bunda dankedua adiknya, dia ingat kembali kepada Namira.Apakah Namira tadi masuk kerja?Reyshaka lupa melirik ke ruangan divisi desaininterior saat bolak-balik ke lift seharian ini.Keesokan harinya Doni mendatangi ruangan kerjaReyshaka, dia menunduk seolah segan menatap wajah sahabat tapi bosnya itu.“Gue mau diskusi tentang klien kita yang mau buatcluster perumahan baru,” kata Doni dengan suara pelan.“Oke.” Reyshaka menegakan punggungnya dengan keduatangan dia simpan di atas meja, menunggu Doni menjelaskan sebuah konsep.“Sebelumnya g
Reyshaka seperti orang gila mengemudikan kendaraannya menuju rumah sakit, dia sempat membebat pergelangan tangan Namira menggunakan jaket yang selalu ada di bagasi mobiln tapi darah masih terus mengalir merembes dari kain pembebat lengan Namira. Dia mengulurkan tangan ke samping untuk mengusap kepala Namira, mencari tahu apakah Namira masih sadarkan diri. “Mir,” panggil Reyshaka sembari menoleh sekilas. Reyshaka sempat melihat dada Namira bergerak seperti bernapas tapi lemah. “Mir, bertahan ya … sebentar lagi kita sampai,” kata Reyshaka dan tentu saja tidak ada jawaban. Jantung Reyshaka berdetak kencang sekali, dia tidak akan memaafkan dirinya kalau sampai nyawa Namira lewat malam ini. Ini semua gara-gara dia yang tidak becus sebagai pemimpin perusahaan. Reyshaka terus saja menyalahkan dirinya sendiri. Beberapa saat kemudian mereka sampai di depan IGD rumah sakit. Reyshaka turun dari mobil dan berteriak meminta pertolongan sekuriti. Sekuriti datang membawa brankar ketika meli
“Jadi hari Senin setelah kamu dilecehkan itu, si Rivan masih berani ngancem kamu buat resign?” Nada suara Reyshaka meninggi, dia murka.Benar-benar tidak ada niat baik apalagi bertanggung jawab dari ketiga sahabat sekaligus bawahannya itu.Reyshaka mengusap wajahnya kasar, tangannya sampai bergetar karena menahan amarah yang akhirnya dia kepal di atas paha.Rasanya ingin sekali dia membunuh Rivan sekarang juga.Seorang pimpinan perusahaan harus bisa menjaga citra perusahaan sedangkan Rivan beserta Doni juga Surya telah menghancurkan nama baik perusahaan.Beruntung Namira tidak memiliki kekuatan secara finansial, bagaimana bila terjadi pada karyawan lain yang memiliki kemampuan untuk menuntut mereka? Sudah bisa dipastikan perusahaan ayah Archio akan hancur.Ayah Archio sampai jatuh bangun untuk membangun perusahaan di Jakarta karena di sini mereka memiliki banyak saingan.“Pak Rey jangan bilang sama pak Rivan ya, saya enggak mau dia datangin saya … saya enggak mau digilir sama sekuri
Mata Namira memindai sekitar, baru menyadari kalau Reyshaka menempatkannya di kamar rawat kelas VIP.Ruangan luas, ada sofa bed, sofa set, meja makan dan mini pantry.Bisa dibayangkan berapa biaya rumah sakit yang harus Reyshaka bayar nanti mengingat Namira melakukan dua kali operasi yaitu di pergelangan tangan dan di rahim.Padahal Reyshaka tidak perlu berkorban sebesar ini karena bukan dia pelakunya.Bila hanya karena untuk menyelamatkan nama baik perusahaan, pengorbanan Reyshaka terlalu berlebihan. Mungkinkah hati Reyshaka terlalu baik, sama seperti ayahnya yang bersedia menikahi sang bunda yang telah dirusak oleh ayah Altezza?Satu pertanyaan itu menggaung dibenak Namira.Kalau memang benar, Namira justru jadi tidak enak hati apalagi Reyshaka sampai harus menikahinya.“Mir.” Suara berat di sampingnya menyadarkan Namira yang langsung menoleh.“P-Pak Rey?” Namira bergumam, dia heran sejak kapan Reyshaka masuk.Tadi pria itu mengatakan akan membeli kopi di coffeshop yang berada di a
“Raina … apa jadwal saya setelah makan siang?” Reyshaka bertanya sembari membaca berkas tentang kecurangan Surya sebagai hasil dari investigasi Raina dan nanti akan Reyshaka laporkan kepada pimpinan pusat yang tidak lain adalah ayahnya sendiri juga kepada Audit Intern agar dia terbebas dari tuduhan persekongkolan dengan Surya mengingat dirinya yang memasukan Surya ke perusahaan ini.“Enggak ada Pak,” jawab Raina sembari menatap iPadnya.“Oke, saya bawa berkasnya … saya makan siang dulu … tolong siapkan mobil,” titah Reyshaka sembari merapihkan berkas tersebut yang kemudian dia masukan ke dalam map.“Baik, Pak!” Raina menyahut cepat lantas keluar dari ruangan.Dalam perjalanan menuju restoran yang letaknya dekat dengan rumah sakit tempat Namira dirawat, Reyshaka menghubungi Dandi untuk bertemu.Dan sekarang Reyshaka sudah duduk di salah satu meja menunggu Dandi.Sepupunya datang dengan raut masam menatap kesal dari jauh pada Reyshaka.“Kenapa muka lo?” tanya Reyshaka tanpa dosa.“Gue b
Beberapa hari kemudian setelah melakukan theraphy selanjutnya, Namira tidak jadi di rujuk ke rumah sakit jiwa.Dokter bedah yang menangani operasi Namira juga sudah mengijinkan Namira pulang hanya saja Namira belum bisa menggunakan tangan kirinya untuk terlalu banyak aktifitas atau mengangkat beban berat.Di kamarnya, Namira duduk sisi ranjang menatap sendu kebaya putih yang berada di atas pangkuan.Kebaya itu adalah milik sang bunda sewaktu menikah dengan ayah dan besok akan Namira kenakan di hari pernikahannya dengan Reyshaka.Satu sisi Namira kasihan kepada Reyshaka yang harus berkorban menanggung kesalahan tiga sahabatnya yang bejat tapi sisi lain dia tidak punya pilihan karena memiliki banyak keterbatasan bila tidak menerima tawaran Reyshaka.Namira mendapat kesempatan kedua untuk hidup setelah sebelumnya dia putus asa dan memilih untuk mengakhirinya jadi kesempatan kedua ini harus dia pergunakan sebaik-baiknya.Dan tawaran Reyshaka bisa membuat hidupnya lebih baik.Satu bulir ai
“Udah baikan?” Reyshaka bertanya.Namira tidak heran apalagi terbawa perasaan dengan sikap perhatian Reyshaka karena tahu kalau pria itu memang baik. “Udah,” jawab Namira berdusta padahal dia masih sering merasakan pusing dan lemas juga sakit di setiap titik bekas operasi.Namira bangkit dari sofa saat seorang petugas meminta mereka masuk karena prosesi pernikahan itu akan segera berlangsung.Ada satu meja di mana sudah duduk seorang pria paruh baya bertubuh gempal memakai peci yang mereka yakini adalah Penghulunya.Pria itu menatap heran pada Reyshaka dan Namira yang berjalan berjauhan tanpa terlihat adanya kemesraan di antara mereka.Dan ekspresi tersebut tertangkap oleh Reyshaka yang kemudian merengkuh pinggang Namira hingga terkesiap dan mendongak menatap calon suaminya penuh tanya.“Biar Penghulunya enggak curiga,” kata Reyshaka menjelaskan tindakannya.Oke, Namira mengerti tapi jantungnya tidak karena berdetak menaikan tempo.Setelah tiba di depan meja, Reyshaka menarik kursi u