Share

8.Rejeki Tak Terduga

Dua hari Amel mencoba membuat sample martabak mini sebelum ia memasarkannya. Anggota keluarga cukup puas dengan rasa martabak hasil olahan tangan Amel. Amel membuat beberapa varian rasa, yang banyak di gemari anak-anak.

Setelah merasa yakin dengan rasa martabak mini buatannya sendiri, Amel pun mulai membuat beberapa toples untuk di titipkan di beberapa tempat yang sebelumnya sudah Amel mintai ijin.

"Bismillahirahmanirahim...." lafadz Amel sebelum berangkat menuju tempat ia akan menitipkan dagangannya.

Kedua tangan Amel sudah menenteng 3 kantong plastik berukuran besar, yang berisi toples untuk wadah martabak-martabak mini buatannya.

Mengingat wajah kedua buah hatinya, semangat Amel semakin terpacu meski waktu masih menunjuk pukul 05.30 pagi. Dimana awan biru masih terselimuti awan gelap, ia memantapkan langkahnya menyusuri jalanan yang belum terlalu di padati kendaraan.

Pukul 6 tepat, ia sudah berada di rumah. Dengan langkah cepat ia berjalan menuju kamarnya, untuk membangunkan Galang.

"Bang, bangun nak...." tukas Amel menggoncang-goncang bahu Galang yang masih terlelap.

"Iya bunda," sahut Galang seraya menatap Amel.

"Bunda darimana pagi-pagi gini?" tanya Galang yang belum mengetahui jika Amel sudah mulai menitipkan dagangannya.

"Bunda baru pulang nak, tadi nganterin dagangan," jawab Amel sumringah.

"Bunda udah mulai berjualan ya?" tanya Galang antusias.

Amel mengangguk cepat dengan lengkungan senyum di sudut bibirnya.

"Moga aja banyak yang terjual ya bunda!" Galang memanjatkan doa dan harapannya.

"Aamiin...." jawab Amel.

"Sekarang kamu siap-siap ya bang, ntar telat ke sekolahnya," titah Amel.

Galang pun berlari kecil menuruni anak tangga menuju kamar mandi.

****

Sore harinya, suami Lastry bernama Handy meminta istrinya untuk memanggil Amel.

Jantung Amel bekerja lebih cepat, ia sangat panik kala harus bertemu dengan iparnya tersebut. Handy yang suaranya jarang terdengar, tentu membuat Amel merasa sangat sungkan. Meski sebenarnya, Handy tidak pernah mempermasalahkan Amel dan kedua anaknya menumpang di rumahnya.

"Ada apa bang?" tanya Amel pada Handy.

Handy yang usianya terpaut jauh di atas Lastry, membuat Amel segan untuk menyebut nama saja.

"Abang ada proyek buat kamu Mel, mudah-mudahan bisa menambah pemasukan kamu," ucap Handy seraya membuka laci meja kerjanya.

"Proyek apa bang?" tanya Amel antusias.

"Proyek dari developer yang sekarang sedang abang kerjakan," balas Handy lalu menyodorkan beberapa lembar berkas proyek yang sedang ia bicarakan.

"Coba kamu baca dan pelajari dulu," imbuh Handy yang memang tidak terlalu suka basa-basi.

Sesaat Amel membaca berkas itu, yang ternyata adalah berkas untuk penjualan kavling dan unit perumahan.

"Kalau kamu bisa memasarkan kavling dan perumahan itu, kamu akan mendapat bonus sebanyak 3 persen dari penjualan," ucap Handy.

"Abang yakin, dengan kemampuan marketingmu, kamu bisa mendapat hasil yang cukup besar," Handy memberi support pada Amel.

"Iya benar tuh, selama ini kan kamu yang menghandle untuk memasarkan usaha service kalian di Medan dan Kediri. Buktinya, bengkel service elektronik kalian berkembang pesat," timpal Lastry memberi dukungan penuh.

Berkat dukungan dari keluarganya, Amel kembali bergelut dengan kemampuannya tanpa meninggalkan usaha yang baru saja ia rintis.

Sejak ia mendapat jalan untuk menambah rejeki, Amel tidak mengenal kata lelah untuk mendapatkan hasil dari kerja kerasnya.

Di minggu kedua ia memasarkan kavling dan perumahan itu, salah satu dari kavling pun terjual. Betapa bahagianya Amel dan kedua anaknya, ketika Handy memberitahukan bahwa bonus 3 persen bagian Amel akan di berikan dalam waktu dua hari ke depan.

Air mata bahagia terjatuh dari kedua netra Amel, ia benar-benar tidak menduga kalau ia masih berguna untuk kedua anaknya.

Mental Amel yang beberapa tahun terakhir ini sempat down akibat segala hinaan dari Candra, pada hari ini kembali terpacu.

Kedua tangan Amel bergetar di saat Handy menyerahkan sebuah amplop berwarna putih yang berisi uang. Berkali-kali Amel mengucapkan terimakasih pada Handy dan Lastry yang sudah banyak menolongnya.

Ia berlari kecil menuju kamarnya yang berada di lantai 2 untuk menemui kedua anaknya.

"Galang, Ruby...." sapa Amel lalu memeluk kedua anak kecil itu.

"Ada apa bunda?" tanya Galang bingung dengan ekspresi Amel.

"Ini buat kalian...." tukas Amel menyerahkan amplop putih yang di genggamannya. Dengan pipi yang masih basah oleh air mata, ia meminta Galang untuk membukanya.

"Kamu buka ya bang," pinta Amel.

"Kenapa Galang yang buka, bund?" tanya Galang masih belum mengerti.

"Karena ini hak kamu dan Ruby," jawab Amel.

Perlahan Galang membuka amplop yang masih tertutup rapat itu.

"Pelan-pelan bang, ntar uangnya sobek," ucap Amel tertawa kecil.

Betapa kagetnya mereka bertiga saat melihat lembaran uang berwarna merah di dalam amplop itu.

"Banyak banget bunda!" seru Galang dengan wajah berbinar.

"Galang hitung ya bunda?" ucap Galang antusias.

Dengan cepat Amel menganggukkan kepalanya.

Galang mulai menghitung satu demi satu lembaran uang kertas tersebut.

"Bunda! uangnya ada empat puluh lima lembar!" pekik Galang tersenyum lebar.

"Hore...." sorak Ruby seolah mengerti jumlah yang abangnya sebutkan.

Amel sujud syukur di lantai ubin, ia menangis terharu. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, ia akan mendapat hasil sebanyak itu dalam waktu yang singkat dan tanpa mengeluarkan seperser pun untuk modal.

"Abang, adek...." tukas Amel.

"Besok pagi kita bertiga nemuin seseorang dulu ya?" ucap Amel.

"Siapa bunda?" tanya Galang dan Ruby kompak.

"Besok kalian akan tau," jawab Amel lalu memeluk kedua anaknya tersebut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status