Share

7.Terinsipirasi dari Galang

Apa Candra pernah menghubungi anak-anaknya?" tanya salah satu saudara Amel melalui sambungan telepon.

"Pernah kak, tapi anak-anak nggak ada yang mau ngomong sama bapaknya."

"Terutama Galang, dia bahkan ngelarang aku berhubungan dengan bapaknya," jawab Amel pada saudaranya tersebut yang bermukim di kota Medan.

"Bisa di maklumi, dia anak laki-laki dan sudah cukup mengerti keadaan kedua orang tuanya."

"Meski begitu, kamu jangan bosan selalu ingetin dia."

"Karena bagaimana pun juga, Candra itu tetap bapaknya."

"Tapi jangan terlalu memaksakan, biarkan dia belajar untuk menerima dulu."

"Semakin kamu paksa dia untuk menerima, semakin hatinya menjauh dan tidak menutup kemungkinan dia bisa melupakan bapaknya," nasehat dari sang kakak untuk Amel.

"Iya kak, makasih ya kak untuk semua dukungan dan doanya," ucap Amel sebelum mereka mengakhiri obrolan.

****

Sudah hampir dua bulan Amel menetap di sebuah kota pusat industri, yang letaknya di seberang negara tetangga Malaysia dan Singapore.

Amel membuka dompetnya, hanya ada beberapa lembar uang pecahan seratus ribu tersisa disana.

"Huft...." hembusan nafas Amel.

"Sisa uang tinggal 400 ribu, untuk hidup di kota yang semuanya serba mahal seperti ini, jumlah ini pasti tidak akan cukup," monolog Amel menatap sisa uang di dalam dompetnya itu.

Amel memutar otak, ia berpikir akan menggunakan uang tersebut untuk di jadikan modal berdagang.

"Dengan uang segini, enaknya dagang apa ya?" bisik hati Amel.

Tengah sibuk memikirkan rencana usaha, Galang muncul dari pintu.

"Bunda lagi apa?" tanya Galang seraya mengunyah sesuatu di dalam mulutnya.

"Nggak lagi apa-apa nak," sahut Amel tersenyum.

"Kamu lagi makan apa tuh?" tanya Amel.

"Makan martabak mini, bund," sahut Galang dengan mulut berisi penuh jajanan itu.

"Beli dimana? enak nggak?" tanya Amel lagi.

"Beli di warung depan bund, rasanya enak banget bund, harganya juga cuma 1000 rupiah," jawab Galang panjang lebar.

Amel mengangguk-angguk.

"Bund, minta uang dong mau beli martabak mini lagi," pinta Galang cengengesan.

"Bunda kasih 3000, yang 2000 buat Rury sisanya buat kamu," tukas Amel menyerahkan uang ke tangan Galang.

"Wah, kalau dagang jajanan gitu, mungkin hasilnya lumayan juga ya," monolog Amel.

"Modalnya juga pasti tidak terlalu banyak, sisa uang yang aku pegang sekarang pasti cukup."

Amel sumringah, ia sudah menemukan jalan untuk menambah pemasukannya.

Dengan cepat Amel mencari tau apa saja bahan-bahan untuk membuat martabak mini, tentunya dengan bertukar pendapat terlebih dahulu dengan saudaranya Lastry.

"Kamu harus tetap semangat, tunjukkan sama laki-laki itu kalau kamu bisa," tukas Lastry.

"Semangatku bukan untuk membuktikan apa-apa ke dia, karena dia bukan siapa-siapa lagi."

"Saat ini dan seterusnya, semangatku hanya untuk Galang dan Ruby saja," tutur Amel.

"Aku akan selalu mendukung apa pun keputusanmu," imbuh Lastry menepuk pundak Amel.

"Kapan kamu akan memulai rencanamu untuk berdagang?" tanya Lastry.

"Kalau bisa sih secepatnya, aku khawatir kalau nanti sisa uang yang aku pegang sekarang keburu habis," jawab Amel.

"Kamu sudah punya planning dimana kamu akan menitipkan daganganmu?"

"Sudah, aku juga sudah meminta ijin pada pemilik warung," jawab Amel antusias.

"Oke! aku akan membantumu," ujar Lastry tersenyum bangga.

Semangat Amel yang ingin berjuang untuk kedua anaknya, membuat ia lupa bahwa Candra akan kembali merendahkannya. Candra yang notabene adalah sosok pria yang suka merendahkan profesi orang lain yang ia anggap tidak menjanjikan masa depan. Dengan Amel memilih jalan untuk berjualan martabak mini, tidak menutup kemungkinan akan di jadikan Candra sebagai bahan untuk menghinanya kembali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status