“Aku harus menjauh dari pria yang membuat Tiana menemui ajalnya.”
Anna berdiri, hendak melilitkan sprei untuk menutupi tubuhnya. Namun, rasa sakit di bagian bawah tubuhnya membuat Anna terhuyung. Untung saja dia sempat memegang tepi tempat tidur tepat waktu. Kening wanita itu berkerut. Dia mau tidak mau menggerutu di dalam hatinya, “Bagaimana bisa orang-orang mengatakan malam pertama sangat nikmat? Nyatanya ini menyakitkan!”Setelah beberapa saat, Anna kembali tenang dan berusaha untuk berdiri tegak. Dia menghela napas panjang, "Aku benar-benar sial,” gumamnya. “Ck, baiklah. Tidak ada gunanya menggerutu terus-menerus. Lebih baik aku fokus untuk kabur dulu dari sini. Setelah itu, aku bisa memikirkan langkah selanjutnya!""Apa yang sedang kamu katakan?" Suara dingin Keith terdengar ketika dia keluar dari kamar mandi. Tubuh Anna menegang. Tanpa sadar, dia memalingkan muka lalu memundurkan tubuhnya hingga menabrak dinding. Secara teknis, Keith memang suami Tiana, dan dia adalah Tiana. Tapi perilaku Keith sebelumnya membuat Anna trauma.Keith melihat gerakan sang istri yang jelas-jelas menolaknya. Ia makin merasa tidak senang. Pria itu membuang muka, tetapi tatapannya tanpa sadar jatuh ke atas tempat tidur. "I-ini …." Keith membeku. Kilatan keterkejutan muncul di kedua matanya saat melihat ada bercak darah di atas tempat tidur. Tatapannya kemudian beralih pada Anna yang masih membuang muka."Apakah dia masih perawan?" pikir Keith. Dahinya berkerut. “Ia telah menjalin hubungan dengan mantan pacarnya selama dua tahun dan bahkan keluarganya sendiri mengatakan Tiana sempat hamil dan keguguran. Bagaimana mungkin ada bercak darah di sana?”Anna menoleh ke arah Keith. Tentu saja wanita itu tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh suami Tiana. Karenanya, dia hanya berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri tanpa mengatakan apa pun.Di dalam kamar mandi, Anna menggosok seluruh tubuhnya dengan kasar, berharap rasa sakit akan kembali membangunkannya ke dunia nyata. Namun, bahkan kulitnya hingga memerah, Anna tetap berada di ruang kamar mandi kediaman Wilson.Jemari Anna sudah berkerut saat ia memutuskan untuk keluar, akhirnya pasrah pada hidupnya. Otaknya buntu memikirkan jalan keluar dari perkembangan tidak terduga ini.Untungnya, saat Anna mengintip ke dalam kamar, ia tidak menemukan Keith di dalamnya."Aku pasti akan kerepotan menghadapinya," desah Anna, merasa lega sekaligus berdebar karena ia masih terbayang ketakutan akan peristiwa tadi.Oleh karena itu, buru-buru Anna menuju tempat tidur yang telah dibersihkan, tampak rapi dengan sprei baru dan memejamkan matanya rapat-rapat.“Semoga pria dingin itu tidak akan kembali ke kamar malam ini."Wanita itu membatin.Namun, harapannya tidak terkabul karena Keith masuk ke kamar dan menghampiri Anna tidak lama kemudian.Pria itu memicingkan matanya saat melihat sosok Anna yang telah terpejam. "Mari kita lihat trik apalagi yang akan kamu mainkan besok, Tiana," ucapnya.Setelah itu, Keith berbalik lalu berjalan keluar kamar.Beberapa saat dalam kesunyian setelah pintu ditutup, Anna membuka kedua matanya.“Aku harus segera pergi dari sini!”***"Tuan! Tuan! Gawat!" Sesosok wanita berusia sekitar 50 tahun menuruni tangga dengan tergesa-gesa.Keith kesal mendengar suara panik kepala pelayan di rumahnya yang ia tugaskan untuk mengawasi Tiana di rumah tersebut. Ia menghela napas berat dan akhirnya bertanya, “Apakah Tiana berulah lagi?” Rose menelan ludah. "Nyo-Nyonya Tiana–beliau … beliau kabur, Tuan!" jawabnya terbata."Apa?!" Keith meraung marah ketika mendengar perkataan Rose. Dia berdiri dari tempatnya dan berlari menuju kamar dengan tergesa-gesa.Pria itu sangat marah. Ternyata dia terlalu meremehkan Tiana. Selama ini, Keith menduga Tiana hanya akan berusaha memprovokasinya. Dia sama sekali tidak berpikir Tiana akan berani melarikan diri.Matanya menyala marah ketika melihat tidak ada siapa pun di atas tempat tidur. Dengan tergesa, Keith berjalan menuju tempat tidur dan memegangnya. "Sudah dingin,” gumamnya. “Dia sudah lama pergi."Keith menatap Rose yang berdiri di depan pintu dengan wajah cemas. Dia segera memerintah wanita itu, "Suruh Zack untuk memeriksa setiap sudut kediaman Wilson dan CCTV!""Baik, Tuan!" jawab Rose.Keith melihat ke sekeliling kamarnya, mencari jejak-jejak atau petunjuk mengenai istrinya. Mata cokelatnya jatuh pada selembar kertas di atas meja. Segera, pria itu membuka lipatan kertas tersebut dan membaca tulisan Tiana yang ia kenal.[Keith, maaf. Aku mengambil uang tunai yang ada di dalam penyimpanan. Suatu saat, pasti akan kukembalikan. Aku janji. Tiana.]Keith meremas dan membuang surat itu ke lantai dengan kesal. Dia mengacak-acak rambutnya karena merasa frustrasi, "Sial! Bagaimana bisa dia lepas dari genggamanku?!"Ada kemarahan dalam suaranya. Juga perasaan tidak berdaya, sekaligus … penyesalan."Tuan!" Tiba-tiba Zack masuk dengan tergesa-gesa. Keith menoleh dan menatapnya asistennya tersebut. "Katakan!" balasnya.Zack terkesiap ketika melihat tatapan penuh kemarahan dari Keith. Selama ini, Keith dikenal sebagai manusia tanpa ekspresi. Dia sangat jarang menunjukkan emosinya. Bahkan, bila perusahaannya menghadapi masalah, dia selalu menghadapinya dengan tenang."Gawat! Nyonya Tiana benar-benar membangunkan singa yang tertidur!" keluh Zack di dalam hatinya. Namun, setelahnya, dia segera melaporkan hasil pemeriksaan. "Tuan Wilson, aku sudah memeriksa CCTV. Nyonya Tiana keluar dari rumah pukul 3 dini hari melalui pintu belakang. Beliau tidak membawa banyak barang dan kami tengah melacak rute yang mungkin dilalui oleh Nyonya.”Seluruh tubuh Keith langsung menegang ketika mendengar penjelasan Zack. Istrinya memilih waktu saat pergantian penjaga. Seakan … Tiana tahu dengan pasti mengenai hal tersebut.Di sisi lain, Zack menundukkan kepalanya. Dia tidak berani mengatakan apa pun lagi."Bagaimana mereka menjaga rumah ini? Mereka bahkan tidak menyadari seseorang keluar masuk rumah ini!" Seruan dingin Keith membuat bulu kuduk Zack merinding. Keith lalu menambahkan, "Panggil semua tim keamanan ke sini sekarang juga!""Baik, Tuan!" jawab Zack."Bagaimanapun caranya, kalian harus berhasil membawanya pulang ke rumah ini!" perintah Keith. Tangannya mengepal. “Jika kalian gagal, kupastikan akan memberikan imbalan sepadan untuk kalian semua.”***“Ugh ....”Anna menggeliat pelan di dalam bus. Wanita itu merogoh sakunya untuk mengeluarkan telepon seluler. Pukul 12 siang.“Pantas saja badanku pegal,” gumamnya.Anna tiba di terminal bus sekitar pukul 4 pagi. Setelah hampir satu jam mencari dan memeriksa peta negara Patriam, dia akhirnya memutuskan untuk pergi ke sebuah kota kecil bernama Kota Oaktree. Sebenarnya, Oaktree tidak bisa dikatakan sebuah kota karena tidak memiliki banyak penduduk serta tidak menarik perhatian.Sayangnya, Oaktree sangat jauh. Anna harus menaiki bus sebanyak 2 kali, berganti ke kereta, dan menempuh perjalanan sekitar 15 jam.“Beberapa jam lagi,” gumam Anna saat bus berhenti di halte Stasiun Kota Alley. Ia berdiri dan merenggangkan tubuhnya sebelum mengantre untuk keluar dari bus.Namun, tiba-tiba–"Semuanya tolong keluar satu per satu dengan rapi dari bus! Kami akan melakukan pemeriksaan!" Suara seorang pria yang tegas terdengar dari luar bus.Seketika, suara-suara protes terdengar dari dalam bus."Mengapa kalian harus melakukan pemeriksaan?""Pemeriksaan? Apa yang kalian cari?""Apakah kalian mempunyai surat perintah pemeriksaan?""Seorang wanita muda kabur dari rumah keluarganya. Kami harus memeriksa seluruh penumpang bus!" jawab pria itu dari luar.Wajah Anna memucat seketika, matanya membola. Dia bergumam pelan, "Sial! Apakah mereka sedang mencariku? Apa yang harus aku lakukan sekarang?""Ah, apakah aku akan tertangkap sekarang?" desah Anna seraya melihat sekelilingnya dengan panik. Perjuangannya selama berjam-jam kini terasa amat singkat dan tidak berguna.Jika ia tertangkap sekarang dan kembali ke hadapan Keith, pria itu pasti akan melakukan hal mengerikan padanya. Dan Anna akan kesulitan untuk pergi lagi, ia yakin.Mungkin, ia tidak akan berdaya sembari menyongsong kematian Tiana.Orang-orang turun satu per satu sementara Anna masih berdiri mematung di tempatnya. Dia menutupi kepalanya dengan tudung jaketnya dan memakai maskernya.“Ah!” Anna refleks mengaduh saat seseorang menyenggolnya. Ia nyaris terjatuh jika saja orang itu tidak menangkapnya.“Maaf, Nona.”Anna melihat seorang lelaki muda yang baru saja menyenggol tubuhnya. Laki-laki itu bertubuh tinggi atletis. Rambut pirangnya lurus sebahu. Mata biru mudanya menyala terang, dan wajahnya terlihat ramah. Secara keseluruhan, laki-laki ini cukup tampan.Tiba-tiba Anna mendapatkan sebuah ide.“Anda baik-baik saja
"Tidak, tidak! Aku tidak mungkin hamil! Kami hanya melakukannya sekali, tidak mungkin akan semudah itu, bukan?" sangkal Anna di dalam hatinya.Anna keluar dari kamar mandi dan membuang sisa sereal di atas meja. Dia sama sekali tidak bisa makan lagi. Kemudian, ia menyambar tas selempangnya dan berjalan keluar dari pintu menuju tempat bekerjanya.Lonceng yang tergantung di atas pintu Toko Roti Delicious berbunyi ketika Anna membuka pintu. Wangi roti yang segar memenuhi ruangan, menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Anna, membuat perutnya sedikit bergejolak tanpa sadar.Ben yang sedang menata roti di dalam etalase menoleh ketika mendengar seseorang membuka pintu. Wajahnya seketika berubah cerah ketika melihat siapa yang datang, “Anna!”"Selamat pagi," sapa Anna seraya berjalan menuju loker di belakang kasir.“Apakah Anna sudah datang?” Seorang wanita paruh baya melihat keluar melalui pintu dapur.“Selamat pagi, Nyonya Thompson!” Anna menyapa Serena Thompson, ibu Benjamin, yang juga m
Tiga tahun kemudian ....“Tuan Wilson! Ada kabar baik!” Zack memasuki ruang kerja Keith dengan tergesa-gesa. Dia bahkan tidak mengetuk pintunya dan masuk begitu saja.Keith yang sedang sibuk membaca berkas-berkas di atas meja mendongakkan kepala untuk melihat ke arah orang kepercayaannya itu. Keningnya mengernyit dan dia terlihat kesal. “Begitu penting hingga kamu melupakan sopan santunmu?”Melihat tatapan tidak senang Keith, Zack akhirnya mencoba mengendalikan diri. “Tuan Wilson, maafkan aku. Tapi aku memiliki hal yang sangat penting untuk aku laporkan kepadamu.”“Hal penting?” Keith mengangkat kedua alisnya, menyandarkan punggungnya ke kursi dan menatap Zack dengan tatapan tajam. “Apakah kamu menemukannya?”“Ya!” jawab Zack penuh semangat.Raut wajah Keith menegang sesaat, tetapi kembali santai di detik berikutnya. Dia bertanya kepada Zack dengan nada dingin, “Katakan di mana dia sekarang.”“Nyonya berada di sebuah kota kecil bernama Oaktree. Beliau menyewa rumah kecil dan bekerj
“Pulang?” Alis Anna mengernyit ketika mendengar kata “pulang”. Dia sama sekali tidak menyembunyikan penolakan di wajahnya. “Siapa yang mau pulang denganmu?”Raut wajah Keith tidak kalah sengit. Dia menatap Anna dengan tajam, seolah-olah ribuan pisau sedang tertuju pada wanita di depannya itu.Anna menelan ludahnya dengan susah payah, memberanikan diri untuk menentang Keith, “Kenapa aku harus ikut pulang denganmu? Aku memiliki kehidupanku sendiri di sini dan kamu tidak bisa mengaturku!”“Tiana.” Keith sedikit memiringkan kepalanya saat memanggil nama Tiana. Kata-kata yang diucapkannya penuh dengan penekanan. “Apakah kamu tahu statusmu? Kamu adalah Nyonya Wilson. Istriku.” “Lagi pula,” lanjut Keith. “Anak itu … adalah putraku, bukan?”Anna menarik napasnya dalam-dalam, berusaha membuat dirinya setenang mungkin. Entah sudah berapa kali dia membayangkan adegan ketika Keith berdiri di depan pintu rumahnya seperti saat ini. Anna pikir dirinya bisa tenang. Namun nyatanya, dia hanya mengh
“Tiana?” Keith kembali memanggil Anna, namun wanita itu sama sekali tidak bereaksi.Di sisi lain, Anna masih tenggelam dalam pikirannya. Dia menimbang-nimbang apa yang harus dia lakukan.Selama 3 tahun hidup di dalam dunia novel ini, dia tidak pernah bisa menemukan cara untuk kembali ke dunianya. Bahkan dia tidak kembali ketika pingsan setelah melahirkan. Pada akhirnya, Anna hanya bisa memaksakan diri untuk menerima kondisinya.Kematian Tiana seharusnya terjadi setelah 1 tahun dia memasuki novel. Tapi, meskipun itu sudah terlewat, bukan berarti Anna tidak benar-benar akan mati, bukan? Keith bisa menemukannya, bagaimana kalau keluarganya bisa menemukannya juga?Keith terdiam. Memberikan waktu kepada istrinya untuk berpikir. Dia bahkan bisa melihat wajah tertekan istrinya.Setelah beberapa saat, Anna akhirnya mengambil sebuah keputusan bulat. Dia mendongakkan kepalanya, menatap wajah Keith dan berkata dengan tegas, “Archer memang anakmu. Baiklah, kami akan ikut pulang denganmu.”Keith
“Wah, Mama, lihat! Ada sapi!” seru Archer penuh semangat. Suara celotehan Archer dan jawaban Anna terdengar sepanjang jalan, Zack dan Keith duduk di kursi depan, sedangkan Anna dan Archer menempati kursi belakang. Anna sesekali melirik ke arah kaca spion tengah dan bertatapan dengan sepasang mata yang menatapnya dengan tajam. Anna hanya melemparkan senyum tipis, lalu kembali memalingkan wajahnya dan bercanda dengan Archer.Zack sebenarnya merasa sedikit bingung dengan tingkah laku tuannya. Dia menginginkan istri dan anaknya pulang bersamanya, namun dia sama sekali tidak terlihat bahagia.“Ah, sepertinya hari-hari Nyonya akan sulit,” desah Zack di dalam hatinya.Hanya dalam satu jam perjalanan, Archer sudah tidur di pangkuan Anna. Anna menatap lembut dan membelai rambut anaknya. Semua gerak-geriknya tidak lepas dari perhatian Keith.“Apakah kamu tidak ingin menanyakan tentang keadaan keluargamu?” tanya Keith tiba-tiba.Anna tertegun dan gerakan tangannya berhenti sejenak di udara. Sete
“Tiana!” Nada suara Keith semakin berat, seolah-olah menuntut Anna untuk mematuhinya.Anna mencondongkan tubuhnya ke depan, mendekati telinga Keith lalu berbisik pelan, “bisakah kamu berbicara dan bersikap lebih lembut kepada kami? Kalau kamu setuju, aku akan memberitahu Archer untuk memanggilmu ‘Papa’.”Wajah Keith sudah sehitam dasar panci. Dia tidak menduga Anna akan berani mengajukan permintaan kepadanya. Dia menggertakkan gigi dan bertanya dengan suara rendah, “apakah kamu sedang mempermainkanku?”“Mengapa? Bukankah kamu menjemput kami untuk memperbaiki hubungan kita?” bisik Anna berterus terang.“Dalam mimpimu!” dengus Keith dingin.“Lalu, mengapa kamu terus mencariku dan mengajakku pulang?” celetuk Anna kesal. Dia tidak tahu mengapa laki-laki ini sangat sulit untuk dibujuk.Keith terdiam, sama sekali tidak terlihat berniat menjawab pertanyaan Anna.“Baiklah, kalau begitu silahkan menikmati panggilan ‘Paman’,” desah Anna seraya menyandarkan tubuhnya kembali ke kursi mobil. Kei
Keith menghembuskan nafas berat, setelah itu dia memerintahkan Zack, “bawa Archer ke dalam kamarnya.”“Baik, Tuan,” jawab Zack patuh. Dia tidak berani menunda lagi dan bergegas menggandeng Archer, membawanya masuk ke dalam rumah.Keith menatap Anna, lalu berkata dengan nada tidak senang, “ini semua salahmu.”“Hei, daripada menyalahkanku, bagaimana kalau kita memikirkan solusinya?” celetuk Anna seraya berjalan mendekat.Keith menatap Anna dengan waspada, “solusi? Solusi apa?”“Bagaimana kalau begini. Setiap kali ada Archer, kamu berpura-puralah bersikap lembut kepadaku. Kita tunjukan kepadanya kalau hubungan kita baik-baik saja. Aku yakin dia akan mulai membuka hatinya kepadamu,” saran Anna.“Tidak. Aku bisa membuatnya menyukaiku tanpa bantuanmu,” tolak Keith seraya berjalan pergi meninggalkan Anna.Anna menggeleng pelan dan berkata di dalam hatinya, “Keith benar-benar keras kepala.” Setelah itu, dia berlari mengikuti Keith masuk ke dalam rumah.Anna melihat sekeliling ketika memasuki