Share

BAB 2 Melarikan Diri

“Aku harus menjauh dari pria yang membuat Tiana menemui ajalnya.”

Anna berdiri, hendak melilitkan sprei untuk menutupi tubuhnya. 

Namun, rasa sakit di bagian bawah tubuhnya membuat Anna terhuyung. 

Untung saja dia sempat memegang tepi tempat tidur tepat waktu. Kening wanita itu berkerut. Dia mau tidak mau menggerutu di dalam hatinya, “Bagaimana bisa orang-orang mengatakan malam pertama sangat nikmat? Nyatanya ini menyakitkan!”

Setelah beberapa saat, Anna kembali tenang dan berusaha untuk berdiri tegak. Dia menghela napas panjang, 

"Aku benar-benar sial,” gumamnya. “Ck, baiklah. Tidak ada gunanya menggerutu terus-menerus. Lebih baik aku fokus untuk kabur dulu dari sini. Setelah itu, aku bisa memikirkan langkah selanjutnya!"

"Apa yang sedang kamu katakan?" Suara dingin Keith terdengar ketika dia keluar dari kamar mandi. 

Tubuh Anna menegang. Tanpa sadar, dia memalingkan muka lalu memundurkan tubuhnya hingga menabrak dinding. 

Secara teknis, Keith memang suami Tiana, dan dia adalah Tiana. Tapi perilaku Keith sebelumnya membuat Anna trauma.

Keith melihat gerakan sang istri yang jelas-jelas menolaknya. Ia makin merasa tidak senang. 

Pria itu membuang muka, tetapi tatapannya tanpa sadar jatuh ke atas tempat tidur. 

"I-ini …." 

Keith membeku. Kilatan keterkejutan muncul di kedua matanya saat melihat ada bercak darah di atas tempat tidur. Tatapannya kemudian beralih pada Anna yang masih membuang muka.

"Apakah dia masih perawan?" pikir Keith. Dahinya berkerut. “Ia telah menjalin hubungan dengan mantan pacarnya selama dua tahun dan bahkan keluarganya sendiri mengatakan Tiana sempat hamil dan keguguran. Bagaimana mungkin ada bercak darah di sana?”

Anna menoleh ke arah Keith. Tentu saja wanita itu tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh suami Tiana. Karenanya, dia hanya berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri tanpa mengatakan apa pun.

Di dalam kamar mandi, Anna menggosok seluruh tubuhnya dengan kasar, berharap rasa sakit akan kembali membangunkannya ke dunia nyata. 

Namun, bahkan kulitnya hingga memerah, Anna tetap berada di ruang kamar mandi kediaman Wilson.

Jemari Anna sudah berkerut saat ia memutuskan untuk keluar, akhirnya pasrah pada hidupnya. Otaknya buntu memikirkan jalan keluar dari perkembangan tidak terduga ini.

Untungnya, saat Anna mengintip ke dalam kamar, ia tidak menemukan Keith di dalamnya.

"Aku pasti akan kerepotan menghadapinya," desah Anna, merasa lega sekaligus berdebar karena ia masih terbayang ketakutan akan peristiwa tadi.

Oleh karena itu, buru-buru Anna menuju tempat tidur yang telah dibersihkan, tampak rapi dengan sprei baru dan memejamkan matanya rapat-rapat.

“Semoga pria dingin itu tidak akan kembali ke kamar malam ini."

Wanita itu membatin.

Namun, harapannya tidak terkabul karena Keith masuk ke kamar dan menghampiri Anna tidak lama kemudian.

Pria itu memicingkan matanya saat melihat sosok Anna yang telah terpejam. "Mari kita lihat trik apalagi yang akan kamu mainkan besok, Tiana," ucapnya.

Setelah itu, Keith berbalik lalu berjalan keluar kamar.

Beberapa saat dalam kesunyian setelah pintu ditutup, Anna membuka kedua matanya.

“Aku harus segera pergi dari sini!”

***

"Tuan! Tuan! Gawat!" Sesosok wanita berusia sekitar 50 tahun menuruni tangga dengan tergesa-gesa.

Keith kesal mendengar suara panik kepala pelayan di rumahnya yang ia tugaskan untuk mengawasi Tiana di rumah tersebut. Ia menghela napas berat dan akhirnya bertanya, “Apakah Tiana berulah lagi?” 

Rose menelan ludah. "Nyo-Nyonya Tiana–beliau … beliau kabur, Tuan!" jawabnya terbata.

"Apa?!" Keith meraung marah ketika mendengar perkataan Rose. Dia berdiri dari tempatnya dan berlari menuju kamar dengan tergesa-gesa.

Pria itu sangat marah. Ternyata dia terlalu meremehkan Tiana. 

Selama ini, Keith menduga Tiana hanya akan berusaha memprovokasinya. Dia sama sekali tidak berpikir Tiana akan berani melarikan diri.

Matanya menyala marah ketika melihat tidak ada siapa pun di atas tempat tidur. Dengan tergesa, Keith berjalan menuju tempat tidur dan memegangnya. 

"Sudah dingin,” gumamnya. “Dia sudah lama pergi."

Keith menatap Rose yang berdiri di depan pintu dengan wajah cemas. Dia segera memerintah wanita itu, "Suruh Zack untuk memeriksa setiap sudut kediaman Wilson dan CCTV!"

"Baik, Tuan!" jawab Rose.

Keith melihat ke sekeliling kamarnya, mencari jejak-jejak atau petunjuk mengenai istrinya. 

Mata cokelatnya jatuh pada selembar kertas di atas meja. Segera, pria itu membuka lipatan kertas tersebut dan membaca tulisan Tiana yang ia kenal.

[Keith, maaf. Aku mengambil uang tunai yang ada di dalam penyimpanan. Suatu saat, pasti akan kukembalikan. Aku janji. Tiana.]

Keith meremas dan membuang surat itu ke lantai dengan kesal. Dia mengacak-acak rambutnya karena merasa frustrasi, 

"Sial! Bagaimana bisa dia lepas dari genggamanku?!"

Ada kemarahan dalam suaranya. Juga perasaan tidak berdaya, sekaligus … penyesalan.

"Tuan!" Tiba-tiba Zack masuk dengan tergesa-gesa. 

Keith menoleh dan menatapnya asistennya tersebut. "Katakan!" balasnya.

Zack terkesiap ketika melihat tatapan penuh kemarahan dari Keith. 

Selama ini, Keith dikenal sebagai manusia tanpa ekspresi. Dia sangat jarang menunjukkan emosinya. Bahkan, bila perusahaannya menghadapi masalah, dia selalu menghadapinya dengan tenang.

"Gawat! Nyonya Tiana benar-benar membangunkan singa yang tertidur!" keluh Zack di dalam hatinya. 

Namun, setelahnya, dia segera melaporkan hasil pemeriksaan. 

"Tuan Wilson, aku sudah memeriksa CCTV. Nyonya Tiana keluar dari rumah pukul 3 dini hari melalui pintu belakang. Beliau tidak membawa banyak barang dan kami tengah melacak rute yang mungkin dilalui oleh Nyonya.”

Seluruh tubuh Keith langsung menegang ketika mendengar penjelasan Zack. Istrinya memilih waktu saat pergantian penjaga. Seakan … Tiana tahu dengan pasti mengenai hal tersebut.

Di sisi lain, Zack menundukkan kepalanya. Dia tidak berani mengatakan apa pun lagi.

"Bagaimana mereka menjaga rumah ini? Mereka bahkan tidak menyadari seseorang keluar masuk rumah ini!" 

Seruan dingin Keith membuat bulu kuduk Zack merinding. 

Keith lalu menambahkan, "Panggil semua tim keamanan ke sini sekarang juga!"

"Baik, Tuan!" jawab Zack.

"Bagaimanapun caranya, kalian harus berhasil membawanya pulang ke rumah ini!" perintah Keith. Tangannya mengepal. “Jika kalian gagal, kupastikan akan memberikan imbalan sepadan untuk kalian semua.”

***

“Ugh ....”

Anna menggeliat pelan di dalam bus. Wanita itu merogoh sakunya untuk mengeluarkan telepon seluler. 

Pukul 12 siang.

“Pantas saja badanku pegal,” gumamnya.

Anna tiba di terminal bus sekitar pukul 4 pagi. Setelah hampir satu jam mencari dan memeriksa peta negara Patriam, dia akhirnya memutuskan untuk pergi ke sebuah kota kecil bernama Kota Oaktree. 

Sebenarnya, Oaktree tidak bisa dikatakan sebuah kota karena tidak memiliki banyak penduduk serta tidak menarik perhatian.

Sayangnya, Oaktree sangat jauh. Anna harus menaiki bus sebanyak 2 kali, berganti ke kereta, dan menempuh perjalanan sekitar 15 jam.

“Beberapa jam lagi,” gumam Anna saat bus berhenti di halte Stasiun Kota Alley. 

Ia berdiri dan merenggangkan tubuhnya sebelum mengantre untuk keluar dari bus.

Namun, tiba-tiba–

"Semuanya tolong keluar satu per satu dengan rapi dari bus! Kami akan melakukan pemeriksaan!" Suara seorang pria yang tegas terdengar dari luar bus.

Seketika, suara-suara protes terdengar dari dalam bus.

"Mengapa kalian harus melakukan pemeriksaan?"

"Pemeriksaan? Apa yang kalian cari?"

"Apakah kalian mempunyai surat perintah pemeriksaan?"

"Seorang wanita muda kabur dari rumah keluarganya. Kami harus memeriksa seluruh penumpang bus!" jawab pria itu dari luar.

Wajah Anna memucat seketika, matanya membola. Dia bergumam pelan, "Sial! Apakah mereka sedang mencariku? Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status