Airina terdiam. Dia jelas menyadari itu. Namun, Airina menahan diri dengan terus mengulas senyum.
Hanya saja, mengapa Arsen terus menggenggam tangan Airina?Airina berusaha tenang dan tidak memedulikan banyak orang yang menatap aneh ke arahnya.Tak lama, mereka pun tiba di sebuah ruangan.Ada seorang laki-laki paruh baya itu duduk membelakangi pintu.“Selamat pagi, Ayah,” sapa Arsen akhirnya.Setelahnya, laki-laki itu membalikkan kursinya, menghadap Arsen yang baru saja datang dengan seorang wanita.Hanya saja, matanya menyelidik Airina dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Siapa dia, Arsen?” tanya Yohan dengan tatapan aneh.“Dia wanita yang akan menikah denganku besok, Ayah. Aku datang ke mari hanya meminta restu dan meminta dukungan ayah dan ibu datang,” jelas Arsen dengan tegas.Mendengar itu, raut wajah Yohan terlihat sangat murka. Tangan kanannya sampai mengepal di atas meja. Namun, dia berusaha mengendalikan ekspresinya.“Jika demikian, ayah akan adakan makan malam dadakan dengan keluarga Jorge Dassault untuk membahas pembatalan perjodohan bisnis,” jelas Yohan, “kamu harus meminta maaf secara langsung padanya.”Jantung Airina kini berdetak lebih kencang.Entah mengapa, dia tak yakin itu akan menjadi perkara mudah.Seolah menyadari kekhawatirannya, Arsen tiba-tiba memegang tangannya erat.“Terima kasih, Ayah.”Arsen menundukkan kepalanya yang jelas diikuti oleh Airina.Keduanya lalu keluar ruangan dengan keringat dingin.Airina masih tidak percaya jika besok adalah hari pernikahannya dengan Arsen benar-benar dadakan seperti tahu bulat!“Arsen, apakah besok itu tidak terlalu cepat?” tanya Airina pada akhirnya.Arsen hanya menolehkan kepalanya sedikit, menatap lekat wajah Airina dengan senyum yang masih tersungging.“Tentu tidak. Menikah denganmu memang harus dadakan. Kalau tidak, kamu akan kabur, Airina,” ledek Arsen membuat Airina memukul lengan pria itu.Arsen sontak merintih kesakitan. Kekuatan wanita bar-bar satu ini memang seperti pria.Tingkah aneh keduanya jelas menjadi perhatian para penghuni rumah.Aron, sopir pribadi Arsen bahkan terlihat panik. “Apakah Tuan Muda baik-baik saja?” tanyanya.Mendengar itu, Arsen segera mengendalikan diri.Diberikannya isyarat tangan bahwa dia baik-baik saja.Sementara itu, Airina masih menatap nyalang ke arah Arsen yang tiba-tiba tersenyum padanya.“Urusan keluargaku aman. Sekarang, aku akan mengutarakan niat baik ini ke ibumu. Jadi, mohon kerjasamanya, Airina,” tutur pria itu.‘Mengutarakan niat baik?’ batin Airina panik.Wanita itu seketika teringat bahwa Arsen belum tahu sang ibu memiliki penyakit. Ia juga tidak ingin lelaki ini tahu dan mengasihaninya.Tapi, dia tak punya pilihan.Cepat atau lambat ibunya perlu tahu.Pernikahan keduanya toh tak bisa disembunyikan, kan?Jadi, beberapa hari setelahnya, di sinilah Airina.Sejak pagi, perempuan itu sudah dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading yang menjuntai ke lantai kantor walikota Macherie.
Airina masih tak percaya pernikahannya diadakan secepat ini. Ibu dan adiknya bahkan menerima keputusannya.Secara negara, keduanya telah menjadi sepasang suami istri.‘Tuhan, aku benar-benar sudah menikah dengan laki-laki ini,’ batin Airina yang melihat Arsen tersenyum lebar.“Selamat atas pernikahannya, Nak,” ucap Yohan tiba-tiba lalu menjabat tangan Arsen.“Terima kasih banyak, Ayah,” balas sepasang pengantin itu.Hanya saja, ayah Arsen itu mengangguk singkat saja.Untung, Airina tak ambil pusing.Tak lama, acara resepsi pernikahan pun dilanjutkan di sebuah restoran mewah yang sengaja dibooking oleh Yohan Pinault.Airina dan Arsen kini menjadi pusat perhatian semua anggota keluarga. Mereka sudah berganti pakaian yang lebih sederhana, tetapi tetap elegan.Acara demi acara pun terlewati, hingga keduanya tiba-tiba dipanggil ke panggung utama untuk berdansa.Airina yang sangat kaku hanya mengikuti gerakan Arsen, tangan kanannya kini bertengger di pundak Arsen.Mata yang saling bertatapan dan Airina menyadari pria yang menjadi suami kontraknya itu sangat tampan.“Aaa!” teriak Airina saat kakinya hampir terpeleset.Untungnya, tangan Arsen yang sangat sigap menopang tubuh Airina.Sepasang mata itu pun bertemu.Deg!Detak jantung Airina sontak menjadi tidak beraturan.
Beberapa kali Airina mengerjapkan mata, tetapi Arsen juga tetap menatapnya?“Hati-hati dan fokus!” bisik Arsen di telinga Airina yang membuat pipi Airina memerah.Bahkan, sampai acara pernikahan itu selesai!Untungnya, Airina dapat mengendalikan diri, bahkan ketika dalam perjalanan kembali dari restoran.
****
“Selamat datang di apartemen kita,” ucap Arsen pada begitu keduanya tiba di apartemen.
Airina sontak tersenyum kala Arsen masuk lebih dulu ke kamar untuk mengganti pakaian.
Dia mengamati interior apartemen yang terkesan maskulian.
'Apa aku bisa menaruh bunga di sana, ya?' batin Ariana tanpa sadar. Namun, wanita itu segera menggeleng. Dia mencoba mengingatkan dirinya hanyalah istri kontrak Arsen.
Jadi, Airina tak punya hak untuk itu, kan?
Ting!
Bel apartemen berbunyi--menyadarkan Airina dari lamunan.
Wanita itu pun bergegas menuju pintu.
Hanya saja, Airina terkejut kala menemukan Gemma, mantan tunangan Arsen berada di depan unit apartemen.
Bau alkohol tercium jelas dari dirinya membuat Airina mengernyit. Gemma dalam keadaan mabuk parah!Belum sempat Airina berbicara, Gemma mendadak memegang pundaknya. “Wah! Apakah kau pelacur yang baru saja dinikahi seorang Arsen?!” teriaknya murka.Airina mengerutkan kening. “Maaf, Nona. Siapa yang Anda maksud pelacur itu?” balasnya kesal. Seketika Gamma menarik tubuh Airina. Tangannya bahkan menarik rambut Airina dengan kuat. “Bodoh, pelacur itu kau!” tunjuk Gemma pada Airina, “perebut tunangan orang sama saja dengan pelacur murahan! Dengan penampilanmu yang seperti gelandangan, Arsen pasti tak tertarik denganmu jika kamu tidak melemparkan tubuhmu, kan?!” “Hei, wanita murahan!" tambahnya lagi, "akan kupastikan kau menjauh dari sisi Arsen karena--" "Arrgh," pekik Airina menahan sakit. Namun, baru saja ia ingin membalas, Arsen tiba-tiba datang. "Gemma, hentikan!” teriaknya. Kedatangan Arsen sontak membuat Gemma melepaskan cengkramannya dari rambut Airina. Secepat kilat, wajah Gemma berubah sangat memelas dan seolah sangat tidak berdosa. “Darl, pelacurmu itu yang memulai dulu, A-aku hanya memberinya pelajaran,” jelas Gemma dengan suara yang dibuat-buat. ‘Huek,’ gumam Airina dalam hati. Rasanya, dia ingin membalas jambaka
"Hah?" beo Airina tanpa sadar.Belum sempat memproses maksud ucapan tersebut, Arsen sudah kembali berbicara, "Tak usah dipikirkan. Yang jelas, lakukan perintahku sebelum aku berubah pikiran, Nona Airina.”Pria itu pun duduk di hadapan Airina sambil bersedekap dada. Matanya intens melihat wanita dengan rambut yang tergerai.Hanya saja, Airina fokus pada berkas yang ia berikan.Begitu selesai, Airina tiba-tiba mendongak.Dua pasang mata itu kembali bertemu tanpa sengaja.“Su-sudah.” Gemetar tangan Airina menyerahkan selembar kertas pada Arsen yang entah mengapa seperti ingin ... melahapnya?“Hanya ini?” tanya Arsen sembari menyunggingkan senyumnya sebelah.Airina sempat mengerutkan kening sebelum mengangguk. “Ya, aku hanya ingin meminta dukungan biaya untuk merintis bisnis bridal,” yakinnya.Pria itu lantas mengangguk. “Jika hanya itu biar aku atur, kembalilah ke kamarmu!” titahnya.“Terima kasih, Arsen.”Setelah berkata demikian, Airina bangun dari duduknya.Hanya saja, langkahnya terh
Mendengar itu, Airina menaikkan sebelah alisnya. “Ada urusan apa Anda di sini, Nona Gemma?” tanyanya singkat."Urusanku?" Tiba-tiba saja, Gemma berlari masuk ke ruangan Monsieur Pinault. Tangannya menarik Arsen dalam pelukannya. Siapapun yang melihat pasti menyadari bahwa pria itu sangat tak suka dengan kelakuan Gemma. Namun, wanita itu tak peduli dan justru berkata, "Aku ingin mengambil priaku."Mata Arsen membelalak. Dia membiarkan Gemma karena hubungan baik antarkeluarga mereka.Tapi, sepertinya wanita itu malah menjadi-jadi. Didorongnya Gemma agar menjauh darinya. “Apa yang kau lakukan, hah?!” bentak Arsen keras, "kau ingin kerjasama keluargamu diputus?" Alih-alih takut atas ancaman itu, Gemma malah semakin erat memeluk Arsen. “Jangan pura-pura tak suka, Darl. Apa kau membentakku agar jalang lusuh dan menjijikan itu tak marah padamu?” "Hei, pergilah! Arsen tak benar-benar menyukaimu," makinya pada Airina. Mendengar itu, Airina hanya tersenyum. Namun, itu justru membangkitk
Seorang pria baruh baya tampak berdiri dan menunduk hormat begitu Arsen dan Airina tiab di hadapannya.“Silakan duduk!” ucap Arsen pada tamunya itu.“Terima kasih, Tuan.”Setelahnya, Arsen membicarakan tentang konsep dekorasi ulang apartemen. Airina sebenarnya mendengarkan hal tersebut. Sesekali, ia ingin menimpali. Tapi, ia tersadar, apa haknya atas apartemen Arsen?Jadi, Airina memutuskan menatap sekeliling interior ruangan Arsen. Cukup lama percakapan itu terjadi, Airina pun teringat butiknya. “Arsen, maaf aku harus kembali ke butik,” bisiknya lirih.Arsen sontak menatap wanita itu, lalu mengangguk pelan. Melihat itu, Airina beranjak meninggalkan ruang tamu. Hanya saja, ia tak menyadari kakinya akan tersandung kaki kanan Arsen, hingga membuatnya hampir.Untungnya, Arsen berhasil merengkuh Airina dan mendudukkannya di atas paha pria itu. Deg!Degup jantung keduanya menjaadi tidak beraturan. Keduanya saling menatap intens.“Ekhm!” Pria paruh baya itu berdeham menyadarkan kedua
"Musuh?" ulang Ariana Ia sontak teringat mantan kekasih dan sahabatnya, Namun, ia segera menggelengkan kepala. Rasanya, tak mungkin mantan kekasih dan sahabatnya itu memiliki uang untuk melakukan ini semua. Toh, Airina tak pernah menghubungi keduanya lagi sejak hari pengkhianatan itu.“Aku tak tahu. Apa mungkin ini ulah iseng yang iri dengan pencapaian butik ini?" ucap Airina kembali, lalu hanya bisa duduk menatap ke luar. Namun, tiba-tiba, ia teringat sebuah nama. Pemberitaan ini seolah menyudutkan Airina dan membuat masyarakat bersimpati pada.... “Apa ini perbuatan Nona Gemma?” ucapnya mendadak. Arsen menaikkan sebelah alisnya dan mengingat kejadian akhir-akhir ini. “Sepertinya begitu, tetapi kita perlu bukti untuk mencengkramnya. Untuk mengendalikan situasi, aku akan mengadakan konferensi pers segera." Aura kemarahan terlihat dari pria yang biasanya sabar itu. Airina sontak bergidik ngeri. Seketika, ia merasa khawatir dengan nasib para wartawan yang mungkin hanya bekerja
"Arsen, jangan terbawa emosi ...." Airina mengusap pelan pundak Arsen dengan lembut. Lelaki di sampingnya itu menatap lekat ke arahnya, ulasan senyum Airina berhasil meredakan emosinya. "Aku akan mengatur makan malam bersama Gemma segera!" ujarnya. Airina mengangguk, "Terima kasih, Arsen!" "Apa pun akan aku usahakan untukmu, Airina. Katakan padaku apa pun yang kau inginkan!" tutur Arsen dengan lembut. Airina merasa pipinya kini sedang merona seperti kepiting, suami kontraknya ini selalu berhasil membuat dirinya tersanjung. "Apa ada hal lain yang ingin kamu katakan padaku?" tanya Arsen mencairkan suasana. "Tidak ada, terima kasih. Em, a-aku akan memasak untukmu sebagai tanda terima kasih," ucap Airina dengan antusias. Arsen mengulas senyum tipis, hatinya merasa hangat dengan kehadiran Airina. "Hahaha, lakukan apapun yang membuatmu nyaman di sini!" Ucap Arsen dengan memberikan tatapan intens pada Airina.Jari telunjuknya itu dengan sengaja menyentuh dagu Airina, mata keduanya
"Mau? mau apa?" tanya Airina berulang. Alih-alih menjawab pertanyaan. Arsen malah menyibakkan rambut Airina yang tergerai, membuat tubuh Airina kaku seketika. "Arsen, aku khawatir," lirih Airina. Kini mata teduh itu menatap lekat ke arah manik mata Airina. "Khawatir tentang apa? Apa kamu takut sesuatu? atau ada hal yang membuat kamu tidak nyaman? katakan saja!" berondong tanya Arsen seperti seorang suami pada istrinya. "Aku takut jika ... Nona Gemma bukan pelaku teror ini, lalu siapa-" Ucapan Airina terhenti, Arsen kini merangkul pundak Airina. mengusap pelan puncak kepala wanita itu dalam dekapannya. Tanpa banyak kata dan basa-basi, "Airina, jangan mengkhawatirkan hal-hal kecil seperti itu. Aku berjanji akan menemukan pelaku teror itu, tenanglah!" ucapnya. "Aku ini Tuan Muda Pinault, semua hal yang menggangu ketenanganmu akan aku cari sumbernya sampai akar!" tambahnya tegas. Airina seolah dihantam kenyataan, benar! Arsen bisa melakukan apa pun jika dia mau. Apalagi hanya pel
Seorang pelayan datang membawa pesanan Arsen, membuat percakapan keduanya sempat terhenti. "Permisi, Tuan. Pesanannya." Pelayan itu hanya meletakkan segelas capuccino dan melenggang begitu saja. "Sebenarnya ada apa, Darl? apa yang ingin kamu tanyakan padaku?" berondong tanya dari Gemma. "Jika kamu bertanya, bagaimana perasaan aku padamu ... perasaan ini tidak akan berubah sampai kapan pun," tambahnya. Mendengar ucapan Gemma, kepala Arsen terasa sakit! "Bukan itu, Gemma. Apa kamu adalah dalang di balik berita hoax dan teror pada istriku?" tanya Arsen dengan mengintimidasi. Gemma terhenyak! "Em, Arsen! Aku pamit ke toilet dulu," ucapnya melenggang begitu saja. Tangan Arsen dengan sigap meraih lengan Gemma yang hendak pergi. "Jangan mencoba kabur dariku, Gemma Dassault!" tegas Arsen. Rahang laki-laki itu mengeras, ingin rasanya menerkam Gemma saat itu juga. "A-Arsen, aku hanya ke toilet. A-aku juga tidak berniat kabur darimu, sungguh!" ucapnya tergagap. "Aku katakan sekali l