Share

6. Hot Didin

last update Last Updated: 2022-10-07 23:33:26

Pria yang bernama Didin sudah tiba di Bandung. Hari ini ia memang sedang ingin membawa bus tujuan Bandung untuk menemui Syamil, sekaligus melihat dari kejauhan sosok Hani.

Hani adalah anak dari wanita yang hampir membunuh putranya. Ia tidak dendam dengan gadis itu, justru ia iba dengan Hani. Dalam satu keluarga, hanya Hani yang benar, tetapi ia terjebak dengan pernikahan kontrak bersama dosennya. Untuk itu ia meminta Syamil untuk mengawasi Hani memastikan gadis itu baik-baik saja, meskipun di dalam hati dan pikiran gadis itu terluka.

"Om!" Teriakan Syamil membuat Didin menoleh. Syamil melambaikan tangan, lalu berlari menghampiri Didin dengan senyuman. Pemusat itu mencium punggung tangan calon kakak ipar yang sampai saat ini belum bisa ia panggil dengan sebutan Mas' , tetapi 'Om.

Mereka berada cafe yang letaknya tidak jauh dari kampus Syamil. Didin memang sengaja yang menjumpai Syamil agar ia bisa melihat juga keadaan Hani.

"Gimana, Hani?" tanya Didin pada Syamil.

"Masih begitu, Om. Pakai celana pendek terus." Syamil memutar bola mata.

"Coba sekali-kali kamu suruh pakai celana panjang."

"Gak mau, katanya gerah. Ini sebenarnya yang bikin saya agak takut, Om. Pakaian Mbak Hani itu mengundang mata lelaki jahat. Jika kebetulan ada saya sih, bisa saya tolongin kayak kemarin, kalau gak ada saya." Syamil menyesap kopi dingin pesanannya.

"Iya, juga, coba aja nasihati pakai celana panjang, Sya. Pelan-pelan tapi kasih tahunya. Mmm... atau gini deh, biasanya kalau wanita hamil itu suka pakai daster. Saya kasih uang wifi kamu dan uang buat beli daster Hani, gimana?" Syamil mengerutkan keningnya.

"Nggak, ah, nanti Mbak Hani GR, Om. Dikiranya saya naksir ibu-ibu modelan begitu, kalau saya belikan daster." Kali ini Didin tertawa melihat ekspresi sebal pemuda belia di depannya.

"Ya sudah, terserah kamu saja kalau gitu. Pokoknya saya titip Hani ya. Paling tidak, sampai Hani melahirkan. Setelah itu kita lihat, apakah suaminya menyusulnya ke sini. Mm, apa kamu pernah bertemu suaminya?" Syamil menggeleng.

"Sendirian terus, Om, makanya mungkin juga kesepian ya." Didin menghela napas. Jika ia pernah susah, maka hidup Hani lebih susah. Pada dasarnya ia anak baik, hanya saja tengah dipermainkan oleh takdir.

"Iya, makanya kamu sabar-sabar saja dengan Hani ya." Syamil mengangguk paham.

"Om Didin kapan nikah sama Teh Laila? Masih lama gak?"

"Dua minggu lagi. Makanya saya mau puas-puasin ngebolang keluar kota, karena kalau sudah nikah sama teteh kamu, saya mau jadi suami rumahan. Lelaki kamar." Syamil mencebik, sedangkan Didin malah terbahak.

"Lelaki kamar apaan?" tanya Syamil tidak mengerti.

"Nanti kalau kamu mimpi basah, baru saya kasih tahu, ha ha ha .... " Syamil semakin kesal dengan Didin. Pemuda itu bisa menebak, kalau bicara dengan Didin pasti ujung-ujungnya urusan perkamaran. Terkadang ia berpikir, bagaimana bisa pria dewasa hampir seumuran Abahnya, bisa menaklukan hati sekeras batu bata merah seperti Teh Laila-nya.

"Ayo, Om, kopi udah habis. Mumpung masih sore nih. Biasanya Mbak Hani suka nyapu di terasnya." Didin mengangguk. Ia membayar tagihan kopinya dan juga kopi Syamil. Lalu keduanya berjalan menuju kos-kosan pemuda itu. Di perjalanan, Didin dan Syamil mampir di warung makanan untuk membeli lauk matang.

Kring! Kring

Syamil menunjukkan pada Didin saat nama yang muncul di layarnya adalah nama Hanum.

"Siapa?" tanya Didin tanpa suara. Syamil melekatkan jari telunjuk dan juga jempol dengan menyilang. Ala-ala simbol korea.

"Halo, assalamu'alaikum, Hanum."

"Wa'alaykumussalam, Syamil. Saya mau minta tolong sama kamu. Adik saya ada PR bahasa Arab, kamu kan pinter ya. Ajarin adikku ya."

"Boleh, mau kapan?"

"Malam minggu nanti gimana? Kamu main aja ke rumahku, nanti aku kasih alamatnya."

"Oke, siap, Hanum."

Panggilan pun disudahi ketika kedua pria itu sampai di depan gerbang kosan Syamil.

"Mana rumah Hani?" tanya Didin sambil menoleh.

"Itu dia, baru aja keluar pintu. Ayo, cepat masuk, Om, nanti pasti saya.... "

"Syamil, sini!" baru saja ia hendak menyelamatkan diri dari Hani, gadis itu sudah memanggilnya dengan nada riang. Didin terkikik geli, lalu dengan kode gerakan mata, meminta Syamil untuk menghampiri Hani.

"Om lihat aja pakaian Mbak Hani itu, kekurangan bahankan?" Syamil menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Seperti biasa, baju besar dan juga hot pants menjadi pakaian favorit Hani.

Ia berjalan menyeberang jalan untuk menghampiri Hani dengan malas, sedangkan Didin masuk ke dalam halaman kosan, sambil mengintip Syamil dari seberang.

"Duh, Mbak, kata saya jangan pakai celana pendek terus. Ampun deh! Kalau masih pake celana pendek, saya gak mau kalau di suruh atau dipanggil Mbak Hani lagi!" Syamil memejamkan matanya di depan Hani. Ia tidak mau menambah dosa mata karena melihat pakaian yang dikenakan Hani.

"Ish, udah aku bilang, kalau aku itu gerah. Ya udah tunggu, aku ganti celana panjang deh. Aku mau minta tolong soalnya." Hani berjalan cepat masuk ke dalam rumah, meninggalkan Syamil yang masih berdiri di depan rumah Hani, tetapi kedua matanya sudah ia buka lebar. Syamil menoleh ke belakang. Pria bernama Didin masih memantaunya dari seberang sambil memberikan jari jempol pada Syamil.

"Syamil, ini lihat! Semua udah aku ganti biar kamu gak tutup mata kalau bicara sama aku." Hani tersenyum amat lebar. Bahkan ia berputar di depan Syamil dengan begitu percaya diri setelah mengenakan celana panjang. Pemuda itu buru-buru memejamkan matanya kembali.

"Mbak, hot pants-nya emang udah bener diganti dengan celana panjang, tapi itu kenapa jadinya baju Mbak Hani malah ditukar juga jadi keliatan ketek. Baju mah udah yang tadi bener. Astaghfirullah, tobat gue!"

"Oh gitu, ya udah, aku ganti lagi." Hani masuk ke dalam rumah untuk mengganti pakaiannya lagi.

"Ini, Syamil, aku udah gak pakai baju terbuka." Syamil masih menunduk.

"Kalau bohong, dosa loh!" Kata Syamil tidak yakin.

"Iya, makanya lihat aja sini! Angkat wajah kamu! Semua udah tertutup." Hani tak sabar dengan kelakuan bocah kecil yang sedari tadi ribut dengan pakaian yang ia kenakan.

"Ya Allah, Mbak, bukan selimutan bed cover juga kali, ha ha ha... astaghfirullah, gila gue bisa gila!" Hani menggulung tubuhnya di dalam bed cover hello kitty dan hanya memperlihatkan kepalanya saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Potato Peach
si hani lemot bgt wkwk
goodnovel comment avatar
lampu petromax
hahahaha.... udah sya bener itu beliin sarung aja kalau ketemu tinggal kamu tutupjadi aman..
goodnovel comment avatar
Diganti Mawaddah
ha ha ha ha ngeselin ya, Bun
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   133. Asoy

    Keduanya sudah mandi dan juga solat magrib berjamaah. Syamil memimpin dengan membaca surah Ar Rahman yang isi surah tersebut adalah tentang cinta kasih. Bahkan Syamil menangis saat membacakan surah tersebut. Hani pun ikut menangis, sehingga Syamil begitu terharu melihat sang Istri. "Sudah, kan sudah selesai solat, air matanya masih turun aja! Neng terharu dengan surah itu ya?" Syamil mengusap kepala Hani dengan lembut. "Saya nangis bukan karena terharu, tapi karena kecapean berdiri. Surahnya kepanjangan. Rokaat pertama surah Ar-Rahman, rokaat kedua Surah Yasin, hiks.... " Syamil tertawa terpingkal-pingkal. Ia benar-benar keterlaluan pada istrinya. Bisa-bisa nanti Isya, Hani gak mau jama'ah lagi gara-gara kepanjangan ayat. Hu hu hu... "Neng, maaf ya. Sini, biar saya pijitin!" Syamil tidak tega dan tentu saja langsung meminta maaf. Kedua kaki istrinya ia pegang dan ia pijat dengan lembut. Hani pun membiarkan Syamil memijat kakinya karena memang rasanya sakit dan pegal. "Maaf ya, sa

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   132. Pengantin Baru

    "Apa ini, Mi?" tanya Syamil saat ummi-nya menyodorkan sebuah kartu mirip kartu ATM. "Buat kamu bulan madu. Biar gak digangguin pembaca, he he he.... ""Ya Allah, Ummi, makasih ya, Mi." Syamil memeluk ummi-nya dengan penuh rasa haru. "Ummi ini kapok, mungkin karena waktu pernikahan kamu yang pertama Ummi gak kasih hadiah nginep di hotel, makanya jadi gitu. Sekarang Ummi mau memperbaiki kesalahan Ummi. Kamu dan Hani selamat menikmati menginap di hotel selama empat hari. " Kalian bisa jalan-jalan naik speedboat, bisa ke Dufan sekalian, bisa main ke sea world. Menikmati makan malam romantis di depan pantai Ancol." Bu Umi menjelaskan dengan penuh antusias. Ia memang sudah menyiapkan semua untuk Syamil dan juga Hani. "Mi, terima kasih ya," ujar Hani akhirnya, setelah sejak tadi hanya memperhatikan Syamil dan ummi-nya berbincang. "Sama-sama Hani. Ummi lega ternyata kamu ibu kandung Syam, sehingga Ummi dan Syam tidak akan dipisahkan." Bu Umi sudah berkaca-kaca. Hani memeluk mertuanya. "

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   131. Alhamdulillah

    Salah satu orang yang paling tersedu-sedan di ruangan itu adalah Bu Restu. Dengan baju kebaya sederhana yang dipinjamkan Bu Umi, serta selendang panjang yang ia pakai di kepala, Bu Restu terus terisak. Ia begitu terharu bisa menyaksikan momen anak bungsunya menikah dengan sebenar-benarnya menikah."Mama, maafkan Hani. Mohon ... d-doa restu Mama." Kalimat itu ia ucapkan terbata-bata diantara linangan air matanya. "Pasti Mama doakan, Sayang. Semoga bahagia selalu ya, Nak. Maafkan Mama." Keduanya saling berpelukan erat. Dilanjut dengan sungkem pada Hadi."Akhirnya adik Abang menikah juga. Selamat yq, Hani. Semoga sakinah, mawaddah, wa rohmah." "Makasih, Bang. Hani minta doa dan restunya." Adik dan kakak itu pun saling berpelukan sambil menangis Syamil yang ikut sungkem pada Bu Restu."Mohon doa restunya, Ma," bisik Syamil dengan suara bergetar menahan tangis."Titip Hani ya. Mama pesan, tolong jaga Hani. Jika kamu sedang marah, tolong jangan berkata kasar pada Hani. Mama percayakan an

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   130. Akad Nikah

    "Beneran kamu gak mau ikut melamar wanita yang akan menjadi kakak ipar kamu?" tanya Pak Rahmat pada Zahra. Dirinya dan Raka sudah bersiap berangkat karena taksi online sudah menunggu di depan pagar rumah. "Nggak, Pa, semoga acaranya lancar." Zahra tidak berani menoleh pada Raka. Ia hanya menatap papanya saja sambil tersenyum tipis. "Ya sudah kalau begitu, Papa dan Raka berangkat dulu. Besok pagi Papa InsyaAllah sudah ada di rumah." Zahra mengangguk paham. Wanita itu masih berdiri di depan pintu sampai taksi yang ditumpangi papa dan Raka meluncur pergi. Kemarahan Raka kemarin, sangat membuatnya syok dan sadar, bahwa selama bertahun-tahun hanya dirinya yang memendam perasaan itu, sedangkan Raka tetap menganggapnya sebagai adik. Zahra merapikan semua baju untuk ia masukkan ke dalam tas. Tekadnya sudah bulat untuk kembali bekerja dan tinggal di kosan saja. Jika ia tetap di rumah, maka kenangan almarhumah mamanya dan Raka pasti mengusiknya dan membuatnya susah sadar diri. "Mbak Zahra

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   129.Pengakuan

    Kehadiran Raka di rumah tentu saja membuat Pak Rahmat sedikit lega. Meskipun hanya satu malam saja putranya menginap, paling tidak, pria itu merasa ada teman bicara. Masalah yang menumpuk membuatnya stres memikirkan masalah anak-anaknya.Jika Pak Rahmat senang dengan kehadiran Raka, menemani Raka makan di ruang makan, tetapi tidak dengan Zahra yang masih belum keluar kamar sejak mulai Raka tiba di rumah. "Ck, ya ampun Zahra belom sembuh juga ngambeknya," gumam Raka saat nasi dalam piring hampir habis. "Ya, nanti kamu bicara saja dengan Zahra. Ada hal yang harus kamu ketahui, tetapi lebih baik Zahra sendiri yang memberitahu." "Maksud Papa? Hal penting apa, Pa? Berkaitan dengan Syamil?" Pak Rahmat mengangkat bahunya. "Bisa jadi." Jawaban ambigu Pak Rahmat membuat Raka menghela napas. Pasti ada ha besar yang ditutupi papa dan adiknya. Pak Rahmat memang sudah menimbang untuk tidak membicarakan masalah perasaan putrinya pada Raka. Ia tidak mau ikut campur terlalu dalam, apalagi soal

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   128. Penjelasan Raka

    "Wah, calon pengantin jangan suudzon dulu!" Raka mengulurkan tangan ingin berjabat dengan Syamil. Pemuda itu pun membalas jabat tangan Raka tanpa senyuman. Wajahnya masih masam karena merasa cemburu dengan Raka. "Mas Raka udah tahu status kita, Sya. Mas Raka ke sini hanya mau anter oleh-oleh dan meluruskan masalah dengan saya. Semua udah selesai kok." Hani menambahkan dengan bijak. Syamil tidak menyahut. Ia duduk memutuskan duduk di samping Raka dengan muka yang masih ditekuk. "Ya sudah, menurut saya masalah diantara kita sudah selesai. Doakan masalah saya juga selesai ya, Hani." Raka berdiri dari duduknya. "Mas, habiskan dulu tehnya!" Hani mengangkat cangkir teh yang masih ada setengah cangkir lagi. Raka pun duduk untuk menghabiskan tehnya. Hani dan Syamil saling pandang. Hani mendelik karena wajah Syamil masih saja masam, padahal Raka sudah menjelaskan. "Saya pamit deh, naik taksi online-nya dari depan saja. Oh, iya, Sya, jangan lupa undang saya saat kalian menikah ya. Selagi se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status