Share

7. Ngidam Jus

last update Last Updated: 2022-10-08 21:06:07

"Abah sudah telepon Syamil lagi? Firasat Ummi gak enak, Bah. Ummi khawatir kalau Syamil memang dekat sama wanita di sana." Bu Umi mengadu pada suaminya, setelah mereka baru saja selesai makan malam. Abah Haji hanya tersenyum samar.

"Belum, anak bujang jangan terlalu sering ditelepon. Pasti dia bisa jaga diri, Mi. Lagian yang kemarin itu cuma tetangga yang kebetulan ada di sana pas Syamil sakit. Udah ibu-ibu juga, Mi."

"Tuh, apa lagi ibu-ibu, Bah. Justru ibu-ibu itu yang perlu diwaspadai. Soalnya Abah dulu juga pernah dekat ibu-ibu kan? Untung Ummi langsung nyamber, kalau nggak, ya Abah nikahnya sama ibu-ibu itu. Tetangga Abah yang suaminya gak pulang-pulang itu." Bu Umi mengoceh dengan wajahnya yang masam. Wanita itu tidak mau kejadian masa muda suaminya, malah diwariskan pada Syamil.

"Jangan suudzon, Mi, nanti malah kejadian, he he he .... " Laila; teteh dari Syamil ikut menghampiri abah dan umminya yang sedang berada di ruang makan. Bu Umi semakin cemberut. Di dalam hatinya mengupkan amit-amit.

"Kamu telepon adik kamu, La, tanyain dia gimana kabarnya?"

"Tanyain juga kabar ibu-ibu yang deket sama Syamil gimana kabarnya?" sela abah haji menggoda istrinya. Laila tertawa terbahak, membuat umminya semakin kesal.

Laila sudah tahu kabar adiknya dari Didin; sang calon suami yang malam ini berencana menginap di kosan adiknya. Hanya saja Laila belum memberitahu kedua orang tuanya. Lagian, Didin juga sudah mengatakan bahwa Syamil memang diminta untuk menjadi mata-mata Hani, sehingga mereka bisa dibilang dekat dan tidak perlu mengkhawatirkan apapun karena Hani masih berstatua istri siri seorang dosen.

Laila pun tidak ingin orang tuanya tahu perihal tugas yang diberikan Didin pada adiknya, karena bisa jadi orang tuanya akan marah pada calon suaminya itu. Setelah begitu banyak aral melintang, vertikal, horizontal, tidak mungkin ia membuat kedua orang tuanya kembali ragu pada Didin.

"Iya, Ummi, nanti Laila telepon. Ummi jangan terlalu stres memikirkan Syamil. Si bungsu kita itu pasti bisa menjaga dirinya." Bu Umi mengangguk.

Laila mengisi gelas kosongnya dengan air, lalu ia bawa ke kamar. Jam di dinding masih jam tujuh malam, contohnya suaminya pasti sedang berada di masjid menunggu waktu Isya. Laila memutuskan untuk menelepon Didin setelah Isya untuk menanyakan perihal Syamil padanya.

Sementara itu, Didin bukan sedang berada di masjid, melainkan di depan kamar kos Syamil, sedang meneropong rumah yang ditinggali Hani.

Jalanan di tempat tinggal mereka memang selalu ramai dengan anak kos yang lalu-lalang, termasuk mahasiswa yang keluar masuk kosan. Hanya rumah Hani yang sepi. Lampu teras memang menyala, tetapi lampu ruang depan sudah padam.

"Hani, memang biasa udah sepi rumahnya jam segini?" tanya Didin pada Syamil.

"Nggak, Om.. Biasanya Mbak Hani jam segini lagi duduk di depan rumahnya atau berbincang dengan ibu-ibu tetangga. Pukul delapan atau pukul sembilan baru masuk rumah. Namun, sejak kejadian dia dirampok kemarin, sudah saya larang gak boleh keluar malam. Ibu sebelah rumahnya juga melarang," terang Syamil sambil menatap layar laptop. Wifi baru saja dibayarkan, tentu saja sinyal lancar jaya untuknya mengerjakan tugas.

"Oh, gitu, malam-malam juga pakai baju pendek?" tanya Didin.

"Iya, pagi, siang, sore, malam, pokoknya sepanjang hari pakai baju pendek. Alasannya gerah. Saya juga jadi gerah yang liatnya."

"Sabar ya, Sya, empat bulan lagi juga lahiran, maka tugas kamu selesai." Didin menepuk pundak Syamil dengan hangat. Di satu sisi ia merasa tidak enak dengan kedua orang tua Syamil yang tidak lain adalah calon mertuanya, karena telah meminta Syamil untuk melakukan pekerjaan yang bisa membuat sulit Syamil.

"Sya, kamu gak papa kan saya suruh memata-matai, Hani. Maksudnya, kamu jangan merasa sungkan, kalau memang gak bisa, nanti saya minta tolong orang lain." Syamil menutup laptopnya, lalu menatap Didin sambil tersenyum.

"Gak papa, Om, selagi pulsa wifi saya aman, he he.... "

Kring! Kring!

"Tuh, saya dapat panggilan dari emak rempong." Syamil memperlihatkan ponselnya pada Didin. Muncul nama Hani di layar ponselnya.

"Halo, assalamu'alaikum, kenapa, Mbak?"

"Wa'alaykumussalam, Syamil, kamu lagi apa?"

"Lagi ngerjain tugas, kenapa, Mbak?"

"Gak lagi ngomongin aku kan?"

Syamil menutup mulutnya agar tidak terbahak. Ia menjauhkan ponsel sambil memandang ngeri benda pipih itu. Siapa sebenarnya Hani, kenapa gadis itu bisa tahu kalau sedang dibicarakan?

"Nggak, Mbak, memangnya kenapa?"

"Soalnya lidah aku kegigit, katanya kalau lidah kegigit sampai berdarah, ada yang ngomongin aku. Dua orang lelaki yang satu muda yang satu tua."

Syamil menatap Didin, masih dengan pipi yang menggembung karena menahan tawa.

"Dih, GR aja diomongin! Ada apa nih, malam-malam telepon? Mau minta tolong apa?"

"Syamil, aku lapar, tapi aku gak mau makan, lagi gak selera. Aku mau jus buah. Kamu gak bolehin aku keluar kan? Makanya kamu aja yang belikan aku jus, mau gak?"

"Nggak."

"Kok gitu? Kamu udah bosan hidup ya?"

"Ha ha ha ha.... ya udah iya, saya belikan deh. Dasar manja. Mau jus apa?"

Syamil mengangguk setelah mendengar pesanan Hani.

"Mau beli jus?" tanya Pak Didin pada Syamil. Pemuda itu mengganti sarung yang ia pakai dengan celana panjang bahan.

"Iya, Om mau nitip juga gak?"

"Gak usah. Oh, iya, pakai uang saya saja. Anggap saja kamu yang traktir Hani." Syamil mengangguk sambil menerima satu lembar uang merah dari Didin.

Pemuda itu pun berjalan kaki santai menuju penjual jus yang letaknya tidak jauh dari kosan, tetapi sungguh sayang, tukang jus itu tutup. Syamil mencari ke tempat lain, di gang sebelah kosannya, tetapi hasilnya masih sama. Hingga pukul delapan lebih lima belas menit Syamil tidak menemukan di mana-mana tukang jus buah.

Karena lelah berjalan dan mulai mengantuk, Syamil pun memutuskan menelepon Hani dan mengatakan padanya bahwa tukang jus tidak ada yang buka atau sudah tutup, ia pun tidak tahu.

"Halo, assalamu'alaikum."

"Halo, wa'alaykumussalam, Syamil, kamu ke mana saja? Udah satu jam lebih lima belas menit kenapa belum balik juga dari beli jus? Aku sampai dua kali ngeden di kamar mandi, kamu belum datang juga. Memangnya kamu beli jus di Arab?"

Mendengar kata Arab, tiba-tiba saja Syamil menemukan sebuah ide.

"Mbak, tukang jus yang dekat kosan gak jualan hari ini. Terus di gang sebelah tukang jus nya tutup. Udah habis kayaknya. Saya cari ke jalan raya, juga pada tutup. Makanya saya putuskan untuk memberikan Mbak Hani jus yang menyehatkan lainnya. Gimana?"

"Jus apa? Semua jus juga sehat."

"Ini tuh jusnya menyehatkan jiwa raga, Mbak. Juz tiga. Allahu laa ilaaha illa huwal hayyul qoyyum.... "

"Syamil, maksud loh bacain gue ayat qursi itu apa? Mau ngusir setan? Emangnya gue setan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Diganti Mawaddah
ha ha ha ha ...kek setannya siapa ituuhh
goodnovel comment avatar
Diganti Mawaddah
ha ha ha Hani ngeselin ya
goodnovel comment avatar
Diganti Mawaddah
semoga kuat ya bun he he
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   133. Asoy

    Keduanya sudah mandi dan juga solat magrib berjamaah. Syamil memimpin dengan membaca surah Ar Rahman yang isi surah tersebut adalah tentang cinta kasih. Bahkan Syamil menangis saat membacakan surah tersebut. Hani pun ikut menangis, sehingga Syamil begitu terharu melihat sang Istri. "Sudah, kan sudah selesai solat, air matanya masih turun aja! Neng terharu dengan surah itu ya?" Syamil mengusap kepala Hani dengan lembut. "Saya nangis bukan karena terharu, tapi karena kecapean berdiri. Surahnya kepanjangan. Rokaat pertama surah Ar-Rahman, rokaat kedua Surah Yasin, hiks.... " Syamil tertawa terpingkal-pingkal. Ia benar-benar keterlaluan pada istrinya. Bisa-bisa nanti Isya, Hani gak mau jama'ah lagi gara-gara kepanjangan ayat. Hu hu hu... "Neng, maaf ya. Sini, biar saya pijitin!" Syamil tidak tega dan tentu saja langsung meminta maaf. Kedua kaki istrinya ia pegang dan ia pijat dengan lembut. Hani pun membiarkan Syamil memijat kakinya karena memang rasanya sakit dan pegal. "Maaf ya, sa

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   132. Pengantin Baru

    "Apa ini, Mi?" tanya Syamil saat ummi-nya menyodorkan sebuah kartu mirip kartu ATM. "Buat kamu bulan madu. Biar gak digangguin pembaca, he he he.... ""Ya Allah, Ummi, makasih ya, Mi." Syamil memeluk ummi-nya dengan penuh rasa haru. "Ummi ini kapok, mungkin karena waktu pernikahan kamu yang pertama Ummi gak kasih hadiah nginep di hotel, makanya jadi gitu. Sekarang Ummi mau memperbaiki kesalahan Ummi. Kamu dan Hani selamat menikmati menginap di hotel selama empat hari. " Kalian bisa jalan-jalan naik speedboat, bisa ke Dufan sekalian, bisa main ke sea world. Menikmati makan malam romantis di depan pantai Ancol." Bu Umi menjelaskan dengan penuh antusias. Ia memang sudah menyiapkan semua untuk Syamil dan juga Hani. "Mi, terima kasih ya," ujar Hani akhirnya, setelah sejak tadi hanya memperhatikan Syamil dan ummi-nya berbincang. "Sama-sama Hani. Ummi lega ternyata kamu ibu kandung Syam, sehingga Ummi dan Syam tidak akan dipisahkan." Bu Umi sudah berkaca-kaca. Hani memeluk mertuanya. "

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   131. Alhamdulillah

    Salah satu orang yang paling tersedu-sedan di ruangan itu adalah Bu Restu. Dengan baju kebaya sederhana yang dipinjamkan Bu Umi, serta selendang panjang yang ia pakai di kepala, Bu Restu terus terisak. Ia begitu terharu bisa menyaksikan momen anak bungsunya menikah dengan sebenar-benarnya menikah."Mama, maafkan Hani. Mohon ... d-doa restu Mama." Kalimat itu ia ucapkan terbata-bata diantara linangan air matanya. "Pasti Mama doakan, Sayang. Semoga bahagia selalu ya, Nak. Maafkan Mama." Keduanya saling berpelukan erat. Dilanjut dengan sungkem pada Hadi."Akhirnya adik Abang menikah juga. Selamat yq, Hani. Semoga sakinah, mawaddah, wa rohmah." "Makasih, Bang. Hani minta doa dan restunya." Adik dan kakak itu pun saling berpelukan sambil menangis Syamil yang ikut sungkem pada Bu Restu."Mohon doa restunya, Ma," bisik Syamil dengan suara bergetar menahan tangis."Titip Hani ya. Mama pesan, tolong jaga Hani. Jika kamu sedang marah, tolong jangan berkata kasar pada Hani. Mama percayakan an

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   130. Akad Nikah

    "Beneran kamu gak mau ikut melamar wanita yang akan menjadi kakak ipar kamu?" tanya Pak Rahmat pada Zahra. Dirinya dan Raka sudah bersiap berangkat karena taksi online sudah menunggu di depan pagar rumah. "Nggak, Pa, semoga acaranya lancar." Zahra tidak berani menoleh pada Raka. Ia hanya menatap papanya saja sambil tersenyum tipis. "Ya sudah kalau begitu, Papa dan Raka berangkat dulu. Besok pagi Papa InsyaAllah sudah ada di rumah." Zahra mengangguk paham. Wanita itu masih berdiri di depan pintu sampai taksi yang ditumpangi papa dan Raka meluncur pergi. Kemarahan Raka kemarin, sangat membuatnya syok dan sadar, bahwa selama bertahun-tahun hanya dirinya yang memendam perasaan itu, sedangkan Raka tetap menganggapnya sebagai adik. Zahra merapikan semua baju untuk ia masukkan ke dalam tas. Tekadnya sudah bulat untuk kembali bekerja dan tinggal di kosan saja. Jika ia tetap di rumah, maka kenangan almarhumah mamanya dan Raka pasti mengusiknya dan membuatnya susah sadar diri. "Mbak Zahra

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   129.Pengakuan

    Kehadiran Raka di rumah tentu saja membuat Pak Rahmat sedikit lega. Meskipun hanya satu malam saja putranya menginap, paling tidak, pria itu merasa ada teman bicara. Masalah yang menumpuk membuatnya stres memikirkan masalah anak-anaknya.Jika Pak Rahmat senang dengan kehadiran Raka, menemani Raka makan di ruang makan, tetapi tidak dengan Zahra yang masih belum keluar kamar sejak mulai Raka tiba di rumah. "Ck, ya ampun Zahra belom sembuh juga ngambeknya," gumam Raka saat nasi dalam piring hampir habis. "Ya, nanti kamu bicara saja dengan Zahra. Ada hal yang harus kamu ketahui, tetapi lebih baik Zahra sendiri yang memberitahu." "Maksud Papa? Hal penting apa, Pa? Berkaitan dengan Syamil?" Pak Rahmat mengangkat bahunya. "Bisa jadi." Jawaban ambigu Pak Rahmat membuat Raka menghela napas. Pasti ada ha besar yang ditutupi papa dan adiknya. Pak Rahmat memang sudah menimbang untuk tidak membicarakan masalah perasaan putrinya pada Raka. Ia tidak mau ikut campur terlalu dalam, apalagi soal

  • Istri Seksi Tetangga Sebelah   128. Penjelasan Raka

    "Wah, calon pengantin jangan suudzon dulu!" Raka mengulurkan tangan ingin berjabat dengan Syamil. Pemuda itu pun membalas jabat tangan Raka tanpa senyuman. Wajahnya masih masam karena merasa cemburu dengan Raka. "Mas Raka udah tahu status kita, Sya. Mas Raka ke sini hanya mau anter oleh-oleh dan meluruskan masalah dengan saya. Semua udah selesai kok." Hani menambahkan dengan bijak. Syamil tidak menyahut. Ia duduk memutuskan duduk di samping Raka dengan muka yang masih ditekuk. "Ya sudah, menurut saya masalah diantara kita sudah selesai. Doakan masalah saya juga selesai ya, Hani." Raka berdiri dari duduknya. "Mas, habiskan dulu tehnya!" Hani mengangkat cangkir teh yang masih ada setengah cangkir lagi. Raka pun duduk untuk menghabiskan tehnya. Hani dan Syamil saling pandang. Hani mendelik karena wajah Syamil masih saja masam, padahal Raka sudah menjelaskan. "Saya pamit deh, naik taksi online-nya dari depan saja. Oh, iya, Sya, jangan lupa undang saya saat kalian menikah ya. Selagi se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status