Share

7. Ngidam Jus

"Abah sudah telepon Syamil lagi? Firasat Ummi gak enak, Bah. Ummi khawatir kalau Syamil memang dekat sama wanita di sana." Bu Umi mengadu pada suaminya, setelah mereka baru saja selesai makan malam. Abah Haji hanya tersenyum samar.

"Belum, anak bujang jangan terlalu sering ditelepon. Pasti dia bisa jaga diri, Mi. Lagian yang kemarin itu cuma tetangga yang kebetulan ada di sana pas Syamil sakit. Udah ibu-ibu juga, Mi."

"Tuh, apa lagi ibu-ibu, Bah. Justru ibu-ibu itu yang perlu diwaspadai. Soalnya Abah dulu juga pernah dekat ibu-ibu kan? Untung Ummi langsung nyamber, kalau nggak, ya Abah nikahnya sama ibu-ibu itu. Tetangga Abah yang suaminya gak pulang-pulang itu." Bu Umi mengoceh dengan wajahnya yang masam. Wanita itu tidak mau kejadian masa muda suaminya, malah diwariskan pada Syamil.

"Jangan suudzon, Mi, nanti malah kejadian, he he he .... " Laila; teteh dari Syamil ikut menghampiri abah dan umminya yang sedang berada di ruang makan. Bu Umi semakin cemberut. Di dalam hatinya mengupkan amit-amit.

"Kamu telepon adik kamu, La, tanyain dia gimana kabarnya?"

"Tanyain juga kabar ibu-ibu yang deket sama Syamil gimana kabarnya?" sela abah haji menggoda istrinya. Laila tertawa terbahak, membuat umminya semakin kesal.

Laila sudah tahu kabar adiknya dari Didin; sang calon suami yang malam ini berencana menginap di kosan adiknya. Hanya saja Laila belum memberitahu kedua orang tuanya. Lagian, Didin juga sudah mengatakan bahwa Syamil memang diminta untuk menjadi mata-mata Hani, sehingga mereka bisa dibilang dekat dan tidak perlu mengkhawatirkan apapun karena Hani masih berstatua istri siri seorang dosen.

Laila pun tidak ingin orang tuanya tahu perihal tugas yang diberikan Didin pada adiknya, karena bisa jadi orang tuanya akan marah pada calon suaminya itu. Setelah begitu banyak aral melintang, vertikal, horizontal, tidak mungkin ia membuat kedua orang tuanya kembali ragu pada Didin.

"Iya, Ummi, nanti Laila telepon. Ummi jangan terlalu stres memikirkan Syamil. Si bungsu kita itu pasti bisa menjaga dirinya." Bu Umi mengangguk.

Laila mengisi gelas kosongnya dengan air, lalu ia bawa ke kamar. Jam di dinding masih jam tujuh malam, contohnya suaminya pasti sedang berada di masjid menunggu waktu Isya. Laila memutuskan untuk menelepon Didin setelah Isya untuk menanyakan perihal Syamil padanya.

Sementara itu, Didin bukan sedang berada di masjid, melainkan di depan kamar kos Syamil, sedang meneropong rumah yang ditinggali Hani.

Jalanan di tempat tinggal mereka memang selalu ramai dengan anak kos yang lalu-lalang, termasuk mahasiswa yang keluar masuk kosan. Hanya rumah Hani yang sepi. Lampu teras memang menyala, tetapi lampu ruang depan sudah padam.

"Hani, memang biasa udah sepi rumahnya jam segini?" tanya Didin pada Syamil.

"Nggak, Om.. Biasanya Mbak Hani jam segini lagi duduk di depan rumahnya atau berbincang dengan ibu-ibu tetangga. Pukul delapan atau pukul sembilan baru masuk rumah. Namun, sejak kejadian dia dirampok kemarin, sudah saya larang gak boleh keluar malam. Ibu sebelah rumahnya juga melarang," terang Syamil sambil menatap layar laptop. Wifi baru saja dibayarkan, tentu saja sinyal lancar jaya untuknya mengerjakan tugas.

"Oh, gitu, malam-malam juga pakai baju pendek?" tanya Didin.

"Iya, pagi, siang, sore, malam, pokoknya sepanjang hari pakai baju pendek. Alasannya gerah. Saya juga jadi gerah yang liatnya."

"Sabar ya, Sya, empat bulan lagi juga lahiran, maka tugas kamu selesai." Didin menepuk pundak Syamil dengan hangat. Di satu sisi ia merasa tidak enak dengan kedua orang tua Syamil yang tidak lain adalah calon mertuanya, karena telah meminta Syamil untuk melakukan pekerjaan yang bisa membuat sulit Syamil.

"Sya, kamu gak papa kan saya suruh memata-matai, Hani. Maksudnya, kamu jangan merasa sungkan, kalau memang gak bisa, nanti saya minta tolong orang lain." Syamil menutup laptopnya, lalu menatap Didin sambil tersenyum.

"Gak papa, Om, selagi pulsa wifi saya aman, he he.... "

Kring! Kring!

"Tuh, saya dapat panggilan dari emak rempong." Syamil memperlihatkan ponselnya pada Didin. Muncul nama Hani di layar ponselnya.

"Halo, assalamu'alaikum, kenapa, Mbak?"

"Wa'alaykumussalam, Syamil, kamu lagi apa?"

"Lagi ngerjain tugas, kenapa, Mbak?"

"Gak lagi ngomongin aku kan?"

Syamil menutup mulutnya agar tidak terbahak. Ia menjauhkan ponsel sambil memandang ngeri benda pipih itu. Siapa sebenarnya Hani, kenapa gadis itu bisa tahu kalau sedang dibicarakan?

"Nggak, Mbak, memangnya kenapa?"

"Soalnya lidah aku kegigit, katanya kalau lidah kegigit sampai berdarah, ada yang ngomongin aku. Dua orang lelaki yang satu muda yang satu tua."

Syamil menatap Didin, masih dengan pipi yang menggembung karena menahan tawa.

"Dih, GR aja diomongin! Ada apa nih, malam-malam telepon? Mau minta tolong apa?"

"Syamil, aku lapar, tapi aku gak mau makan, lagi gak selera. Aku mau jus buah. Kamu gak bolehin aku keluar kan? Makanya kamu aja yang belikan aku jus, mau gak?"

"Nggak."

"Kok gitu? Kamu udah bosan hidup ya?"

"Ha ha ha ha.... ya udah iya, saya belikan deh. Dasar manja. Mau jus apa?"

Syamil mengangguk setelah mendengar pesanan Hani.

"Mau beli jus?" tanya Pak Didin pada Syamil. Pemuda itu mengganti sarung yang ia pakai dengan celana panjang bahan.

"Iya, Om mau nitip juga gak?"

"Gak usah. Oh, iya, pakai uang saya saja. Anggap saja kamu yang traktir Hani." Syamil mengangguk sambil menerima satu lembar uang merah dari Didin.

Pemuda itu pun berjalan kaki santai menuju penjual jus yang letaknya tidak jauh dari kosan, tetapi sungguh sayang, tukang jus itu tutup. Syamil mencari ke tempat lain, di gang sebelah kosannya, tetapi hasilnya masih sama. Hingga pukul delapan lebih lima belas menit Syamil tidak menemukan di mana-mana tukang jus buah.

Karena lelah berjalan dan mulai mengantuk, Syamil pun memutuskan menelepon Hani dan mengatakan padanya bahwa tukang jus tidak ada yang buka atau sudah tutup, ia pun tidak tahu.

"Halo, assalamu'alaikum."

"Halo, wa'alaykumussalam, Syamil, kamu ke mana saja? Udah satu jam lebih lima belas menit kenapa belum balik juga dari beli jus? Aku sampai dua kali ngeden di kamar mandi, kamu belum datang juga. Memangnya kamu beli jus di Arab?"

Mendengar kata Arab, tiba-tiba saja Syamil menemukan sebuah ide.

"Mbak, tukang jus yang dekat kosan gak jualan hari ini. Terus di gang sebelah tukang jus nya tutup. Udah habis kayaknya. Saya cari ke jalan raya, juga pada tutup. Makanya saya putuskan untuk memberikan Mbak Hani jus yang menyehatkan lainnya. Gimana?"

"Jus apa? Semua jus juga sehat."

"Ini tuh jusnya menyehatkan jiwa raga, Mbak. Juz tiga. Allahu laa ilaaha illa huwal hayyul qoyyum.... "

"Syamil, maksud loh bacain gue ayat qursi itu apa? Mau ngusir setan? Emangnya gue setan?"

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Diganti Mawaddah
ha ha ha ha ...kek setannya siapa ituuhh
goodnovel comment avatar
Diganti Mawaddah
ha ha ha Hani ngeselin ya
goodnovel comment avatar
Diganti Mawaddah
semoga kuat ya bun he he
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status