Share

2. Terjebak

Author: Aryan Lee
last update Last Updated: 2022-11-07 09:29:48

Mentari baru saja menyingsing ketika Sari berjalan menuju ke rumah. Angin membelai lembut wajahnya yang masih dirundung duka. Tampak sesekali gadis cantik itu merapikan poninya yang menari.

“Jadi besok kamu baru mulai kerja?” tanya Bayu ketika mereka berjalan beriringan.

“Iya Kang, aku tidak enak sama Ce Lilis kalau kelamaan libur,” sahut Sari sambil meniti langkahnya.

“Ya sudah besok kamu, aku antar jemput seperti biasa,” timpal Bayu yang dijawab anggukan oleh Sari.

Bayu pun berangan jika saja ia sudah punya tabungan cukup, ingin rasanya segera meminang Sari dan menjadi pelindung serta membahagiakannya.

“Kang.” Sari memanggil Bayu sehingga membuyarkan angan pemuda itu.

“Iya ada apa?” tanya Bayu menghentikan langkahnya.

“Sudah sampai, mau mampir?” tanya Sari sambil tersenyum manis.

Bayu pun mengangguk, tetapi ketika baru beberapa langkah mereka melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah Sari.

“Sepertinya ada tamu, besok saja aku mampirnya,” ujar Bayu dengan tidak enak hati.

“Baiklah Kang,” jawab Sari menatap Bayu lekat-lekat.

“Kalau begitu aku pulang dulu, Assalamualaikum …,” ucap Bayu sambil membalas tatapan Sari. Entah mengapa enggan rasanya ia untuk pulang seolah besok tidak akan bertemu dengan gadis itu lagi.

“Waalaikumsalam ..., hati-hati Kang! Sampai jumpa lagi,” balas Sari dengan memberikan senyumnya yang paling manis.

Gadis itu pun memandangi Bayu hingga hilang oleh jarak. Kemudian Sari melangkah masuk ke rumahnya. Ia pun jadi penasaran siapakah gerangan orang yang sedang bertamu. Langkah Sari terhenti di ambang pintu ketika melihat Ce Lilis dan lelaki itu yang datang. Semua mata tertuju kepadanya seolah sudah menunggu gadis itu. Sari tampak heran kenapa bosnya itu datang ke rumahnya ini.

“Sari duduklah!” seru Bu Asih dengan lembut.

Sari pun segera menghampiri dan duduk di samping ibunya. Jantungnya kian berdetak cepat sambil melirik ke arah Ce Lilis dan pria itu.

“Maaf Ce, besok Sari sudah masuk kerja kok,” ucap Sari dengan tidak enak hati.

Ce Lilis pun tersenyum dan menyahut, “Sari, Ce Lilis ke sini mau menyampaikan rasa bela sungkawa, sekaligus mengantar Kang Damar bertemu dengan ibumu.”

“Kenapa kamu tidak bilang sama ambu jika sudah punya calon suami, Sari?” tanya Bu Asih dengan menatap putrinya tanpa kemarahan.

Sari tampak meremas bajunya dan terlihat berpikir untuk menjawab. Tidak mungkin ia memberitahu ibunya jika telah menerima sebuah pernikahan. Demi uang yang diterimanya kemarin. Akhirnya dengan gugup sari pun menjawab, “Maaf Bu, Sa … Sari belum menemukan waktu yang pas untuk cerita."

“Ya sudah, tadi Nak Damar minta izin untuk mengajakmu bertemu dengan orang tuanya di kota,” ujar Bu Asih memberitahu.

Sari tampak terkejut mendengarnya, ia tidak menyangka akan secepat ini. Kemudian gadis itu menatap Bu Asih dan bertanya, “Apakah boleh Bu?” Bu Asih pun menjawab dengan anggukan.

Sementara itu lelaki yang bernama Damar hanya tersenyum sambil melirik ke arah jam tangannya. Lalu ia berujar, “Hari sudah semakin sore, sebaiknya kita berangkat!”

Sari menoleh ke arah Bu asih yang mengangguk kepadanya. Kemudian gadis itu pun menyahut, “ Baiklah Sari ganti baju dulu.”

“Tidak usah! Kita harus mengejar waktu sebentar lagi jalan akan macet,” cegah Damar sambil berdiri.

“Tapi Nak Damar, nanti Sari akan membuat malu kamu saja.” Bu Asih pun memberikan pendapatnya.

Damar pun tersenyum dan berkata, “Tidak apa-apa Bu, di kota banyak toko baju nanti kita akan beli di sana.”

Bu Asih tersenyum mendengarnya. Ia merasa Damar adalah seorang laki-laki yang baik.

Mereka kemudian berjalan ke luar rumah, sesampai di teras Sari segera menyalam tangan Bu Asih. Kemudian ia memeluk ibunya dengan erat dan tidak ingin melepaskan.

“Sari berangkat ya, Bu, Assalamualaikum …,” pamit gadis itu sambil menatap wajah ibunya lekat-lekat.

“Waalaikumsalam .., hati-hati ya!” ucap Bu Asih dengan perasaan tidak enak, ”Nak Damar tolong jaga Sari!” pesannya kemudian.

“Iya Bu,” jawab Damar sambil menyalam tangan Bu Asih. Sekilas lelaki itu tersenyum kepada Ce Lilis sambil berlalu.

Entah mengapa Sari terlihat berat untuk melangkahkan kakinya, sebelum masuk ke mobil gadis itu tampak menoleh ke arah Bu Asih yang menatapnya penuh kekhawatiran.

Tidak lama kemudian mobil itu pun meluncur, tampak Bu Asih melambai seolah mengucapkan perpisahan.

***

Di sepanjang perjalanan, mereka saling terdiam. Sesekali sari menoleh ke arah Damar yang tetap fokus menyetir. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan orang tua dari lelaki yang belum dikenalnya itu. Mobil itu terus meluncur ke arah puncak dan berbelok ke sebuah kawasan kebun teh. Tidak lama kemudian mereka sampai di sebuah vila yang sangat megah. Lalu Damar membunyikan klakson.

Tin …! Tin …!

Seorang lelaki bertubuh tegap tampak membukakan pintu gerbang. Damar pun segera memacu mobilnya dan memarkirkan di tempat yang tersedia.

“Kita sudah sampai, ayo turun!” ajak Damar sambil membuka pintu mobil untuk Sari.

Sari tampak terperangah melihat bangunan yang sangat besar di hadapannya, tetapi Gadis itu tampak heran bukankah tadi Damar bilang akan mengajaknya ke kota. Sementara tempat ini tidak terlalu jauh dari rumahnya, hanya saja beda wilayah. Sari pun tampak ragu ketika Damar mengajaknya untuk masuk ke vila itu.

“Ayo masuk!” seru Damar, tetapi Sari tampak diam tidak bergeming, “Jangan takut! Aku tidak akan menyakitimu,” bujuknya kemudian.

Tampak dua penjaga membukakan pintu ketika melihat Damar datang. Entah mengapa tiba-tiba perasaan takjub Sari hilang melihat tempat ini. Sekarang ia merasa takut dengan perasaan yang berdebar, ketika memasuki vila yang begitu mewah dan megah itu. Sari terus mengikuti Damar yang membawanya entah ke mana.

“Bi Euis” panggil Damar sambil menghentikan langkahnya.

Tidak lama kemudian seorang wanita paruh baya datang dan menyahut, “Iya Kang.”

“Tolong antarkan Neng Sari ke kamarnya dan beri baju yang baru!” seru Damar yang dijawab anggukan oleh asisten itu.

Wanita yang bernama Bi Euis tampak mengerti maksud Damar kemudian ia mengajak, “Mari Neng!” Sikap Bi Euis yang ramah, membuat Sari tanpa ragu mengikuti wanita itu.

Damar kemudian menuju ke salah satu ruangan, kemudian ia membuka pintu berukir dengan perlahan. Lalu menghampiri seseorang yang sedang berdiri di atas balkon dan membelakanginya.

“Lama sekali,” ucap lelaki itu tanpa berbalik.

“Harap maklum Tuan, gadis itu sedang berduka,” sahut Damar sambil menghentikan langkahnya, “Sehabis isya nanti, acara sudah bisa dimulai, Tuan.”

“Bagus, kamu boleh pergi!” jawab lelaki itu tanpa menoleh sedikit pun.

***

Sari di antar ke sebuah kamar yang besar, mungkin seluas rumahnya yang kecil.

“Silakan Neng, mandi dulu!” seru Bi Euis yang dijawab anggukan oleh Sari.

Sari pun segera masuk ke kamar mandi, tidak berapa lama ia sudah selesai membersihkan diri. Tubuh gadis itu tampak terbalut handuk, tercium harum semerbak. Tiba-tiba Bi Euis menghampiri Sari dan mengeluarkan sebuah suntikan.

“Itu buat apa?” tanya Sari dengan takut.

“Untuk kesehatan,” jawab wanita itu sambil menyingkap bagian paha Sari dan langsung menusukkan jarum suntik. Setelah selesai, Bi Euis pun berseru kembali, “Pakailah!”

Sari menerima sesetel kebaya modern dari tangan Bi Euis dan memakainya. Tanpa banyak bicara Bi Euis segera merias Sari secara sederhana, tetapi membuat gadis itu terlihat sangat cantik.

Tiba-tiba Damar datang dan bertanya, “Apakah sudah siap?” lelaki itu tampak tertegun melihat Sari yang pangling, “Tolong antar Sari ke ruang tengah, Bi! Semua sudah menunggu!” seru Damar yang dijawab anggukan oleh Bi Euis.

Bi Euis segera membawa Sari keluar dari kamar. Gadis itu terlihat gugup sekali dan grogi untuk bertemu dengan calon mertuanya. Sementara itu di ruang tengah tampak seorang lelaki paruh baya sudah menunggu. Sari pun segera di suruh duduk di hadapan pria itu dan Damar.

Tidak lama kemudian Damar dan Bi Euis duduk di samping Sari. Gadis itu pun terlihat bingung melihat semua ini.

“Langsung mulai saja acaranya!” seru seseorang dari belakang sari.

Sari tampak tertegun melihat seorang lelaki tampan bak pangeran Timur Tengah yang tiba-tiba datang dan duduk di sampingnya. Lelaki itu sekilas menoleh ke arah Sari dengan tajam. Seolah menghunjam jantung gadis itu hingga berdetak sangat cepat. Sehingga membuat Sari tertunduk karena takut. Bahkan untuk melirik ia tidak berani dan hanya bergeming tanpa mampu berkata apa pun.

Lelaki paruh baya itu yang sepertinya penghulu segera menjabat tangan pria di hadapannya dan terjadilah ijab kabul tanpa persetujuan dari Sari. Gadis itu seperti tidak punya kekuatan untuk menolak pernikahan dadakan ini.

Seketika Sari pun menyadari jika ini adalah acara akad nikah bukan perkenalan keluarga. Ia merasa telah tertipu oleh Damar dan merasa sangat menyesal telah mempercayai lelaki itu.

“Bawa dia ke kamarku!” seru lelaki itu sambil menatap sinis ke arah Sari. Lalu ia pergi dan hilang di balik tembok.

“Baik Tuan,” sahut Bi Euis dengan patuh.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
katanya mau perkenalkan dengan keluarga,eh malah langsung akad nikah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Sementara Tuan Adam   End 79. Kucintai Kamu Dalam Doaku

    "Memakai hijab itu adalah salah satu kewajiban muslimah demi menjaga auratnya. Tapi mengenakan kerudung itu harus berdasarkan keimanan bukan karena sesuatu hal. Misalnya untuk menarik perhatian orang agar terlihat lebih baik," ujar Azza menjelaskan setelah mendengar keinginan Jelita yang mau memakai hijab. Jelita kemudian menegaskan,"Oh seperti itu, jadi kalau hati kita belum mantap sebaiknya jangan berhijab dulu?" "Boleh-boleh saja untuk belajar. Tapi amat disayangkan, kalau kita sudah memakai hijab karena alasan tertentu lalu melepasnya kembali, miris melihatnya," ujar Azza yang juga memberitahu bagaimana sikap seorang muslimah terutama dalam menjaga aurat dan pandangannya. "Ya sudah kalau begitu aku mau belajar sekarang," ujar Jelita dengan antusiasnya. Mendengar itu Azza tampak senang sekali dan mengajak, "Boleh, ayo sini aku ajarkan memakai hijab!" Azza kemudian memilah koleksi hijabnya dan mulai mengajarkan Jelita cara memakainya. "Masya Allah, kamu cantik sekal

  • Istri Sementara Tuan Adam   78. Mencarimu

    "Jelita mana Tante?" tanya Fatih sambil mencari gadis itu dengan kedua mata elangnya. Dengan tetap tenang Tante Windi menjawab, "Ada di kamar sedang istirahat. Duduklah Fatih, sepertinya kita harus bicara!" Fatih segera duduk di sofa berhadapan dengan Tante Windi."Menurut Tante, kamu fokus saja urus perusahaan. Soal Jelita biar Tante yang tangani. Dia sudah dewasa Fatih, jadi sudah berani membangkang dan bisa melakukan perbuatan lebih nekat lagi, kalau terlalu dikekang!" ujar Tante Windi memberikan masukan ketika Fatih datang untuk menjemput Jelita.Fatih tampak berpikir sesaat dan menurut saran dari Tante Windi ada benarnya juga. Dengan tinggal di rumah ini, ia bisa bekerja dengan tenang dan tidak perlu khawatir lagi. "Baiklah, aku setuju Jelita tinggal bersama Tante. Tapi aku akan menambah beberapa orang keamanan lagi," ujar Fatih menyetujui."Oke, demi Jelita kamu boleh memperketat keamanan untuknya!" ujar Tante Windi sambil mengangguk kecil. "Sebelum pulang, aku mau bicara e

  • Istri Sementara Tuan Adam   77. Aku Tidak Mau Pulang

    "Kamu harus pulang Nak, agar keluarga Jelita tidak cemas!" saran Sari setelah mendengar cerita Jelita.Jelita langsung terlihat sedih dan memohon, "Tolong Bu, izinkan aku menginap beberapa hari lagi!"Sari segera membelai kepala Jelita seraya berkata, "Maaf Nak, ibu dan abi bukan tidak suka kamu menginap di rumah kami. Tapi tanpa izin dari orang tua, kamu akan dianggap hilang. Jadi sebelum mereka lapor polisi sebaiknya kamu pulang dulu. Nanti boleh menginap lagi di sini kapan pun."Jelita tampak menghela napas panjang. Ia mana mungkin diizinkan menginap di rumah orang lain. Keluar dari pintu gerbang rumah saja dilarang. Gadis itu terus berpikir agar bisa tinggal lebih lama lagi di rumah ini. "Ya sudah, boleh aku pinjam telepon, untuk menghubungi mami di rumah?" pinta Jelita yang dijawab anggukan oleh Sari. Setelah dipinjami telepon, Jelita segera menjauh untuk menghubungi keluarganya. Jelita tentu tidak mau merepotkan Yusuf dan keluarganya yang begitu baik. Ia akan pulang dan kemba

  • Istri Sementara Tuan Adam   76. Mengenalmu

    Mentari tampak bersinar di ufuk timur. Bunga dan dedaunan terlihat segar dibalur sisa air hujan. Jelita sudah bangun dengan tubuh yang lebih bugar, meskipun kakinya masih terasa pegal akibat lari kemarin. Ia segera membasuh tubuhnya yang terasa lengket, meskipun air cukup dingin. Setelah itu segera memakai celana panjang dan sweater yang dibawakan Azza semalam. Setelah selesai, Azza datang lagi menemui Jelita. Tidak lama kemudian kedua gadis itu segera ke luar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Di mana keluarga Tuan Adam terlihat sedang sarapan bersama. "Jelita kenalkan ini, Ibu, Abi dan Kang Yusuf," ujar Azza memperkenalkan keluarganya. Jelita segera menyalami Sari, sedangkan Tuan Adam dan Yusuf hanya mengatupkan tangan. "Nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Bagaimana keadaan kamu Nak?" tanya Sari sambil tersenyum ramah. "Aku baik-baik saja Bu. Terima kasih, sudah memberikan izin untuk menginap di sini," ucap Jelita yang merasa disambut dengan hangat, padahal mereka baru

  • Istri Sementara Tuan Adam   75. Kabur (Season 2)

    Hujan masih mengguyur kawasan puncak. Ketika sebuah mobil mewah tiba-tiba berhenti di jalan yang tampak macet. Seorang gadis cantik terlihat ke luar dari kendaraan itu dan berlari ke arah belakang. Tidak lama kemudian disusul oleh pria berbadan besar dan berpakaian rapi. "Tunggu, jangan pergi Non!" seru pria itu sambil mengejar.Gadis itu tampak ketakutan dan terus berlari sekencangnya. Sesekali ia berhenti di belakang kendaraan lain, sambil mengatur nafas dan berharap pria itu tidak mengejarnya lagi. Akan tetapi, doanya tidak terkabul. lelaki itu justru semakin dekat ke arahnya. Sehingga membuat gadis itu jadi kian panik."Pokoknya aku tidak mau kembali ke rumah," lirih gadis itu yang segera kembali berlari dengan nafas yang terengah. Namun, ketika di belakang mobil box Ia sudah tidak kuat lagi untuk melarikan diri. Kini dirinya hanya bisa pasrah akan apa yang terjadi. Alunan musik terdengar mengalun syahdu dari salah satu mobil sayur. Seorang pria bermata teduh tampak menikmati l

  • Istri Sementara Tuan Adam   74. POV Adam, Bu Nilam dan Sari.

    Lelaki sejati.Waktu terus bergulir, tidak terasa usiaku kian menua, raga ini juga mulai sakit-sakitan. Untung aku mempunyai seorang istri yang sangat perhatian sekali. Ia Seorang perempuan hebat yang Allah jodohkan dengan diriku ini yang jauh dari kata sempurna.Selama pernikahan kami tidak pernah sekalipun Sari mengeluh, ia selalu sabar dan ikhlas dalam mengurus dan merawatku anak-anak, dan ibuku. Sungguh aku sangat bersyukur karena semenjak kecelakaan 20 tahun yang lalu, seolah Allah memberikan aku kehidupan kedua untuk memperbaiki diri untuk menjadi lelaki sejati.Kini perkebunan sudah dipegang oleh Yusuf, sedangkan aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan hanya sesekali ke kebun jika Yusuf sedang keteter atau pergi. Aku menjalani sisa hidupku dengan banyak beribadah dan sering ke masjid.Alhamdulillah … aku di percaya menjadi salah satu pengurus. Rasanya begitu damai hati ini banyak melakukan kegiatan di rumah Allah. Sungguh aku tidak pernah merasa hati ini begitu bahagia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status