Home / Romansa / Istri Sementara Tuan Adam / 7. Awal Sebuah Rasa

Share

7. Awal Sebuah Rasa

Author: Aryan Lee
last update Last Updated: 2022-11-29 15:54:23

Mentari baru saja terbit di ufuk timur, sinarnya yang hangat menerangi indahnya langit biru.

Sari tampak menyaksikan semua itu dari balik jendela kamarnya. Ia pun berandai jika punya sayap seperti burung. Pasti dirinya bisa pergi dari tempat ini dan tidak akan kembali lagi. Seketika hembusan angin segar menerpa wajah cantik Sari. Membuyarkan angannya yang tidak mungkin terwujud.

Tiba-tiba Sari merasa lapar. Ia segera keluar dari kamar tanpa menunggu Bi Euis datang mengantarkan sarapan. Sari melihat Bi Euis sedang memasak dan segera membantu seperti biasa.

“Bi Euis, masak apa?” tanya Sari sambil menghampiri.

“Masak bubur untuk Tuan yang sedang tidak enak badan,” jawab Bi Euis.

“Apa? Tuan sakit?” tanya Sari dengan terkejut karena semalam Tuan Adam tampak sehat-sehat saja.

“Sepertinya begitu,” jawab Bi Euis sambil mengaduk bubur di panci. Tiba-tiba wanita itu merasa kepalanya pusing.

Melihat Bi Euis yang gontai Sari segera memegang wanita itu seraya bertanya, “Bi Euis kenapa?”

“Tidak apa-apa Neng, Biasa masuk angin,” jawab Bi Euis dengan wajah pucat.

"Maafkan saya, pasti gara-gara semalam menemani Sari, Bibi jadi masuk angin," ucap Sari jadi tidak enak hati.

"Nggak juga, sudah dari kemarin bibi merasa tidak enak badan," sergah Bi Euis kemudian, "Apakah tubuh Neng masih sakit?" tanyanya dengan perhatian.

"Sedikit," jawab Sari sambil membawa Bi Euis untuk duduk dan berseru, “Bibi istirahat saja! Biar saya yang melanjutkan bikin buburnya.”

"Neng, bisa masak bubur?" tanya Bi Euis sambil memijit kepalanya.

Sari mengangguk dan menjawab, "Bisa."

Sari segera meracik bubur itu sampai matang dan siap untuk dihidangkan. Ia kemudian membagi ke dalam dua buah mangkuk.

“Bibi sarapan dulu ya, habis itu minum obat!” seru Sari sambil meletakkan semangkuk bubur di hadapan Bi Euis.

Bi Euis jadi haru karena belum pernah diperhatikan seperti ini oleh istri Tuan Adam sebelumnya. Sambil menahan kepalanya yang masih berputar Bi Euis pun berucap, “Terima kasih ya Neng, bibi jadi merepotkan saja.”

“Tidak apa-apa,” jawab Sari sambil tersenyum, “Oh ya, Bibi punya obat untuk demam?” tanyanya kemudian.

Sambil mengangguk Bi Euis pun menjawab, “Ada.”

Kemudian Sari membuat segelas susu untuk mengganjal perutnya. Setelah itu ia bertanya apa saja yang dibawa untuk Tuan Adam, "Selain bubur apa yang harus saya antarkan untuk Tuan, Bi?"

"Segelas air putih hangat, dan air jahe panas Neng," jawab Bi Euis memberitahu.

Sari pun segera mempersiapkan semuanya. Kemudian ia pun berpesan,

“Kalau Bibi masih pusing istirahat saja di kamar! Sari mau mengantar bubur ini untuk Tuan.”

Bi Euis mengangguk dan memandangi Sari yang berlalu dari hadapannya.

Ketika sampai di depan kamar Tuan Adam, Sari tampak menghela nafas panjang. Ia sedang mengumpulkan keberanian karena tidak tahu apakah Tuan Adam marah atau tidak melihat dirinya yang datang.

"Bismillah ...," ucap Sari sambil melangkahkan kakinya.

Ketika sampai di dalam kamar, Sari melihat Tuan Adam sedang berbaring di atas ranjang dengan wajah yang pucat.

“Selamat pagi Tuan,” ucap Sari sambil tertunduk.

Tuan Adam menatap Sari dengan heran dan bertanya, “Kenapa kamu yang datang?”

“Bi Euis sakit Tuan,” jawab Sari yang mulai terlihat takut.

Tuan Adam lalu menarik tubuhnya dan bersandar pada kepala ranjang lalu seraya berseru, “Berikan bubur itu!”

Sari segera menghanpiri Tuan Adam dan duduk di sampingnya kemudian ia bertanya dengan lembut, “ Boleh saya suapin?” Mata indah Sari menatap netra Tuan Adam yang sayu untuk menunggu jawaban.

“Kenapa?” tanya Tuan Adam dengan suara yang lemah.

“Karena saya adalah seorang istri dan berkewajiban untuk merawat suaminya yang sedang sakit,” jawab Sari sambil tertunduk.

Tuan Adam tersenyum mendengar jawaban itu, tentu disaat Sari tidak melihatnya. Lalu ia pun berkata, “Silahkan!”

Sari segera menyuapi Tuan Adam dengan perlahan dan sabar. Seketika pandangan mereka pun bertemu, tetapi keduanya idak berani saling menatap lebih lama.

Entah mengapa Tuan Adam merasa lemah sekali. Padahal semalam ia merasa sangat kuat dan perkasa saat menggempur Sari sampai beberapa kali. Namun, ketika akan salat subuh tubuhnya terasa lemas seolah tak bertulang.

"Cukup!" seru Tuan Adam ketika bubur itu baru habis separuh.

Sari kemudian menaruh mangkuk itu dan mengambil air putih.

Setelah makan bubur dan minum beberapa teguk, Tuan Adam merasa mengantuk. Ia kemudian berseru, "Kamu boleh pergi!"

"Baik Tuan," jawab Sari sambil undur diri.

Sari kemudian keluar dari kamar Tuan Adam dengan lega. Wanita itu segera kembali ke dapur untuk melihat keadaan Bi Euis. Namun, perempuan paruh baya itu sedang menunggunya.

"Kenapa Neng lama di kamar Tuan, apakah kena marah?" Bi Euis balik bertanya sambil memegang kedua tangan Sari dengan cemas.

Sambil menggeleng Sari menjawab, "Tuan tidak marah Bi, tadi aku lama karena menyuapinya dahulu."

Bi Euis tampak terkejut mendengar jawaban Sari karena setahunya, belum pernah ada perempuan yang bisa melakukan itu.

***

Mentari kian meninggi, Sari dan Bi Euis masih sibuk di dapur untuk menyiapkan makan siang.

"Untuk hari ini, biar Sari saja yang memasak, Bi!" seru Sari ketika melihat Bi Euis masih lemas.

Bi Euis merasa kagum dan berharap nasib Sari lebih baik dari para mantan istri Tuan Adam yang terdahulu.

Tidak lama kemudian tercium bau aroma sop ayam yang harum. Selain cantik, baik, pintar masak lagi. Sungguh beruntung sekali jika Tuan Adam menyadari telah memiliki wanita itu.

"Wah lezat sekali sop ini, Neng. Seperti masakan restorant," puji Bi Euis ketika diminta mencicipi.

"Ah, masa sih Bi?" tanya Sari sambil tersipu.

"Iya bener, bisa nambah terus yang makan sop ini," ujar Bi Euis yang membuat Sari tersenyum senang.

"Kalau begitu Bibi makan yang banyak!" seru Sari sambil tersenyum senang.

Sambil mengangguk Bi Euis pun berkata, "Kita makan bareng ya, Neng!"

"Nanti ya Bi, setelah Sari antarkan makan siang buat Tuan," sahut Sari yang dijawab anggukan oleh Bi Euis.

Sari kembali datang ke kamar Tuan Adam. Ia melihat suaminya jauh lebih baik, meskipun masih terlihat sedikit pucat. Wanita itu kemudian hendak menyuapi suaminya kembali, tetapi Tuan Adam segera memegang tangan Sari.

Seketika Sari merasakan ada debaran aneh yang belum pernah ia alami. Begitu lembut dan pasti mulai menjalar melalui urat nadinya.

"Saya bisa sendiri, kamu boleh pergi!" seru Tuan Adam sambil membuang pandangan ketika tatapan mereka bertemu.

"Baik Tuan," sahut Sari sambil menarik tangannya kembali.

Sari kemudian meletakkan makan siang di samping Tuan Adam. Lalu ia berlalu keluar dari kamar itu, setelah sejenak menatapnya kembali.

Adam memperhatikan semua gerakan Sari tanpa wanita itu sadari.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Sementara Tuan Adam   End 79. Kucintai Kamu Dalam Doaku

    "Memakai hijab itu adalah salah satu kewajiban muslimah demi menjaga auratnya. Tapi mengenakan kerudung itu harus berdasarkan keimanan bukan karena sesuatu hal. Misalnya untuk menarik perhatian orang agar terlihat lebih baik," ujar Azza menjelaskan setelah mendengar keinginan Jelita yang mau memakai hijab. Jelita kemudian menegaskan,"Oh seperti itu, jadi kalau hati kita belum mantap sebaiknya jangan berhijab dulu?" "Boleh-boleh saja untuk belajar. Tapi amat disayangkan, kalau kita sudah memakai hijab karena alasan tertentu lalu melepasnya kembali, miris melihatnya," ujar Azza yang juga memberitahu bagaimana sikap seorang muslimah terutama dalam menjaga aurat dan pandangannya. "Ya sudah kalau begitu aku mau belajar sekarang," ujar Jelita dengan antusiasnya. Mendengar itu Azza tampak senang sekali dan mengajak, "Boleh, ayo sini aku ajarkan memakai hijab!" Azza kemudian memilah koleksi hijabnya dan mulai mengajarkan Jelita cara memakainya. "Masya Allah, kamu cantik sekal

  • Istri Sementara Tuan Adam   78. Mencarimu

    "Jelita mana Tante?" tanya Fatih sambil mencari gadis itu dengan kedua mata elangnya. Dengan tetap tenang Tante Windi menjawab, "Ada di kamar sedang istirahat. Duduklah Fatih, sepertinya kita harus bicara!" Fatih segera duduk di sofa berhadapan dengan Tante Windi."Menurut Tante, kamu fokus saja urus perusahaan. Soal Jelita biar Tante yang tangani. Dia sudah dewasa Fatih, jadi sudah berani membangkang dan bisa melakukan perbuatan lebih nekat lagi, kalau terlalu dikekang!" ujar Tante Windi memberikan masukan ketika Fatih datang untuk menjemput Jelita.Fatih tampak berpikir sesaat dan menurut saran dari Tante Windi ada benarnya juga. Dengan tinggal di rumah ini, ia bisa bekerja dengan tenang dan tidak perlu khawatir lagi. "Baiklah, aku setuju Jelita tinggal bersama Tante. Tapi aku akan menambah beberapa orang keamanan lagi," ujar Fatih menyetujui."Oke, demi Jelita kamu boleh memperketat keamanan untuknya!" ujar Tante Windi sambil mengangguk kecil. "Sebelum pulang, aku mau bicara e

  • Istri Sementara Tuan Adam   77. Aku Tidak Mau Pulang

    "Kamu harus pulang Nak, agar keluarga Jelita tidak cemas!" saran Sari setelah mendengar cerita Jelita.Jelita langsung terlihat sedih dan memohon, "Tolong Bu, izinkan aku menginap beberapa hari lagi!"Sari segera membelai kepala Jelita seraya berkata, "Maaf Nak, ibu dan abi bukan tidak suka kamu menginap di rumah kami. Tapi tanpa izin dari orang tua, kamu akan dianggap hilang. Jadi sebelum mereka lapor polisi sebaiknya kamu pulang dulu. Nanti boleh menginap lagi di sini kapan pun."Jelita tampak menghela napas panjang. Ia mana mungkin diizinkan menginap di rumah orang lain. Keluar dari pintu gerbang rumah saja dilarang. Gadis itu terus berpikir agar bisa tinggal lebih lama lagi di rumah ini. "Ya sudah, boleh aku pinjam telepon, untuk menghubungi mami di rumah?" pinta Jelita yang dijawab anggukan oleh Sari. Setelah dipinjami telepon, Jelita segera menjauh untuk menghubungi keluarganya. Jelita tentu tidak mau merepotkan Yusuf dan keluarganya yang begitu baik. Ia akan pulang dan kemba

  • Istri Sementara Tuan Adam   76. Mengenalmu

    Mentari tampak bersinar di ufuk timur. Bunga dan dedaunan terlihat segar dibalur sisa air hujan. Jelita sudah bangun dengan tubuh yang lebih bugar, meskipun kakinya masih terasa pegal akibat lari kemarin. Ia segera membasuh tubuhnya yang terasa lengket, meskipun air cukup dingin. Setelah itu segera memakai celana panjang dan sweater yang dibawakan Azza semalam. Setelah selesai, Azza datang lagi menemui Jelita. Tidak lama kemudian kedua gadis itu segera ke luar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Di mana keluarga Tuan Adam terlihat sedang sarapan bersama. "Jelita kenalkan ini, Ibu, Abi dan Kang Yusuf," ujar Azza memperkenalkan keluarganya. Jelita segera menyalami Sari, sedangkan Tuan Adam dan Yusuf hanya mengatupkan tangan. "Nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Bagaimana keadaan kamu Nak?" tanya Sari sambil tersenyum ramah. "Aku baik-baik saja Bu. Terima kasih, sudah memberikan izin untuk menginap di sini," ucap Jelita yang merasa disambut dengan hangat, padahal mereka baru

  • Istri Sementara Tuan Adam   75. Kabur (Season 2)

    Hujan masih mengguyur kawasan puncak. Ketika sebuah mobil mewah tiba-tiba berhenti di jalan yang tampak macet. Seorang gadis cantik terlihat ke luar dari kendaraan itu dan berlari ke arah belakang. Tidak lama kemudian disusul oleh pria berbadan besar dan berpakaian rapi. "Tunggu, jangan pergi Non!" seru pria itu sambil mengejar.Gadis itu tampak ketakutan dan terus berlari sekencangnya. Sesekali ia berhenti di belakang kendaraan lain, sambil mengatur nafas dan berharap pria itu tidak mengejarnya lagi. Akan tetapi, doanya tidak terkabul. lelaki itu justru semakin dekat ke arahnya. Sehingga membuat gadis itu jadi kian panik."Pokoknya aku tidak mau kembali ke rumah," lirih gadis itu yang segera kembali berlari dengan nafas yang terengah. Namun, ketika di belakang mobil box Ia sudah tidak kuat lagi untuk melarikan diri. Kini dirinya hanya bisa pasrah akan apa yang terjadi. Alunan musik terdengar mengalun syahdu dari salah satu mobil sayur. Seorang pria bermata teduh tampak menikmati l

  • Istri Sementara Tuan Adam   74. POV Adam, Bu Nilam dan Sari.

    Lelaki sejati.Waktu terus bergulir, tidak terasa usiaku kian menua, raga ini juga mulai sakit-sakitan. Untung aku mempunyai seorang istri yang sangat perhatian sekali. Ia Seorang perempuan hebat yang Allah jodohkan dengan diriku ini yang jauh dari kata sempurna.Selama pernikahan kami tidak pernah sekalipun Sari mengeluh, ia selalu sabar dan ikhlas dalam mengurus dan merawatku anak-anak, dan ibuku. Sungguh aku sangat bersyukur karena semenjak kecelakaan 20 tahun yang lalu, seolah Allah memberikan aku kehidupan kedua untuk memperbaiki diri untuk menjadi lelaki sejati.Kini perkebunan sudah dipegang oleh Yusuf, sedangkan aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan hanya sesekali ke kebun jika Yusuf sedang keteter atau pergi. Aku menjalani sisa hidupku dengan banyak beribadah dan sering ke masjid.Alhamdulillah … aku di percaya menjadi salah satu pengurus. Rasanya begitu damai hati ini banyak melakukan kegiatan di rumah Allah. Sungguh aku tidak pernah merasa hati ini begitu bahagia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status