Tumpukan kertas yang tingginya membuat botol air mineral 1,5 liter yang ada disampingnya seperti tidak ada apa-apanya. Kertas-kertas itu bertuliskan dengan banyaknya angka-angka dan beragam tabel serta diagram.
Itu adalah kertas-kertas yang membuat banyak kepala pekerja berkedut-kedut pusing hanya dengan melihatnya. Namun bukan itu yang membuat seorang wanita muda khawatir, melainkan sebuah jam dinding yang harum pendeknya menunjuk angka 10 saat langit diluar jendela sudah penuh dengan bintang-bintang. "Ah, sial. Aku harus lembur lagi. Padahal kemarin malam hanya dapat tidur satu jam." Katanya dengan pelan sambil membenamkan wajahnya ke permukaan meja yang ada di hadapannya. Ashriana Pertiwi, wanita berusia 25 tahun yang sudah genap 2 tahun menjalani pekerjaannya sebagai akuntan di sebuah perusahaan. Kacamata besar dan rambut yang dipotong pendek adalah penampilan yang ia anggap paling nyaman untuk pekerjaannya. Padahal jika boleh memilih ia lebih menyukai rambut panjang yang bisa di ikat banyak model. Kini keseharian wanita itu dipenuhi dengan angka dan kertas-kertas yang menumpuk di mejanya. Sebenarnya keseharian seperti itu bukanlah sesuatu yang buruk baginya sebab ia sampai rela-rela berkuliah hanya untuk mendapatkan pekerjaan sebagai akuntan. Hanya saja perusahaan yang ia pilih sebagai tempat bekerja nampaknya merupakan sebuah kesalahan. Gaji yang ia dapatkan memang di atas rata-rata namun sayangnya uang tersebut tidak bisa membeli kebahagiaannya saat ini. Sebenarnya ada keinginan untuk keluar saja dari perusahaan tersebut hanya saja karena perjanjian kontrak yang ia tandatangani dengan suka rela membuat dirinya tidak bisa keluar hingga 3 tahun lamanya. "Hanya tinggal satu tahun lagi." Ucap Ashriana yang masih membenamkan kepalanya pada permukaan atas meja. "Namun, apa tubuhku masih sanggup untuk bertahan?" Lanjutnya dengan nada yang begitu pesimis. Sama seperti dua hari sebelumnya, hari ini dirinya juga tidak bisa pulang ke rumah sebab saat ini hari sudah larut dan suasana kantor yang tadinya ramai dengan segala aktivitas pegawai sudah menjadi begitu sepi sampai meninggalkan beberapa orang saja yang pekerjaannya belum selesai. Begitu juga dengan dirinya yang pekerjaannya belum selesai. "Ah, pekerjaan tidak akan selesai jika aku hanya mengeluh." Ashriana mengangkat kepalanya dan menggerakkan tangannya sambil sesekali berdiri agar tubuhnya tidak keram. Waktu terus berlalu dan kaleng minuman energi yang ia konsumsi terus bertambah. "Akhirnya selesai." Ashriana menghela nafas panjang yang penuh dengan rasa lega atas kerja keras yang ia lakukan. Matahari pagi sudah mulai menampakan dirinya menembus kaca jendela kantor yang semalaman tak di tutup. Ashriana melihat sekelilingnya yang dipenuhi oleh orang-orang yang sudah tertidur dengan pulas setelah melakukan pekerjaan lembur malam yang melelahkan. Melihat hal tersebut membuat rasa kantuk menyerang tubuhnya. Ini masih pukul 5 setidaknya ia memiliki 3 jam untuk tidur sebelum jam kantor dimulai. Walaupun sebenarnya penuh keraguan namun dirinya memutuskan untuk pergi ke alam mimpi, mengistirahatkan mata dan pikirannya. Ashriana menyilangkan tangannya dan membenamkan kepalanya ke sana kemudian menutup kelopak mata hingga akhirnya kehilangan kesadarannya. Hitam, penuh kegelapan tanpa ada cahaya sama sekali adalah pemandangan yang Ashriana lihat. Terasa begitu sangat lama sampai Ashriana mendengar tangisan bayi yang cukup keras di telinganya. Mendengar suara bayi saat dirinya tertidur di kantor adalah suatu hal yang tidak mungkin terjadi, sebab aturan kantor mengharuskan pegawai wanita untuk mengambil cuti ataupun menitipkan bayi jika ia memilikinya. Merasa ada suatu keanehan, Ashriana membuka matanya, anehnya ia melihat sesuatu yang membuat pikirannya berputar-putar keheranan. Apa yang ia lihat ketika membuka mata bukanlah ruangan kantor yang penuh dengan meja ataupun tumpukan kertas dan berbagai peralatan kantor lainnya yang tiap hari ia lihat sampai muak, namun kali ini ia malah melihat sebuah dinding terbuat dari batu marmer yang terpasang di seluruh penjuru ruangan. Selain ruangan yang berubah orang-orang yang ia lihat sekarang bukan lagi orang-orang berpakaian kantor dengan energi rendah dan wajah suram namun dirinya melihat banyak wanita mengenakan seragam hitam putih berenda seperti seorang pelayan. Masing-masing dari mereka wajahnya memancarkan senyuman kebahagiaan. “Apa yang terjadi? Dimana aku? Siapa kalian?” Ashriana melontarkan banyak pertanyaan dengan keras. Anehnya, bukannya kalimat yang terdengar namun suara tangisan bayi kembali menggelegar di seisi ruangan. Merasa ada hal yang janggal, membuat Ashriana memastikan dengan jelas dari mana suara tangisan bayi itu berasal. Betapa kagetnya dirinya setelah menyadari kalau asal dari suara tangisan bayi itu adalah mulutnya sendiri. “Bagaimana mungkin aku bisa menjadi bayi?” ia mengatakannya setelah melihat tangannya yang besar berubah menjadi mungil. “Ini tidak mungkin, apa aku sedang bermimpi? Seseorang, tolong bangunkan aku sekarang.” Namun yang terdengar oleh orang-orang itu hanyalah suara tangisan bayi saja. “Anakku! apa anakku sudah lahir?" Seorang pria berambut pirang yang berpakaian seperti bangsawan Eropa abad ke-18 memasuki ruangan tersebut dengan tergesa-gesa, penampilannya yang begitu berbeda dengan wanita-wanita ini membuat Ashriana terdiam dan suara tangisan tak terdengar lagi. "Selamat Yang Mulia. Putri anda yang cantik telah lahir dengan sehat. Pasti kehadirannya akan memberikan kebahagiaan di seluruh pelosok negeri ini." Wanita yang berperan sebagai dokter kandungan berkata kepada pria tersebut, mendengar apa yang diucapkan barusan membuat wajah pria yang tadinya kaku berubah menjadi senyuman kebahagian. "Syukurlah tuhan, ia telah lahir dengan sehat. Mariana, apa kau baik-baik saja?" Pria itu bertanya kepada istrinya yang masih telentang di ranjang sambil mengatur nafasnya dengan perlahan. "Aku tidak apa-apa. Kenapa kau diam di situ saja, kemarilah dan gendong anak pertamamu." Jawab Mariana kepada suaminya yang sedari masuk ke ruangan ini hanya berdiri sambil melihat mereka berdua. Menggunakan balutan kain, Ashriana diangkat oleh dokter kandungan dan diberikan kepada pria berpakaian bangsawan eropa tersebut. Merasa tidak nyaman saat digendong Ashriana tentu mengeluh dan meminta untuk diturunkan saja namun tetap saja hanya suara tangisan bayi yang keluar dari mulutnya. “Bagaiamana ini, dia menangis.” Wajah dari pria itu menjadi panik, melihat suaminya berwajah seperti itu istrinya malah menertawakannya. “Tidak apa-apa ia menangis. Bayi menangis itu bertanda ia sehat. Daripada itu, cepat berikan gadis kecil kita nama.” "Nama ya? Kau tenang saja, aku sudah memikirkannya satu hari setelah kita menikah." Istrinya hanya menatap suaminya dengan wajah datar setelah apa yang pria itu katakan. Begitu juga dengan Ashriana yang menatap ayahnya dengan tatapan jijik. Apa kau langsung memikirkan nama anak setelah melakukan hal begituan? Seperti itu pikiran Ashriana bertanya-tanya. "Putriku nantinya akan menjadi sosok yang dicintai semua orang karena itu namanya harus megah. Gloriana Elisa Von Deux, itulah nama putri kita." "Wah, nama yang indah. Putri kita pasti akan menyukainya." Sang suami membalikan badannya dan melihat orang-orang yang ada dibelakang dirinya kemudian dengan percaya diri memberikan sebuah perintah kepada mereka semua. "Kalian semua, segera sebarkan nama dari putri mahkota kerajaan ini. Gaungkan namanya hingga terdengar di seluruh penjuru negeri ini." Perintah dari raja sudah diturunkan. Seketika para pengantar pesan dan para pekerja di kerajaan sibuk bergerak untuk menyebarkan informasi tentang lahirnya putri kerajaan yang nantinya akan bertanggung jawab dalam keberlangsungan berdirinya kerajaan. Hari itu Kerajaan Deux mendapatkan anggota keluarga kerajaan yang baru. Rakyat di seluruh penjuru negeri bersorak gembira menyambut lahirnya tuan putri mereka. Hanya saja ada satu hal yang tidak mereka ketahui. Sebuah fakta kalau bayi kerajaan yang lahir itu bukanlah bayi biasa, melainkan bayi yang memiliki kesadaran penuh akan kehidupannya terdahulu. Aku menjadi putri kerajaan? Mimpi ini terlalu menyenangkan, apa nanti ketika bangun aku akan dapat omelan dari pak bos, ucap Ashriana dalam hatinya.Ruangan ini memang tidak didesain untuk ditinggali oleh 13 orang dewasa. Sebagai gambaran, sofa yang digunakan untuk bersantai hanya cukup menampung maksimal empat orang saja sedangkan bangku dari meja makan tidak diperuntukkan lebih dari dua orang.Sebenarnya bisa saja mengambil banyak bangku dari luar tapi karena mereka datang tanpa peringatan membuat Gloriana tidak bisa menyiapkan kebutuhan yang mereka semua butuhkan. Alhasil hanya Selir Gloriana, Victoria, Alice dan Charlotte yang duduk di sofa sedangkan yang lainnya berdiri tegak membuat dua barisan yang berbeda."Hoi! kenapa kalian semua datang ke kamar Ayunda Gloriana." Alice lantang berbicara dengan wajah kesalnya."Diam kau gadis kecil! Aku ke sini karena ada yang ingin aku bicarakan dengan Adinda Gloriana tapi tidak disangka ada rombongan ular yang ikut sampai ke sini." ucap Victoria sambil melototkan matanya ke arah Charlotte."Siapa yang kau sebut rombongan ular? Kami datang ke sini dengan niat baik untuk menanyakan kondis
"Ayunda Gloriana, bolehkah aku berbicara denganmu." Nada gadis itu pelan dan terdengar tertahan. Beberapa saat sebelumnya, Gloriana mendengar pintu diketuk dari luar. Karena tidak ada pelayan yang berjaga membuat dirinya sendiri yang harus membuka pintu itu. Seorang gadis berkuncir dua berwarna coklat bernama Alice berada di luar bangunan kamarnya dengan sedikit kecemasan di wajahnya. "Kalau ingin berbicara, lebih baik di dalam saja." Kata Gloriana mempersilahkan gadis itu memasuki wilayahnya. Alice duduk di sofa sedangkan Gloriana pergi ke tungku dan menaruh teko pemanas air yang sudah disiapkan oleh Berlin sebelumnya. "Aku mohon maaf jika kemarin kau ke sini dan tidak menemukanku." Kata Gloriana sambil menunggu air itu berbunyi pertanda telah matang. "Tidak! aku yang sebenarnya harus meminta maaf kepadamu. Kemarin aku tidak datang ke sini untuk mencarimu, aku tidak datang di saat kau butuh seseorang di sampingmu. Aku memikirkan diri sendiri dan takut bertemu denganmu. Aku ben
"Apa kau memiliki cara untuk mengirim surat ini?" Gloriana memberikan pertanyaan setelah menuliskan rangkaian kata formal di atas secarik kertas.Ini pertama kalinya Gloriana mengirimkan surat sejak tinggal di dalam istana Harem milik kekaisaran. Biasanya surat dikirimkan dengan burung pengantar pesan atau tukang pos yang rentan waktunya jauh lebih lama sampai ke tujuan. Hubungan dengan Marquis Hendrik masih harus ia tutupi demi menghindari narasi kesalahpahaman yang bisa saja terjadi sebab belum resminya hubungan antar mereka berdua. Jadi tidak mungkin menggunakan burung pengantar pesan yang bisa dilihat oleh siapa saja saat diterbangkan, namun jika menggunakan tukang pos maka surat itu mungkin baru sampai saat pikiran Marquis Hendrik sudah berubah."Gront akan membawanya keluar dari istana Harem dan mengirimkannya dengan burung dari kantor pos." Jawab Berlin memberikan solusi dari permasalahan yang terjadi."Brilian, kalau begitu tolong berikan kepadanya."Pelayan itu diserahkan se
"Apa yang kau katakan barusan?" Gloriana bertanya kepada Berlin setelah rentetan kalimat panjang sebagai laporan atas pertemuannya dengan Marquis Hendrik."Marquis Hendrik berkata akan membantu Anda untuk menjadi permaisuri." Balasnya dengan cepat."Itu akan kita bahas nanti, namun yang ingin aku tanyakan adalah perkataanmu sebelum itu.""Oh, bagian yang mengatakan kalau isu meracuni adik Anda bermula dari wilayah Selir Victoria?""Ya, bagian itu. Apa itu benar?""Tuan Hendrik mengatakan kalau informasinya tidak mungkin salah. Lagipula setelah apa yang Anda lakukan di pesta penyambutan, saya rasa tidak mengherankan jika Selir Victoria melakukan hal semacam ini kepada Anda."Mata Gloriana berputar, dirinya tidak menyangka kalau kejahilan kecil yang ia lakukan di pesta akan mendapatkan balasan yang nyaris menghilangkan banyak nyawa termasuk nyawanya sendiri. Dirinya kembali diingatkan oleh keadaan bahwasanya orang yang memiliki kuasa itu memang menakutkan."Aku tidak menyangka kalau wan
Laju nafasnya terengah-engah seperti dirinya telah berlari berkilo-kilo meter panjangnya tanpa berhenti sama sekali. Wanita itu merasa sangat lelah juga penat dan sedikit sakit di berbagai bagian tubuhnya namun anehnya muncul perasaan menyenangkan di dalam hatinya. Perasaan itu adalah penggambaran dari rasa kepuasan, perasaan puas lain yang sebelumnya tak pernah ia rasakan dalam batinnya. Kali ini, pada momen ini untuk pertamanya kalinya dirinya merasakan hal ini. Sebenarnya dirinya bukanlah seseorang yang selalu mendapatkan kesulitan hingga akhirnya baru merasakan rasa puas di dalam diri. Sejak kecil ia telah merasakan berbagai macam dari kepuasan. Kepuasan yang berasal dari makanan atau hiburan bahkan kepuasan batin atas pemenuhan sifat egois di dalam dirinya, namun kali ini berbeda. Untuk pertama kalinya ia merasakan kepuasan hasil dari sebuah hubungan yang dilakukan oleh sepasangan manusia dewasa. Selama satu putaran penuh jarum panjang bergerak, mereka berdua melakukannya
Punggung tangannya merasakan sensasi dari kelembutan bibir seorang pria. Wajah kaget ditunjukan oleh pelayan dan prajurit yang melihat kejadian itu di depan mata mereka namun bagi wanita bernama Gloriana, apa yang dilakukan oleh pria ini hanyalah salam yang biasa dilakukan sesama bangsawan dari kerajaan asalnya.Sejak tinggal di kekaisaran, ini pertama kalinya seorang pria melakukan salam dengan mencium punggung tangan miliknya. Itu sedikit mengejutkan namun yang lebih mengejutkan untuknya adalah sensasi lain selain bibir yang kulitnya rasakan. Sensasi dari selembar kertas kecil yang menyelip diantar kedua tangan mereka berdua."Apa cara saya sudah benar dalam memberikan salam seperti orang-orang di Kerajaan Deux?" Ucap Hendrik dengan ragu sambil melepaskan genggaman tangannya dengan perlahan."Cara Anda melakukan salam sangat sempurna ..." Setelah dilepasnya jari-jari Hendrik dari tangannya, Gloriana menggenggam kertas itu dengan erat agar tidak disadari siapapun. Gloriana menyadari