Share

28. Sandiwara Ahem Terbongkar

Selamat membaca! 

Novel ini berisikan perang antara hati dan pikiran yang bisa mengacak-acak emosi kita.

                              ***

    Tiga orang tamu baru datang memesan VVIP juga. Kebetulan letaknya tak jauh dengan Ishita dan Afan duduk. 

    "Ahem, Enggar, duduklah!" titah Intan sambil menarik kursinya.

    "Enggar, maaf tadi renacananya mau dimasakin sendiri sama istriku, tapi tiba-tiba penyakit malasnya kambuh, nggak jadi deh!" kelakar Ahem sambil tertawa diiringi  Ishita dan Enggar.

    "Tidak perlu, jadi merepotkan, begini  sudah cukup....santai aja!" bantah Enggar.

     Ishita terbelalak kaget, dia mengenal sekali suara mereka. Suara yang familier sekali, dia sangat mengenal suara itu. Perlahan Ishita menoleh ke belakang dan,

     "Hah!" pekiknya sontak berpaling dan menyembunyikan wajahnya.

    "Mbak Intan? Bagaimana kalau dia tahu aku disini bersama lelaki lain? Dia akan berpikiran aku wanita apaan? Aduh bagaimana ini, apa yang harus kulakukan?" gumamnya dalam hati.

    Ishita gugup dan rasanya ingin segera lari meninggalkan tempat itu. Afan menyadarinya.

    "Ada apa Ishita?"  tanya Afan penasaran.

    "Kamu tahu mereka yang baru datang itu? Dia Mbak Intan, kenapa dia datang kesini bersama Pak Raden sih?" gumamnya lirih.

    "Kamu kenal Mbak Intan, dia istrinya CEO kita.' Jawab Afan menjelaskan.

     "Hah? Pak Raden suaminya Mbak Intan? Apa itu berarti suami Mbak Intan adalah suamiku juga. Apa benar Pak Raden adalah suamiku?" pekiknya dalam hati. Serasa petir menyambar tubuhnya, sebongkah batu menghantam dadanya. Antara sadar dan tidak sadar, tiba-tiba perut melilit seperti kram.

    "Ishita, apa yang sedang kamu pikirkan? Kamu kenapa? Sakit?" tanya Afan.

    "Mas Afan, orang yang menyewa rahimku adalah Mbak Intan. Dia menikahkan aku dengan suaminya, apakah itu berarti dia, Mas Afan?" tanyanya berbisik lirih menahan emosi.

     "Kamu ini gimana sih, kok bisa tidak tau?" sahut Afan.

     "Mereka menginginkan ini mas, aku dibodohi. Mereka berharap aku tidak tahu apa-apa.... licik sekali! Tidak akan kuberikan bayiku padanya!" geramnya sambil memegang perutnya seolah melindungi bayi dalam perutnya.

     "Mas Afan, apakah nama CEO kita adalah Ahem Alfarizi?" tanya Ishita ragu.

    "Iya, bahkan nama CEO, kamu tidak tahu? Padahal kamu sudah bekerja tujuh bulan di hotel." hardik Afan.

    "Selama ini aku hanya tukang cuci di belakang mas. Dan teman-teman hanya memanggilnya pak CEO tanpa namanya. Kami hanya orang kecil tidak bisa berpikir jauh dan tinggi. Sehingga nama CEO bukan hal penting buat aku." Gumam Ishita kecewa.

    "Pak Raden, kamu mendekati aku dan berpura-pura menjadi sahabatku, ternyata kamu pengkhianat. Apa yang  kamu harapkan dari orang kecil seperti aku? Kamu tahu, saat aku menangis merindukan suamiku dan kamu hanya diam menatapku? Kamu permainkan perasaanku!" geramnya dalam hati diiringi air matanya yang mulai meleleh.

    Afan yang menyadari air mata Ishita mulai runtuh, dia segera berbisik,

   "Kita secepatnya pergi dari sini!" Afan merangkul pundak Ishita dan melangkah ke luar restoran. 

     Ahem tak sengaja pandangannya menangkap bayangan Ishita dan Afan.

    "Apakah dia Ishita dan Afan?" tanyanya dalam hati. Ahem hanya dapat  menatap punggung mereka.

    "Sebentar aku mengambil dompetku tertinggal di mobil." Ujarnya kepada Intan berbohong. Dia berlari kecil membuntuti orang yang dicurigai sebagai Ishita dan Afan.

    Ahem berlari ke luar dan mobil Afan dan Ishita sedang berlalu pergi. Sehingga Ahem hanya bisa menyaksikannya sekilas.

     "Apakah, benar dia Ishita? Apakah dia melihat kami?"

     ***

    "Ishita, apa ini berarti kamu adalah istri simpanan CEO Ahem? Kamu selama ini dijebak dan dibodohi mereka. Dalam pernikahan, kamu tidak dipertemukan suamimu. Bercinta...kamu harus menutup matamu. Kamu sebagai orang kecil yang hanya dipermainkan dengan permainan gila yang tak masuk akal. Kenapa kamu melakukan semua itu, Ishita?" Pekik Afan kesal, ditengah-tengah fokus mengendalikan setir.

    "Saat itu aku hanya ingin menyelamatkan nyawa ayahku, tidak lebih." Gumamnya sedih.

     "Mereka orang-orang licik, aku tidak akan menyerahkan anak ku padanya." Ancamnya dengan geram kemudian.

    "Bagaimana dengan surat perjanjian yang kamu tanda tangani?" sahut Afan.

    "Kenapa aku begitu mudah mempercayainya. Tanpa kubaca detail aku menandatanganinya. Betapa bodohnya aku...betapa cerobohnya aku...aku tidak tahu isi keseluruhannya Mas Afan!" sesalnya pada dirinya sendiri.

   "Ishita, aku berjanji akan melindungimu, juga bayi kembar kita. Kamu tidak usah takut!" hibur Afan sambil membelai rambut Ishita dengan tangan kirinya.

    "Harusnya aku menyadari saat tanganku menyentuh bibirnya tadi pagi, hatiku berkata kalau dia suamiku. Sore tadi saat aku terjatuh dalam pelukannya, aku mencium aroma tubuhnya, dan hatiku berkata kalau itu adalah aroma tubuh suamiku. Kenapa aku tidak yakin pada diriku sendiri. Meskipun sebenarnya Allah sudah memberiku petunjuk?" sesalnya dalam hati. "Orang yang selalu menjagaku sebagai sahabat, ternyata adalah suamiku. Kehidupan macam apa yang sedang kualami ini? Bahkan sinetron pun tidak sepelik ini?" lanjutnya masih melamun.

Apakah Ishita bisa memaafkan Ahem? Dan apakah Ishita bisa menerima Afan?

    Bersambung.....

    

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Roesaline
makin seru Lo ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status