Share

6. Warisan

Tiga hari berlalu sejak pemakaman Lukman. Raihanah layaknya robot yang menampilkan senyum tipis saat menyambut kedatangan Ustadz Ridwan. Di depan pintu yang sangat lebar itu, Fathul muncul di belakangnya dengan raut datar tanpa senyum sedikit pun.

Baru kali ini Raihanah bisa melihat jelas seperti apa rupa adik suaminya itu. Jika Lukman berambut ikal dengan kulit cerah dan bersih, maka Fathul memiliki kulit kecokelatan dengan wajah seperti perpaduan Turki dan Indonesia. 

Dia tidak setinggi Lukman, hanya saja caranya berjalan sangatlah tegap, pun saat ia duduk. Tubuhnya lebih berotot dan sorot matanya dingin seperti tidak peduli pada sekitar. 

Tatap mata, ragam ekspresi, serta cara bicaranya sangat berbeda dengan Lukman yang hangat dan lembut. 

Raihanah meletakkan satu cangkit teh di hadapan Ustadz Ridwan lalu menggeser cangkir lainnya untuk Fathul. Lelaki itu tidak menngucapkan apa-apa seperti Ustadz Ridwan yang mengucapkan terima kasih. 

“Untuk memulai, alangkah baiknya kita berdoa dulu, agar Allah merahmati kita. Tujuan kami datang ke sini untuk menyelesaikan segala perkara dan amanat yang sudah dititipkan Lukman.”

Ustadz Ridwan memimpin doa. Sekilas pandangan Raihanah tak sengaja tertumbuk pada Fathul yang tak mengangkat kedua tangan. Pandangan mereka bertemu dan lelaki itu menatapnya sangat tajam. Raihanah sempat terpaku sebelum kembali menunduk, fokus pada doanya.

“Alhamdulillah, kita sudahi doanya. Sesungguhnya … segala yang ada pada diri kita adalah titipan, kepunyaan Sang Maha Kuasa. Ikhlas memang sulit, tapi kita perlu belajar setiap hari. Insya Allah, segalanya akan terganti dengan yang lebih baik.”

Ustadz Ridwan mengedarkan pandangan pada tiga orang yang berada di lingkaran sofa. Mereka adalah orang-orang yang telah kehilangan berkali-kali. Ada yang berpura-pura tegar, ada yang bersandiwara baik-baik saja, ada pula yang menekan kesakitan sampai terlihat seperti tidak merasakan apa-apa.

“Pertama-tama, soal warisan. Lukman menyerahkan 1/6 untuk ibunya sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Allah. Raihanah mendapatkan ¼ dari semua harta yang dimiliki Lukman karena Nak Hanah tidak memiliki seorang anak. Sisanya akan diberikan untuk pembangunan pesantren dan masjid serta disumbangkan kepada anak-anak yatim.”

Raihanah tidak mengharapkan apa-apa soal warisan itu. Tak ada kelegaan ataupun rasa senang karena dia mendapat bagian yang paling banyak. 

“Dan untuk adiknya, Fathul Makkah–”

Raihanah terpaku untuk sekian detik. Nama lengkapnya adalah Fathul Makkah? Dengan rasa penasaran, diliriknya pria itu. Jika saja Fathul terlihat mudah didekati, Raihanah barangkali akan melontarkan pujian tentang namanya yang indah.

“Sebuah perusahaan yang dulu sempat kau kelola. Ambillah untuk dirimu sendiri. Lukman merasa kau sanggup mengembangkannya.”

Raihanah melihat rahang Fathul yang mengeras, seperti tengah menahan marah. Bahu pria itu tiba-tiba menegang. 

“Apa ada yang merasa keberatan? Tolong dinyatakan sekarang, agar tak ada lagi masalah di kemudian hari.”

Diam-diam Fathul menyeringai. Lagi-lagi Lukman berusaha menegaskan jika Fathul bukanlah siapa-siapa. Hanya seorang anak yang tahu-tahu dipungut di jalanan oleh Misan Malik, yang bebas dia permainkan dan manfaatkan sesuka hatinya. 

“Lebih daripada pembagian harta, Lukman ingin mewariskan akhlak yang baik kepada kalian berdua. Jangan contoh sikapnya yang tidak terpuji, tapi junjunglah ajaran-ajaran baik yang almarhum tinggalkan. Sembahlah Allah dan tetaplah menutup aurat apa pun yang terjadi.” 

Raihanah maupun Ummi sama-sama mengangguk, menyetujui segala warisan yang lelaki itu tinggalkan. Bahkan tanpa warisan harta pun, Raihanah tidak keberatan sama sekali. Mungkin yang membuat hatinya meragu hanya satu hal. 

“Karena Nak Hanah sudah setuju, sekarang giliran Nak Fathul. Setujukah untuk menunaikan amanat dari kakakmu?”

……….

Sesuap ilmu: 

Hukum pembagian warisan menurut Islam.

Ibu, bapak, kakek, nenek berhak mendapatkan 1/8

Suami (jika tidak memiliki anak): ½

Suami (jika memiliki anak): ¼

Istri (jika tidak punya anak): ¼ 

Istri (jika punya anak): 1/8

Anak laki-laki: Dua kali bagian anak perempuan. 

Tidak boleh warisan dibagi sama rata meskipun itu adalah wasiat. Warisan harus dibagi dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status