Share

7. Hanya Menebus Utang

Fathul menahan napas. Sejak dulu, ibunya dicap sebagai perebut suami orang, dirinya pun diperlakukan sebagai anak yang harus tahu diri. Karena itu, ia wajib melunasi semua utangnya sekali lagi dengan cara menikahi wanita itu.

 

Raihanah melihat Fathul mengangguk pelan sambil mengucapkan kata ‘ya’ yang terdengar samar. Raihanah tertegun. Ia pikir pria itu akan menolak, sebab sampai saat ini, raut wajahnya amat tertekan. Ia tampak tidak suka berada di tempat ini.

 

“Alhamdulillah. Kalau begitu, Nak Fathul bisa menunggu selama 130 hari. Jika kau ingin berkunjung dan berkenalan dengan Hanah, aku akan mendampingi.”

 

Fathul terdiam seperti biasanya. Tidak pernah terpikir akan kembali datang untuk mengunjungi wanita bernama Raihanah itu. Memangnya untuk apa?

 

Suasana rumah Malik pun terasa pengap dan tidak nyaman.

 

“Sebenarnya juga tidak masalah kau sering berkunjung. Kau adalah bagian keluarga Malik. Menjenguk ibumu yang sedang berduka juga sangat bagus. Bukan begitu, Dik Ramlah?”

 

Fathul melihat Ramlah memalingkan muka. Bahkan jika diundang oleh wanita itu pun, Fathul tidak akan datang. Dia tahu Ramlah tidak akan sudi dijenguk olehnya.

 

“Maaf, Ustadz. Saya terburu-buru. Ada pekerjaan penting yang harus saya urus.”

 

Tanpa menunggu reaksi Ustadz Ridwan, Fathul berdiri lalu menyalami pria yang wajahnya selalu terlihat tenang itu.

 

“Oh iya, hati-hati ya, Nak.”

 

Suara sepatu pantofel-nya mengetuk lantai kediaman Malik. Rasanya melegakan saat Fathul berhasil keluar dari pintu dan menghirup udara luar.

 

“Tunggu!”

 

Ia menoleh hanya untuk menemukan Raihanah yang tiba-tiba menghampirinya. Ada setetes keringat yang jatuh menimpa pipi mulusnya.

 

“Kita belum pernah bicara berdua.” Wanita itu sedang menghirup udara untuk menenangkan pernapasannya sambil menundukkan pandangan.

 

“Bukannya tidak boleh?” Fathul menanggapi dengan santai. Setidaknya itulah yang dia rasakan.

 

Namun, Raihanah melihatnya dengan cara yang berbeda. Kening pria itu mengerut kasar, kedua alisnya menekuk seperti tidak suka. Garis-garis rahangnya semakin menajam seperti hendak melahap Raihanah.

 

Sepertinya dia amat terburu-buru.

 

“Ah, ana diperbolehkan menghampiri sebentar karena kita sedang berada di luar.” Raihanah mundur dua langkah.

 

“Ada apa?” Lagi-lagi ekspresi Fathul tampak tidak senang, lebih tepatnya seperti geram.

 

Namun, alih-alih takut, Raihanah tetap tidak mundur. Sejak tadi dia penasaran. “Kenapa diterima?” tanyanya.

 

“Tidak boleh?”

 

Untuk pertama kalinya, Raihanah ikut mengerutkan kening. “Ana pikir antum akan menolaknya.”

 

“Kamu berharap begitu?”

 

Tanpa sadar Raihanah menampakkan ekspresi tidak setuju. “Kalau antum tidak suka–”

 

“Saya buru-buru.”

 

Raihanah tertegun saat Fathul memutar tubuh dan meninggalkannya begitu saja. Ia tidak paham sama sekali alasan pria itu menerima perjodohan ini. Jika memang tidak suka, Fathul bisa membatalkannya.

 

Raihanah tidak mau menikah dengan pria yang membencinya. Itu akan jadi masalah besar nantinya.

 

Maka, dengan nekat ia mengejar pria itu sebelum Fathul sempat menyalakan mesin mobil. Raihanah masuk ke kursi belakang tanpa pikir panjang. Saat itu juga, Fathul menghentikan gerakannya,

 

“Ana masih belum selesai bicara.”

 

Dalam anggapan Fathul, Raihanah adalah wanita lembut yang penurut. Namun, hari ini anggapannya patah begitu saja. Raihanah bahkan menatapnya lewat kaca spion tengah dengan kedua mata yang tegas.

 

“Kalau antum tidak suka, jangan diterima.”

 

“Situasi dan kondisi mana yang memungkinkan saya untuk menyukai kamu dalam waktu tiga hari ini?”

 

Ia melihat Raihanah menahan napas. Sejujurnya, dia tidak ingin mengobrol lebih jauh dengan wanita ini. Akan menyulitkan jika Raihanah juga bersikap angkuh seperti Lukman. 

 

“Ana … hanya ingin meluruskan.” Raihanah memalingkan muka dari kaca spion. “Ana tidak ingin mengganggu kehidupan antum nantinya.”

 

Kira-kira apa arti wanita ini bagi Lukman? Mengapa begitu mudahnya dia memberikan Raihanah padanya? Padahal sepertinya Raihanah diperlakukan dengan baik dalam keluarga Lukman.

 

“Bukan kamu yang memutuskan, tapi suamimu.”

 

“Bang Lukman memang memberikan amanat, tapi–”

 

Raihanah tidak mampu memprediksi ketika Fathul tiba-tiba membanting pintu mobilnya dan keluar lalu membuka pintu belakang secara kasar. Raihanah tertegun saat pria itu berdiri di sampingnya dengan tatapan seperti hendak mencincangnya.

 

Amanat. Fathul membenci kata itu. Karena sebuah kata itu, hidupnya kacau balau. Pertama-tama, ia dibawa ke keluarga Malik karena amanat dari ibunya. Kedua, ia mesti menebus semua utang budinya karena amanat Misan Malik, dan sekarang yang ketiga. Ia harus menikahi seorang perempuan yang bahkan tidak dirinya kenal.

 

Fathul membenci mata yang menatapnya aneh dan ketakutan itu. Ia mencondongkan kepala mendekat pada wanita itu hingga Raihanah mundur dan beringsut ke samping.

 

“Jangan pernah berharap apa-apa. Saya hanya menebus utang dan menerima pemberian untuk yang terakhir kalinya. Jadi, kamu cukup diam di sisi saya.”

 

 

........

 

Sesuap ilmu:

Amanat boleh tidak dipenuhi jika tidak sesuai dengan syariat Islam.

 

Masa iddah perempuan ada tiga:

>> Wanita yang ditalak: menunggu 3 kali suci (3bulan)

>> Wanita yang suaminya meninggal: 4 bulan 10 hari (130 hari)

>> Wanita yang hamil: menunggu sampai dia melahirkan.

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alfira ananda
Alhamdulillah nambah sesuap ilmu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status