“Apa maksudmu tidak yakin? Apa kamu tidak becus bekerja?” Biasanya Romeo tak pernah berpikir untuk membentak orang-orang yang bekerja untuknya, jangankan membentak, marah saja jarang terjadi dan sekarang tiba-tiba laki-laki itu seperti lepas kendali membuat laki-laki di depannya itu hanya bisa menunduk pasrah. “Maaf tapi itulah yang kamu dapatkan? Kamu belum tahu jelas siapa orang yang membantu Non Ara.” “Bagaimana dengan ponsel atau kartu banknya?” “Sudah terblokir beberapa hari yang lalu, jadi kami tidak bisa menggunakan cara itu.” Romeo memejamkan matanya, dia tak tahu apa yang terjadi pada Ara sekarang, dia benar-benar khawatir andai Ara bicara baik-baik padanya ingin menunda pernikahan tentu Romeo akan berusaha mengabulkannya. Ah Ara, gadis itu memang paling bisa membuat tidurnya tak tenang. Kemana kamu sebenarnya? “Bagaimana dengan Sofi? Apa ada yang aneh dengan dia?” “Kenapa tuan kukuh sekali me
“Plak!” Tamparan keras itu membuat dua orang wanita yang berbagi ruangan dengan mereka memekik terkejut. “Aku kira aku sudah banyak mengajarimu dan menceritakan pengalamanku supaya tidak terulang pada putraku tapi apa ini!” teriak Raffael dengan marah wajahnya memerah menahan marah. Romeo menyeka bibirnya yang berdarah, sedangkan di sudut ruangan Ana memeluk Sofi yang masih ternganga tak percaya melihat apa yang baru saja terjadi. “Papa yang memaksaku menikahinya,” kata Romeo kesal. “Benar ini salah papa yang terlalu memanjakanmu sampai kamu suka memaksakan kehendak pada orang lain, bahkan pada orang yang kamu kira kamu cintai.” “Apa maksud papa?” “Sejak awal aku tidak melihat Ara yang antusias dengan rencana pernikahanmu, tapi kamu malah dengan percaya diri memajukan rencana pernikahan kalian. Apa kamu pernah berpikir kalau mungkin saja Ara belum siap.” Romeo menatap papanya dengan tatapan bingung. “Dia tidak pernah bilang kalau tidak setuu lagi pula kami sudah saling kenal d
“Malam yang indah bernama kesayangan.” Sofi memposting di akun media sosialnya dengan latar belakang halaman rumah orang tua Romeo. “Bagaimana?” tanyanya setelah memperlihatkan layar ponselnya pada Ana. “Sebenarnya akan sangat bagus kalau kamu berfoto bersama Romeo,” kata Ana sambil matanya menerawang. Sofi meringis, jangan sampai Ana memintanya membangunkan Romeo yang sedang tertidur lelap di kamarnya tadi. Setelah wartawan memergoki Romeo keluar di malam hari saat hari pernikhannya, laki-laki itu memang jarang pergi di malam hari kecuali untuk bekerja. Jangan tanya bagaimana berita di luaran sana, para pemburu berita itu semakin gencar mencecar tidak hanya Romeo dan dirinya ba hkan Ana dan Raffael juga tidak bisa bepergian dengan leluasa, karena itu Ana menjadi kesal luar biara.Raffael sudah beberapa kali meminta putranya itu untuk mengklarifikasi tapi jawabnya tetap sama. “Romeo sedang tidur dan pasti akan menolak,” gumam Sofi dengan tatapan khawatir. “Kurasa ini sudah cu
“Romeo dan Sofi sudah lama saling mengenal.” “Apa Sofi yang menyebabkan hubungan Romeo dan Ara kandas?” “Kata siapa, memangnya hubungan saudara bisa kandas?” tanya Raffael wajahnya mengernyit bingung menatap para wartawan yang sedang mengerumuninya. Sudah puluhan tahun dia bekerja dengan para aktor dan artis yang sangat pandai memainkan perannya jadi bukan hal yang sulit baginya untuk berakting saat dibutuhkan meski menurutnya dia tak sepenuhnya bohong.“Tapi bukankah seharusnya Romeo dan Ara yang akan melangsungkan pernikahan? Apa Romeo sudah menghamili Sofi karena itu dia harus bertanggung jawab.” Raffael tersenyum dengan lebar dan menatap wartawan yang bertanya padanya. “Tidak ada hal seperti itu, tapi kalau memang Sofi hamil dalam waktu dekat aku pasti akan sangat senang, tapi kita buktikan saja itu,” katanya. “Lalu bagaimana dengan Ara?” Sekarang Raffael menghela napas panjang. “Romeo dan Ara dibesarkan bersama-sama, mereka sudah seperti saudara karena itu mereka salah meng
Sofi berdiri mondar-mandiri di ruang tamu rumah orang tua romeo, ini sudah lebih dari jam dua belas malam tapi tidak ada tanda-tanda Romeo akan pulang, sedangkan Raffael dan Ana sendiri menginap di rumah kakek dan nenek Romeo. “Apa aku telepon saja?” Sofi tentu saja takut akan terjadi apa-apa dengan Romeo, apalagi tadi siang laki-laki itu pergi dalam keadaan marah dan menurut Raffael, Romeo tadi juga tak bisa menerima penjelasannya. Sofi menggigit bibirnya dan dengan tangan bergetar menghubungi nomer Romeo. Tidak diangkat tentu saja Sofi tahu laki-laki yang menjadi suaminya itu tidak akan sudi mengangkat panggilannya, tapi dia bukan orang yang mudah menyerah. Sekali lagi dia menghubungi nomer itu, tapi sampai dua puluh kali panggilan tidak ada jawaban, Sofi mengerang kesal. “Tolong angkat,” gumamnya sambil menatap ponselnya. Sofi menghela napas, tetap tak ada jawaban tapi wanita itu terlonjak kaget saat nomer Romeo ganti menghubunginya, seakan mendapat durian runtuh cepat-cepat
Nekad. Dengan menggunakan topi yang kebetulan ada di mobil Romeo Sofi melakukan reservasi, sebelumnya dia mengunci mobil dan membiarkan Romeo yang masih merancau tak jelas ada di sana dengan sedikit bujuk rayu akhirnya Sofi berhasil bertemu dengan manager hotel yang berjanji akan merahasiakan keberadaannya di sini hari ini. Sofi tidak sok geer sih, tapi pernikahannya dengan Romeo membuat banyak orang yang mengenalnya terutama para kawula muda penggemar Romeo.Ini hotel mewah dan Sofi percaya kalau manager hotel akan menepati janjinya. “Dan satu lagi bisakah saya meminta bantuan untuk memapah suami saya ke kamar, dia sedikit tidak enak badan.” Ada keterkejutan di mata sang manager tapi dia langsung menutupinya dengan baik. Sofi menghela napas lega setelah seorang belboy yang membantunya keluar dari kamar. “Ara kemarilah sayang, aku begitu merindukanmu.” Ada sengatan cemburu di dada Sofi saat sang suami tiba-tiba memeluknya dan menyebut nama wanita lain. “Ini aku Sofi bukan
Ana tidak pernah menyukai pesta.Hingar bingar musik langsung menyambutnya begitu dia menginjakkan kaki di gedung ini, meski keningnya mengernyit tak suka, tapi sebagai seorang artis profesional dia tetap saja menampilkan senyum lebar khasnya. ini pesta yang khusus diadakan untuk dirinya sangat konyol kalau dia terlihat tidak bahagia. Ana mencoba menarik turun gaun malam yang dia pakai, kalung mutiara yang tadi terlihat sangat cantik serasa mencekiknya. Ana mencari sosok penting yang berada di balik kemeriahan pesta kali ini. “Itu Pak Ridwan, sapa dia dulu,” bisik Adam, sang manager yang mendampinginya. “Setelah ini apa aku bisa pergi?” tanya Ana dengan penuh harap. “Memangnya kamu mau ke mana?” “Toilet, kemana lagi, setidaknya di sana tidak berisik seperti di sini,” kata Ana. Adam langsung memutar bola matanya dengan malas. “Jangan bilang kamu akan melarikan diri lagi, kalau sampai itu kamu lakukan, aku akan mengikatmu,” ancamnya. “Ya… ya aku tahu apa yang akan kamu katakan
Dua hari yang lalu di apartemen Ana.Mata Ana mengerjap mendengar suara gedoran di pintu dengan brutal, digelengkannya kepala mengusir kantuk dan rasa pening yang masih setia menemaninya. Dilihatnya jam berbentuk hello kitty di atas nakas. Astaga dia baru tidur satu jam, siapa yang menggedor pintunya?Terseok-seok Ana melangkah ke arah pintu, bahkan dia hanya menggunakan sebelah sandal hello kitty kesayangannya itu. "Aku akan mencekik siapapun orang yang seenaknya menggangguku kalau tidak penting." "Anaaa!" Pelukan erat itu hampir saja membuat Ana terjengkang kalau saja tangannya tidak sigap memegang daun pintu yang masih terbuka. "Mas Adam, apa-apaan, sih," sentaknya antara kaget juga kesal. Bukannya merasa bersalah laki-laki di depannya itu malah tertawa dengan riangnya. "Mas Adam mabuk ya," tuduh Ana. "Enak saja, ada berita gembira untukmu," katanya tak terpengaruh oleh sikap Ana tadi. Mendengar itu, Ana langsung duduk di samping Adam dan mengamati wajah managernya yang