Home / Thriller / Istri Tanpa Suami / 8. Devano yang Menyebalkan

Share

8. Devano yang Menyebalkan

last update Last Updated: 2021-09-11 10:15:34

Memang dasar wanita, tubuh masih terasa panas, serta terus saja terbatuk-batuk, tetap tidak menyurutkan semangatnya untuk berbelanja di mall. Apalagi sudah memegang kartu sakti unlimited, maka ia akan berbelanja sepuasnya dan penyakitpun hilang.

Sambil mendorong troli belanja yang sudah penuh barang belanjaan, sesekali juga ia mengecek ponselnya, belum ada kabar dari Devano, padahal lelaki itu berjanji menjemputnya. Tidak mungkin ia membawa berkantong-kantong belanjaan barang dapur sambil membeli baju dan sepatu.

"Ck,mana sih?" matanya terus saja mencari keberadaan Devano yang tidak kunjung terlihat.

"Dasar Giyem aneh! Masa calon majikan disuruh beli udang, ikan, telur, gula, beras, dan masih banyak lagi. Hadeeeh," gerutu Jelita sambil menggelengkan kepala.

Jelita memutuskan untuk masuk ke antrean kasir yang sudah kosong, dengan mahir sang kasir menghitung satu per satu barang belanjaan Jelita, lalu dimasukkan ke dalam goodie bag besar sebanyak tiga kantong.

"Semuanya dua juta dua ratus, Bu."

"Saya belum menikah, Mbak. Panggil saja, Mbak atau Teteh," protes Jelita tidak suka dengan panggilan yang diucapkan sang kasir.

"Maaf, Mbak." Petugas kasir tersenyum kaku, melirik dandanan Jelita yang lebih mirip tante girang dari pada ibu rumah tangga.

"Sebentar," ucapnya seraya meraba tasnya, mencari kartu sakti pemberian Devano. Hingga satu per satu isi tas kremesnya ia keluarkan, tetap ia tidak menemukan di mana kartu sakti Devano berada. Seketika kakinya lemas, detak jantungnya mengalun sangat cepat.

"Mbak, maaf. Yang lain sudah mengantre," tegur sang kasir pada Jelita, benar saja, Jelita menoleh ke samping, sudah ada lima orang yang mengantre di belakanganya dengan wajah tak sabar.

"Aduh, Mbak. Maaf, kartu belanja saya ketinggalan. Saya bayar cash aja ya," ujar Jelita sambil merogoh isi dompetnya, hanya ada enam lembar uang merah di sana. 

"Saya yang ini dan ini, tidak jadi Mbak, sama ini juga, dan ini, ini, ini, ini, dan ini." Jelita menggeser lebih dari dua puluh barang, meminta kasir untuk meng-cancel barang belanjaan yang yang sudah ia pinggirkan. Jangan ditanya malunya seperti apa, seandainya ia bisa menghilang saat ini, maka ia akan menghilang dengan segera. Sepatu dan tas mahal yang ia kenakan saat ini, ternyata tidak berharga bila isi dompetnya tipis. 

"Dandanan sih ngartis, isi dompet karyawan pabrik," bisik seorang wanita pada temannya, mereka berdiri tepat di belakang Jelita.

"Kalau gue sih, mending mati aja dari pada malu depan orang banyak," timpal teman wanitanya.

Jelita menutup telinga rapat-rapat, mengambil satu kantong belanjaan yang sudah ia minimalis. Hanya kecap, aneka mie instan, gula, teh, kopi, telur, daging, detergen dan juga sampo, serta sekantong buah apel dengan berat tiga kilo untuk dirinya.

Tanpa menoleh lagi, Jelita mendorong troli menuju pintu keluar. Rasa malu, telah membuat tubuhnya gerah tak menentu. Ditambah lagi Devano belum juga datang dan  perutnya sudah lapar.

"Jelita!" suara Vano sedikit berteriak.

"Maaf, lama ya," ujar Vano dengan wajah memelas.

"Udah selesai belanjanya? Kok cuma sedikit?"

"Kartu kamu entah ada di mana, padahal tadi sudah aku masukkan tas."

"Aduh, kok bisa? Kamu tidak hati-hati sih. Duh, gimana ini?" Vano meremas rambutnya kasar. 

"Maaf ya sayang," rengeknya manja sambil menggosok perutnya.

"Aku lapar, mau makan," rengek Jelita lagi.

"Makan di rumah saja ya. Itu ada belanjaan," tunjuk Devano pada kantong biru yang masih berada di dalan troli.

"Ini bayar pakai uang aku satu juta lho, Van. Nanti diganti ya?"

"Iya, nanti aku ganti. Mahal juga ya, belanja satu kantong doang satu juta," komentar Devano yang kini sudah mendorong troli ke area parkir mobil.

"Ck, ada-ada saja. Jangan sampai itu kartu kredit ditemukan orang lain. Bisa habis gue!" gumam Devano kesal.

****

Selesai menyapu rumah besar Devano, Narsih melanjutkan kegiatannya dengan mengepel lantai. Pekerjaan yang benar-benar menguras tenaga, hingga baju yang dipakai Narsih basah oleh keringat. Puas melihat hasil pekerjaannya, Narsih memilih membuat teh manis dan duduk santai di depan televisi. 

Tangannya terulur mengusap kulit sofa mahal yang sangat halus dan lembut. Tangan Narsih tanpa sengaja meraba sesuatu seperti kartu dari balik bantal sofa. Ia lalu mengambilnya dan tersenyum senang. "Berarti itu si Nyamuk Julita tidak bawa kartu. Ha ha ha ha ..." Narsih terbahak, lalu dengan sekuat tenaga mematahkan kartu sakti milik Devano.

"Gue bininya ga dikasih belanja pake kartu, maka wanita lain juga ga boleh belanja pake kartu laki gue."

Pletak

Setelah kartu terbagi dua, Narsih melemparkannya ke dalam bak sampah di dapur. Ia pun melanjutkan acara menontonnya sambil menikmati segelas teh manis hangat. 

Bosan menonton acara film yang selalu saja bertemakan percintaan, Narsih memilih ke dapur. Memang ia belum mengecek semua bahan makanan yang ada di dapur. Dengan bantuan sebuah kursi, Narsih membuka lemari kitchen set bagian atas. Betapa kagetnya ia melihat ada beberapa bahan olah untuk membuat kue, seperti terigu, tepung sagu, gula bubuk, kacang hijau, kacang tanah, margarin, beberapa pewarna makanan, dan juga sebuah kotak mixer.

Narsih membawa turun beberapa bahan, ia mulai menuangkan tepung ke dalam baskom.  Tahukan apa yang akan dibuat oleh Narsih? Ya, Narsih memilih membuat peyek kacang, seperti waktu dahulu ia selalu ditugaskan oleh Yasmin, mantan majikannya.

"Semoga Bu Yasmin dan Mas Jaja berjodoh ya. Ah... jadi kangen Reza," gumamnya dengan mata berkaca-kaca. Narsih teringat Reza, anak majikannya yang selalu saja cerewet kalau ia sedang berada di dapur.

"Pasti sekarang, Reza sudah kelas lima SD," gumamnya lagi sambil terus mengaduk tepung yang telah diberi air.

Ia pun dengan asik menggoreng peyek kacang, tanpa mengetahui bahwa Devano dan Jelita sudah kembali ke rumah. Jelita turun dari mobil dengan wajah masam dan perut lapar. 

"Gi...Gi...!" suara Jelita setengah berteriak.

"Benar-benar dua orang gak waras nih, nama gue cakep-cakep Aminarsih, diganti Giyem. Sekarang Gi...Gi...gila apa ya?" gumam Narsih sambil mematikan sebentar api kompornya.

Setengah berlari Narsih menghampiri Jelita dan Devano yang sudah duduk di ruang televisi, tampak keduanya kelelahan. Devano tak lama segera bangkit dari duduknya, lalu berjalan naik ke lantai dua.

"Ada apa, Nya-muk?"

"Angkat belanjaan yang di dalam mobil. Kemudian ambilkan saya nasi, saya lapar."

"Oke, saya masak dulu berasnya. Nyonya sudah beli berasnyakan?" tanya Aminarsih dengan tatapan mencurigakan pada Jelita.

"Ya ampun, saya lupa!" Jelita menepuk keningnya dengan keras.

"Duh, gimana mau makan kalau tidak ada beras?" Aminarsih memutar bola mata malasnya. Kalau gua jadi majikan, lu pembantu lupa beli beras, udah gue pites lu Juliiiit! Geram Narsih dalam hati. Jujur ia pun lapar, menunggu beras datang agar bisa segera dimasak.

"Aduh, mana saya lapar banget," keluh Jelita.

"Saya buatkan mie instan saja deh. Dibeli ga mienya?"

"Beli, itu ada di kantong belanja. Tapi, saya tidak bisa makan mie," jawab Jelita sambil memegang perutnya.

"Ada makanan apa di dapur?"

"Peyek kacang."

"Ya sudah, saya makan peyek kacang saja."

"Gak takut batuk?"

"Nggak."

Aminarsih bergegas ke dapur, mengambil toples besar yang berisi peyek kacang yang warna coklatnya menantang lidah ingin segera mencicipinya. Wanita yang berstatus istri sah Devano itu, membuka tutup toples, lalu kembali memercikkan air ludahnya di sana. "Semoga besok kedua spesies jadi-jadian itu kembali sial."

"Jadi kamu lupa beli beras? Aduh, Jelita... yang benar saja. Jadi kita makan apa?" Devano mendesah kesal.

"Ada peyek Paduka, makan ini saja." Narsih meletakkan satu toples besar berisi peyek kacang buatannya.

"Kamu yang bikin?" tanya Devano.

"Iyalah, masa setan bisa bikin peyek. Setan mah ga suka masak, sukanya belanja," ujar Aminarsih sambil melirik Jelita. 

"Ya sudah, sana! Buatkan kami minum!" tangan Devano mengusir Narsih agar segera pergi ke dapur. Wanita itu menurut, berjalan ke dapur untuk membuatkan teh untuk Devano dan juga Jelita.

Huk!

Huk!

Huk!

Huk!

Suara batuk-batuk menggema dari ruang televisi. Ternyata benar, Devano dan Jelita sedang saling sahut batuk. Bahkan wajah keduanya memerah. Cepat Narsih berjalan ke ruang televisi dengan dua cangkir teh di tangannya. Betapa kaget ia, saat melihat toples besar peyek sudah kosong.

"Makanya, Nyonya-Tuan, kalau makan peyek itu dikunyah, jangan langsung telan kayak bubur. Jadi batuk deh," komentar Narsih sambil meletakkan teh di atas meja.

Ia pun langsung naik ke kamarnya tanpa memedulikan dua orang uang masih saja terbatuk di bawah sana. Tubuhnya sangat lelah dan berpeluh. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam. Narsih meraba baju kaus yang ia gantung di teralis jendela, ternyata sudah kering sehingga bisa ia pakai kembali.

Sedang asik menggosok rambutnya dengan sampo yang dibeli Jelita, suara pintu kamarnya terdengar dibuka. Narsih terdiam, dadanya berdebar hebat. Jangan! Devano tidak boleh menyentuhnya lagi.

Kkreek

"T-tuan mau apa?" Narsih yang kaget, refleks menutup kedua dadanya dan merapatkan pahanya.

Cup...mmmpp...

Mata Narsih terbelalak, saat Devano tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar mandi dan mencium rakus bibirnya. Mereka mengulangi aktifitas panas di dalam kamar mandi.

Jelita sedang menunggu Devano di kamarnya, lelaki itu pamit sebentar mau memberi makan anjingnya. Namun, sudah satu jam belum juga kembali ke kamar Jelita. 

"Masa gagal lagi sih? Kemarin tidak jadi karena dia ketiduran di kamarnya, masa malam ini dia ketiduran lagi di kandang anjing," gumam Jelita yang akhirnya memutuskan untuk tidur saja.

"Katanya jijik, tapi dipake terus," omel Narsih sambil melemparkan tangan Devano dari pinggangnya. Lelaki itu kini terlelap kembali di kamar Narsih.

****

🤣🤣🤣 Jijik sih sama orangnya, sama anunya nggak. Dasar Panuuu!!🤣

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Wiwin
............ pinter ngelawak juga penulisnya.
goodnovel comment avatar
Casmuroh Casmuroh
novelnya bikin sedih dan ngakak.. biasaalah Narsih mulutnya si Panu beda sama pusakanya..wkwwkwk
goodnovel comment avatar
Mahzuni
gi gi berarti legit devano ketgihan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Tanpa Suami   142. KEJUTAN (ENDING)

    Acara akad nikah dan resepsi yang diadakan diballroomsebuah hotel mewah, berlangsung lancar dan meriah. Para tamu undangan yang berbondong-bondong memberikan selamat dan juga mendoakan sepasang pengantin yang tengah berbahagia di atas pelaminan sana.Semua bergembira dan tersenyum penuh senang. Amira, si gadis super unik, berjodoh dengan Reza yang tak lain adalah anak majikan sang ibu, saat dahulu kala. Jika ada penulis yang bersedia menceritakan kisah mereka dan memberi judul 'Menikahi Anak Pembantu', pasti sangatlah tepat. Namun itu hanya sepenggal kisah masa lalu yang dilalui Amira dan juga ibunya. Saat ini, mereka bahkan tak tahu berapa banyak aset perusahaan dan juga warisan yang ditinggalkan Uyut Wijaya untuk Amira dan juga ibunya.Buktinya dapat dilihat dari para undangan yang hadir, mulai dari wali kota Jakarta Selatan dan beberapa stafnya. Belum lagi lurah, dan camat setempat. Relasi bisnis sang papa, teman se

  • Istri Tanpa Suami   141. Hari Pernikahan

    Devano menjadi pusat perhatian di dalam rumah besar milik Aminarsih. Lelaki itu tak banyak bicara. Hanya senyuman dan anggukan yang ia berikan, saat Amira atau Emir menanyai dirinya. Lalu bagaimana dengan Aminarsih? Wanita setengah baya itu tak mau mengeluarkan suara apapun untuk Devano. Bahkan ia menganggap lelaki itu sudah lama mati. Ia hanya menghargai Amira sebagai darah daging lelaki kejam seperti Devano.Lelaki itu duduk tepat di samping kiri Amira, sedangkan Emir dan Aminarsih ada di posisi kanan. Yasmin pun tak kalah bingung. Ia memang ingat, saat itu Narsih menggantikannya jadi pengantin Devano, tetapi bukannya mereka langsung berpisah beberapa hari kemudian? Harusnya, usia Amira lebih tua, atau tak beda jauh dari Reza. Namun, kenapa bisa Amira masih sangat muda?Satu hal yang paling menyeramkan dari semua ini adalah penampilan Devano yang telah kehilangan sebagian tangan kirinya. Ada banyak pertanyaan bersarang di kepalanya

  • Istri Tanpa Suami   140. Lamaran

    Langit malam tampak begitu terang benderang. Bintang bertabur di atas sana yang jika kita perhatikan, tampak seperti bentuk kursi. Aminarsih membiarkan jendela kamarnya terbuka. Sambil memijat kaki sang suami, sambil menikmati sinar bintang dan rembulan.Besok adalah hari lamaran Amira. Semua sudah disiapkan dengan begitu sempurna oleh Aminarsih dan juga suaminya. Keputusan sang puteri kesayangan sudah bisa mereka terima dengan lapang dada. Namun masih ada satu yang mengganjal Aminarsih, tetapi ia ragu untuk menanyakan perihal itu pada suaminya."Kenapa, Sayang? Sepertinya sedang memikirkan sesuatu? Apa ada yang belum rapi untuk acara besok?" tanya Emir penasaran, saat tiada suara yang keluar dari bibir sang istri saat memijatnya. Tidak seperti biasanya yang selalu ada saja yang menjadi bahan perbincangan."Pa, Ibu mau tanya. Mm ... tapi Papa jangan tersinggung. Ini soal ....""Devano?" tebak Emir dengan s

  • Istri Tanpa Suami   139. Say Yes!

    Amira, Reza, dan Aminarsih sudah duduk saling berhadapan di sofa ruang tamu. Ketiganya duduk tergugu tanpa mengeluarkan suara. Terutama Amira yang merasa sangat malu bercampur haru. Wajahnya terus saja meron saat lelaki dewasa di depannya tak pernah memutus pandangan untuk menatapnya.Merahnya buah apel di kebunnya, sudah pasti kalah dengan warna pipinya saat ini. Hangat dan begitu bersinar sangat cantik. Bagaimana seorang Reza semakin tidak terpesona dengan gadis seperti Amira? Sungguh berbeda saat bertegur sapa di telepon dan saat ini bertemu langsung. Amira masih saja menunduk malu tanpa suara. Gadis itu sibuk memilin ujung bajunya sambil sesekali menggigit bibirnya."Kita kok jadi diam-diaman gini ya? He he he ...." Aminarsih membuka suara sambil tertawa kecil. Reza pun tersadar dari lamunan, lalu menoleh pada Aminarsih dengan wajah yang merona juga."Bingung mau ngomong apa, Tante. Hati saya terlalu senang saat bertem

  • Istri Tanpa Suami   138. Bertemu

    Tiga tahun kemudian.Banyak sekali hal indah yang dialami Amira selama menjalani masa SMA. Teman yang banyak lagi seru. Guru-guru yang perhatian, namun tetap tegas. Orang tua dan adik-adik yang selalu memperhatikan dan sayang padanya. Pacar yang selalu sabar bila ditinggal tidur, atau ditinggal main olehnya. Benar-benar sempurna. Ditambah lagi teman-teman goib yang tak pernah mengganggunya. Hanya numpang lewat, atau say hello saja. Beda dengan dokter koas yang selalu mengukuti ke mana pun ia pergi.Pagi ini sarapan sedikit berbeda, karena wajah sang papa sedikit asem dan tak bersemangat. Apakah papanya sakit? Amira hendak bertanya, tetapi sungkan. Ia hanya memperhatikan lelaki yang semakin hari semakin dewasa itu tengah menyesap teh manis yang dituangkan istri tercinta ke dalam cangkir ukiran miliknya."Papa sakit?" kali ini Mahesa yang bertanya. Untunglah, mewakili perasaan penasaran dirinya. Emir mengangkat wajahnya, lalu tersenyum tipis.

  • Istri Tanpa Suami   137. Serunya Masa SMA

    Berawal dari kejadian hari pertama di sekolah, Amira menjadi terkenal. Ditambah lagi, semua guru baru mengetahui bahwa Amira adalah cicit pemilik lembaga pembelajaran mereka, sehingga hampir semua guru dan staf sangat menyukai Amira.Saat ini, Amira belajar di kelas XA bersama dengan Andini. Baru sepekan mengikuti kegiatan belajar mengajar, Amira sudah akrab dengan semua teman di kelasnya. Ditambah lagi desas-desus bahwa gadis itu adalah cikal-bakal pemilik lembaga pendidikan ini kelak. Tentulah banyak teman baik laki-laki mau pun perempuan yang dekat dan baik pada Amira. Namun tetap saja, Amira lebih merasa cocok dengan Andini. Si lemot yang menggemaskan."Nomor lima dong," bisik Andini pada Amira. Hari ini mereka ada kuis dari pelajaran matematika yang mengulang materi pembelajaran saat seragam putih biru. Andini dan Amira duduk di barisan tengah, juga saling bersebelahan."Belum. Baru nomor dua," jawab Amira sambil berbisik."Boho

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status