Jadi begitu kisah Yudha dan Bening. Tapi tentu saja, semua tidak sesimple itu. Wakakak. Yuk ikuti ceritanya jgn sampai gugur #eaak. Jgn lupa komen, kasih gem juga, ya.
Sepanjang perjalanan menuju kediaman Dirgantara, Tavisha tak henti membenahi rambut dan pakaian. Selain itu, bibirnya pun tak henti-hentinya menggerutu. Bukan karena kesal, tapi karena ia tidak mempersiapkan apapun. Bagaimana tidak, ia hanya mengenakan pakaian yang terlampau santai. Sama sekali tidak mencerminkan bahwa ia istri seorang perwira. Jika bertemu ayah mertuanya, apa yang harus ia katakan? Ah! Memikirkannya saja Tavisha enggan. Diam-diam Yudha melirik sang perempuan yang tampak panik dan kelimpungan. Baginya, kepanikan Tavisha sangat menghibur. Perempuannya itu sangat lucu, apalagi sudah mengerucutkan bibir. Sungguh menggemaskan!Yudha melirik dari ekor matanya. Disaat berikutnya, bibir itu mengulum senyum. Tipis sekali, seperti benang. “Mas, aku beneran nggak siap lho! Ini pertama kali aku ke rumah Ibu sama Bapak! Aku harus bagaimana? Nanti ngomong apa?”Pandangan Tavisha yang sudah sepenuhnya menatap ke arah sang suami, kini menarik lengan kemeja itu, hingga membuat kemu
“Kamu ajak aku kesini?” tanya Tavisha, mengedarkan pandangan. Tempat itu bukan sesuatu yang istimewa. Dan juga saat ini mood Tavisha sedang tidak ingin memikirkan hal yang berat. “Ya,” jawab Yudha datar, tapi bibirnya melengkung tipis. “Kamu ‘kan lagi siapin skripsi. Saya pikir, tidak ada salahnya cari referensi disini.”Nyatanya, Yudha membawa Tavisha kali ini ke sebuah toko buku. Ia tahu maksud suaminya itu baik. Tapi, tolonglah … kali ini Tavisha sedang merasa galau akibat film. Memikirkan untuk menyelesaikan skripsi saja, tidak ada agendanya saat ini. “Tapi, Mas. Aku lagi ….”“Selagi saya masih disini dan belum sibuk dengan urusan negara.”Nada terakhir itu Yudha ucapkan dengan sengaja, sedikit merendah, seolah ingin melunakkan sisa ketegangan di antara mereka. Dan kata-kata itu pula, membuat Tavisha hanya memandang tanpa ekspresi berarti. “Saya mau bantu kamu untuk selesaikan studi, Tavisha.”“...”Tavisha terdiam, menatap wajah Yudha cukup lama. Ada perasaan hangat yang tiba-t
“Mau kemana dulu?” tanya Yudha begitu mobil mereka meninggalkan kompleks cluster. Tavisha yang sedang fokus bermain ponsel, langsung mengalihkan pandangannya ke arah sang suami. Matanya berbinar cerah, menatap Yudha yang fokus menyetir. Setelahnya, ia teringat bahwa di bioskop sedang tayang film tentang abdi negara. Rasa penasarannya begitu membuncah. Maka, dengan antusias ia berkata, “Mas, di bioskop lagi tayang film tentang abdi negara. Kita nonton itu aja, yuk?” Yudha tak menjawab. Kisah film itu menceritakan bukan hanya tentang operasi militer di medan perang, tetapi juga menyoroti konflik keluarga dan pergolakan batin seorang perwira dalam memilih jalan hidupnya. Hal ini membuat Yudha khawatir tentang Tavisha. Ia takut sang istri ke-trigger dengan apa yang dialami oleh tokoh tersebut. “Mas? Kok diem aja?” Tavisha yang semula begitu antusias menjadi murung karena tak ada respon dari suaminya. Ya, begitulah Yudha. Minim ekspresi dan tidak mudah dipahami. “Kamu yakin?” tanya
“Kamu yakin siap tidur satu kamar?” suara Yudha sangat pelan, nyaris bercampur dengan deru napas mereka. Pria itu tak lantas mengalihkan tatapannya. Ia mencoba menelaah setiap tarikan napas perempuannya. Hela nafas antara mereka terasa berat. Bukan karena canggung, tapi karena sesuatu yang terikat—entah apa. Tavisha menelan ludah. Ia tak tahu harus menjawab apa. Jujur saja, ia tidak mengerti perasaannya. Tapi, setelah apa yang terjadi malam itu. Rasanya, jauh dari sang suami adalah hal yang paling ia takuti saat ini. Tak lama, terdengar suara hela napas Yudha. “Kalau kamu siap, malam ini saya tidur disini.”Hanya satu kalimat. Tapi, mampu membuat jantung Tavisha berdetak kencang. Ia memang tidak langsung menunjukkan ekspresi kegirangan. Meskipun sejujurnya, dalam dadanya seperti ada kembang api yang sudah meletup tak terkira. Ia menunduk, berpura-pura sibuk merapikan selimut. Padahal, ia sangat gugup. Tak ada jawaban yang berarti sampai tiba-tiba Yudha beranjak dari tempatnya, berj
“Hmmmm … kalau kita nge-date aja gimana?”Yudha menatap wajah sang istri selama beberapa detik, seolah menimang ajakan tersebut.“Nge-date?” tanya Yudha, mencoba memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar. “Iya.”Tavisha mengangguk. Bibirnya melengkung membentuk senyuman kecil. Ia berusaha tenang meski jantungnya kini berdegub kencang. Tavisha benar-benar seperti remaja yang terlihat sedang jatuh cinta. Seakan, kehadiran Yudha adalah udara yang mampu membuatnya bernafas. “Lagipula, kita belum pernah jalan bareng, ‘kan? Aku rasa nggak masalah menghabiskan waktu sebelum kamu sibuk lagi.”“...”Yudha hanya bergeming. Ada binar cerah yang tampak dari manik hazel perempuan itu. Kalau dipikir-pikir, Tavisha ini sungguh lucu. Dulu ia yang berusaha menjauh dengan mengajukan pasal-pasal. Sekarang, justru dirinya yang mencoba mendekat. “Aku mau ngerasain kayak pasangan normal.”Kalimat itu langsung membuat Yudha mendongak. Apa dirinya tidak salah dengar? Lantas Yudha menurunkan tatapannya ke
Hari berlalu begitu cepat. Selama lima hari, Tavisha benar-benar tidak pernah keluar dari rumah. Ia mengerjakan semua tugas kuliah dan diskusi bersama Samuel melalui daring. Bukan karena ia tidak mau. Ia hanya ingin menjaga diri dan mendengarkan nasehat Yudha. Ia ingin menjadi istri yang benar-benar menjaga citra suaminya. Bahkan, untuk makan—Tavisha hanya mengandalkan aplikasi daring. Meskipun membosankan, setidaknya ia ingin membuktikan pada Yudha, bahwa dirinya bisa menjadi seorang perempuan yang menjaga citra suaminya. Sempat sekali Samuel mengejek Tavisha yang mulai berubah seratus delapan puluh derajat. Sebagai sahabat yang lama mengenal seluk beluk Tavisha—Samuel merasa perempuan itu banyak berubah. Ia merasa, Tavisha benar-benar sudah jatuh ke dalam pelukan sang abdi negara. Suaranya yang lantang sekarang mulai merendah. Wajah juteknya kini melembut. Auranya benar-benar berbeda. Tavisha definsi perempuan yang tengah jatuh cinta. Malam itu, Tavisha duduk di meja makan—membuk