Masuk"Ah silau sekali."
Keola menutup wajahnya, sinar matahari menghangatkan seluruh tubuhnya. Perlahan-lahan, dia membuka kedua mata. Pandangan pertamanya saat ini adalah sebuah kamar dengan nuansa hitam putih yang terasa asing baginya. "Di mana aku?" Keola bangkit, seketika rasa perih menjalar dari tangan keseluruh tubuhnya. "Ah sakit sekali tanganku." Keola menahan tangan kanannya yang nyeri. Keola mengingat-ingat kembali apa yang telah terjadi semalam. Setelah berusaha kabur dari kumpulan manusia jahat, Keola tidak ingat lagi apa yang terjadi setelahnya. "Aku tidak jadi dibunuh? Apakah ini rumah pria itu?" Keola bangkit, dia menatap tubuhnya yang terpasang baju kaos pria yang kebesaran di tubuhnya. Tidak mungkin pria itu yang memasangkannya bukan? Astaga seketika Keola melindungi tubuhnya dengan kedua tangan. Pria itu mungkin telah melihat setiap inci dari tubuhnya. Keola memejamkan kedua mata, dia sangat malu dan begitu ceroboh membiarkan seorang pria tak dikenal membawa dirinya ke tempat asing. "Selamat pagi, Nona. Anda sudah bangun," ucap seorang wanita yang Keola yakin dia seorang pelayan di rumah ini. "Pagi, di mana aku sekarang ini?" Wanita itu tersenyum ramah. Bukannya menjawab pertanyaan Keola, dia menggeret troli makanan dan menaruhnya tepat di samping Keola. Keola dituntun untuk duduk di pinggir ranjang, dia menurut sembari dahinya berkerut karena berusaha memahami situasi saat ini. "Maam, ada di mana aku saat ini?" tanya Keola lagi, dadanya bergemuruh karena masih menyimpan rasa takut berinteraksi dengan orang baru. "Kau bisa memanggilku Nancy, aku kepala pelayan di mansion ini." Keola melihat papan nama yang terpasang di sisi baju pelayan itu. "Anda saat ini berada di mansion Tuan Jae," jawabnya sangat ramah. Sepertinya wanita itu menyukai Keola, terbukti dari sikapnya yang begitu baik, berbeda dari pria-pria jahat tadi malam. "Tuan Jae? Siapa dia dan mengapa aku bisa sampai di sini?" "Benarkah Nona tidak mengenal Tuan Jae? Padahal Tuan Jae tidak pernah membawa satu pun wanita ke mansion ini, berarti anda orang spesial bagi Tuan Jae, Nona," terang Nancy masih dengan wajah keheranannya. Pria semalam ingin membunuhnya, bahkan karena dia tangannya sampai bercucuran darah. Lalu, apa yang membuat pria itu berubah pikiran? Keola selamat dan masih hidup, bahkan dia dibawa ke mansion pribadi milik pria itu dan beristirahat dengan nyaman di sini. Keola pingsan, dia tidak tahu apa yang terjadi setelahnya. Namun yang pasti, yang harus Keola lakukan adalah kabur dari mansion ini. Dia harus pergi sejauh mungkin dan mencari perlindungan. Saat ini nyawanya tidak aman, dia harus menghubungi kedua orang tuanya dan meminta mereka menjemputnya. Untuk yang pertama kalinya Keola menyesal berada jauh dari keluarganya. Demi meraih cita-cita untuk menjadi model dan artis terkenal, Keola harus merantau ke New York dan mengambil beberapa job walaupun sampingan. Dia tidak masalah jika harus memulainya dari hal yang kecil, yang terpenting adalah usahanya yang besar. Meskipun orang tuanya mampu menjadikannya artis besar, tetapi Keola ingin sukses dengan usahanya sendiri, Sedangkan keluarganya saat ini berada di tengah-tengah kota di Kanada. Mungkin saja keluarganya tidak tahu apa yang telah terjadi dengannya saat ini. Dan seperti inilah yang terjadi, dalam satu malam tiba-tiba hidupnya dipenuhi dengan rasa takut. Dia tidak ingin berakhir mengenaskan di tangan pria yang sama sekali tidak ia kenal. Pria bernama Tuan Jae itu pasti pemimpinnya, dan sepertinya dia mengenal ayahnya. Keola pastikan Tuan Jae itu adalah musuh dari keluarganya. Keola harus segera menghindari pria jahat itu. "Tuan Jae sendiri yang menggendong anda ke kamar ini dan meminta saya untuk mengganti pakaian anda yang kotor." Nancy tersenyum ramah, kedua tangannya menyodorkan semangkuk bubur untuk Keola makan. Oh ternyata apa yang dipikiran Keola salah, ternyata Nancylah yang memakaikannya baju ini. Syukurlah bukan pria kejam itu. "Makanlah, Nona. Anda pasti sangat lemas karena tangan anda terluka parah dan mengeluarkan banyak darah." "Tidak perlu, aku harus menelepon orang tuaku." Keola mencari tas selempang yang dipakainya semalam. "Di mana tasku, Nancy?" Keola mencari keseluruh sisi kamar, tetapi dia tidak menemukan tasnya. Nancy pun bingung, dia ikut mencari tas milik Keola. "Tapi Nona, anda tidak membawa barang apapun tadi malam," ucap Nancy membuat Keola semakin panik. "Sial, pasti pria itu yang mengambil ponselku." Tanpa mengulur waktu lagi, Keola berlari keluar dari kamar yang luas ini. Dia tidak memiliki banyak waktu sebelum kembali bertemu dengan pria bernama Jae itu. Dia harus pergi untuk menyelamatkan nyawanya. Dia berlari melewati lorong sebelah kanan, dan akhirnya menemukan anak tangga menuju lantai bawah. "Itu dia pintu keluarnya." Tanpa alas kaki Keola terus berlari dan mengabaikan panggilan Nancy yang terus mengejarnya. "Sial, luas sekali mansion ini." Untuk menuju pintu keluar pun Keola sampai berkeringan banyak, mansion ini begitu luas. Namun, semangat Keola tak pernah pudar untuk pergi dari tempat ini. Bahkan sesampainya di depan mansion, Keola mulai kebingungan. Di depannya saat ini terhampar padang rumput yang luas. Di sisi kanan terdapat taman bunga, tetapi taman itu sangat gersang, bunga-bunganya pun banyak yang layu. Dan di sisi kiri terdapat kolam yang airnya pun sangat keruh. Mansion ini sepertinya tidak terawat. Ah sudahlah, tidak perlu Keola pikirkan. Untung saja di tengah-tengah taman dan kolam terdapat sepetak jalan yang sepertinya selalu dilalui oleh banyak orang di sini. Keola mengikuti jalan tersebut, dia berlari dengan hati yang tak menentu. Sepanjang jalan yang ia temui adalah padang rumput gersang. Dia tidak menemukan ujung jalan ini, hatinya mulai risau, mungkinkah dia mengambil jalan yang salah. Rasanya ingin menangis, Keola takut akan tertangkap lagi. Sampai akhirnya dia melihat pagar besi menjulang tinggi. Pagar hitam dan berkarat mencerminkan bahwa pagar itu adalah pintu untuk menuju mansion mematikan. Degup jantung Keola semakin kencang, dia akan menghirup udara segar sebentar lagi. Dia akan pergi jauh dan memastikan diri untuk tidak bertemu dengan pria bernama Jae itu. "Akhirnya aku bisa pulang," cicit Keola penuh kemenangan. Setelah membuka pagar dengan susah payah, Keola disuguhkan dengan gerombolan pria bertubuh besar yang ia lihat tadi malam. Mereka menatap Keola dengan wajah terkejut, terkecuali satu pria yang berada di tengah-tengah masih dengan posisi yang sama membelakangi Keola. Keola bergeming, kedua kakinya seolah terpaku ke bumi. Pria itu, pria yang ada di tengah-tengah berbalik dengan senapan yang menantang tangguh kearah Keola. Tubuh Keola kian gemetar, dia akan mati, pria itu akan menembaknya tanpa ampun. "Tuan Jae," teriak Nancy yang ternyata mengikuti Keola. "Tu-tuan J-jae?" Lidah Keola kelu, dia menatap Nancy yang berada beberapa meter darinya. Seolah Keola meminta pertolongan kepada kepala pelayan itu. Keola bisa melihat senyum sinis dari pria pemimpin kumpulan tersebut. Seolah mangsanya saat ini menyerah dan berharap merangkak ke arahnya untuk memohon ampunan. Sayangnya, Keola tidak akan melakukan itu. "I caught you," lirihnya dengan tawa kecil. DOOOOORRRRRR...."Itu bukan luka tusuk biasa, tetapi ada racun di tubuh Jaeden. Sepertinya pisau yang menusuk perutnya dibaluri racun," terang Clara menjelaskan penyebab ambruknya Jaeden. "Untung saja tidak mematikan, tetapi namanya racun harus ditangani dengan baik. Aku sudah mengeluarkan racunnya, tolong awasi dengan baik. Jika terjadi sesuatu segera hubungi aku, untuk sekarang dia sudah stabil. Aku harap dia akan baik-baik saja seterusnya.""Terimakasih Dokter Clara," ucap Keola sembari membalas genggaman tangan Clara. "Keola panggil saja aku Clara, kita berteman kan." Keola tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Keola benar-benar tidak bisa tidur, kedua matanya terus mengawasi Jaeden. Rasanya dia bertanggung jawab atas keselamatan suaminya saat ini. Seperti kata Clara harus ada yang mengawasi Jaeden jika tiba-tiba terjadi hal buruk pada pria itu. Keola bersedia mengambil peran untuk menjaga Jaeden. "Nyonya." Nancy muncul dari balik pintu kamar. "Ini teh jasmine untukmu." Nancy menaruh secangki
Citttt....Suara decitan dari ban mobil terdengar nyaring. Jaeden menghentikan mobilnya seketika saat mobilnya dihadang oleh kendaraan lain. Jaeden memukul kemudi, berani-beraninya ada yang menghalangi jalannya.Jaeden tidak langsung keluar, dia menunggu lawannya untuk keluar terlebih dahulu dari mobilnya. Benar saja sesuai dugaan Jaeden bahwa Noah sang pemimpin wilayah barat muncul di hadapannya. Benar-benar mencari mati, suasana hati Jaeden saat ini sedang tidak baik, dia akan membuat Noah menyesal dan akan melampiaskan amarahnya kepada rivalnya itu. "Apa maumu?" Jaeden berterus terang, sebenarnya dia malas meladeni pria sombong di depannya ini. Noah meludah ke samping kiri, seolah jijik melihat wajah Jaeden. Hal itu sudah biasa, Noah selalu iri pada Jaeden karena selalu mendapat sanjungan dari ketua aliansi yang tak lain Gibson ayah angkat mereka berdua. Ya, baik Jaeden maupun Noah sama-sama anak pungut yang menumpang hidup di bawah ketiak Gibson. Namun, Gibson lebih menyayangi
"Akhirnya kau datang juga." Pria berkacamata itu membolak-balik kertas di hadapannya, tatapannya sangat serius, auranya benar-benar membuat siapapun yang ada didekatnya gemetar takjub. Pria yang umurnya sudah tak lagi muda, tetapi memiliki tubuh yang bugar dan wajahnya yang masih terlihat seperti umur empat puluh tahunan. Padahal dia sudah berumur enam puluh tujuh tahun ini. Jaeden memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, gemetar seperti tikus yang terkepung oleh banyaknya kucing. Satu-satunya manusia yang Jaeden takuti. Gibson Harbert Faxon, pemimpin The Shadow yang sangat disegani. Manusia pertama yang memungut Jaeden setelah dibuang oleh kedua orang tuanya dan menjadikannya manusia seperti sekarang ini. Bengis, tidak punya hati, dan menakutkan. Jaeden menganggapnya seorang ayah, dan status itu harus ia bayar sangat mahal. Awalnya memang seperti itu sebelum Jaeden sadar bahwa Gibson mengumpulkan anak-anak terlantar untuk dijadikan budaknya, agar tunduk dan patuh melaksanakan tug
"Apa kau sudah menemukan pelakunya?" tanya Jaeden dengan wajah serius, saat ini dia sedang membaca sebuah dokumen yang baru saja Dhruv berikan padanya. "Benar dugaan saya, Tuan. Setelah ditelusuri penyebab kecelakaan itu dari pimpinan wilayah barat. Tapi, dari mana mereka tahu rencana kita?" Dhruv bertanya-tanya, pasalnya tidak ada yang tahu rencana Jaeden untuk menakut-nakuti Keola dengan video kecelakaan kedua orang tuanya. Kejadian itu begitu cepat mengalir, keesokannya berita kecelakaan itu beredar luas. Sehingga membuat Keola semakin marah pada Jaeden. Tentunya James Rosendale juga akan mengira kecelakaan itu perbuatannya, hal ini akan menciptakan perang yang besar. Jaeden menutup keras dokumen tersebut. Amarahnya memuncak, perseteruan wilayah timur dan barat semakin kentara. Noah Addison benar-benar ingin menjatuhkan nama Jaeden di depan ketua aliansi. Itu semua karena perebutan kekuasaan, Noah ingin merebut wilayah Jaeden. "Mungkinkah ada seorang pengkhianat di organisasi k
"Tidak usah banyak bicara. Cepat lakukan tugasmu."Keola dan dokter cantik yang dipanggil Clara itu tampak kesal dengan ucapan Jaeden. Keola menatap sinis pria sombong di sampingnya ini, sedangkan Clara hanya bisa memutar bola matanya karena sudah terbiasa menghadapi sikap Jaeden yang selalu menyebalkan. "Apa yang sebenarnya telah terjadi, Tuan?" tanya Dhruv khawatir. Jaeden malah balik menatap Keola karena lukanya ini atas perbuatan istrinya itu. Keola hanya mengedikkan kedua bahunya, juga bukan sepenuhnya salah Keola. Mereka semua duduk pada alas tikar tempat Keola dan Jaeden berpiknik. Clara melakukan tugasnya dengan sangat lihat, memang sudah profesinya sebagai dokter sehingga Keola tidak heran lagi kedua tangan cantik itu sangat cepat membalut perban. "Lukanya lumayan dalam, kalau bisa jangan sampai terkena air. Dan kalau bisa kau tidak usah mandi biar badanmu bau." Clara menekan setiap katanya, dia selalu kesal jika berhadapan dengan Jaeden. Clara dan Jaeden sudah saling men
"Kau...tidur?" Keola menatap lamat-lamat wajah tenang, tetapi aslinya mematikan. Keola teringat beberapa waktu lalu, dia harus terjebak selamanya hidup dengan pria yang sangat ia benci. Pria di sampingnya ini yang telah membuat keluarganya dan kerabatnya terluka. Keola ingin membalaskan dendam atas rasa sakit kedua orang tuanya, sahabatnya dan rasa sakitnya yang harus mendekam di balik tembok kokoh mansion ini. Baru beberapa hari, tetapi rasanya seperti bertahun-tahun mendekam di neraka. "Aku tidak akan membiarkan kamu menang atas rasa perihku," lirih Keola penuh dendam. Keola mengambil pisau buah yang disiapkan oleh Nancy. Ujung pisau itu berkilau, ketajamannya bisa Keola rasakan perih yang tak terkira. Keola menatap ke depan, dia menghembuskan napas agar bisa bersikap tenang. "Huh...." Baru saja menolehkan badannya ke arah samping, Jaeden sudah duduk dan menatapnya sengit. Keola terkejut, sungguh...sebelah tangannya seketika dicengkeram kuat oleh Jaeden. Apel merah yang ada di







