Masuk"I caught you."
Doorrr....
Suara senapan itu menggema di udara.
Bruk....
Keola terjatuh, dia pingsan. Nancy yang tak jauh darinya segera menghampiri Keola dan menyandarkannya di pangkuan. Nancy menatap sinis kearah Jaeden yang berjalan begitu ringan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
"Jaeden apa yang kau lakukan, huh? Kau menakutinya." Nancy berteriak kencang, tetapi ocehannya sama sekali tidak membuat Jaeden takut. Justru pria itu terkekeh melihat reaksi Nancy yang berlebihan.
"Aku hanya bermain-main dengannya."
"Dasar anak nakal."
"Aku sedang menangkap kelinci ini." Jaeden mengangkat kelinci yang sudah mati di tangannya.
Satu pukulan mendarat di punggung Jaeden. Satu-satunya orang yang berani memukul bahkan memarahi Jaeden adalah Nancy. Wanita berumur hampir setengah abad inilah yang merawat Jaeden dari masih bayi, karena itulah Jaeden tidak pernah marah atau pun kesal terhadap Nancy karena dia sendiri menganggap Nancy seperti ibunya.
"Jae kalau kau bersikap seperti ini tidak akan ada wanita yang mau menikah denganmu."
"Tapi dia harus menikah denganku meskipun dia tidak mau," balas Jaeden tenang. Tuan Jae yang dimaksud Nancy adalah Jaeden, sang pemimpin The Shadow wilayah timur. Jaedenlah yang hampir membunuh Keola tadi malam.
"Dia harus menikah denganku agar dia aman."
Nancy terdiam, dia tidak menanyakan lebih maksud Jaeden. Dia tahu bahwa itu rahasia, Nancy tidak mau ikut campur urusan pekerjaan Jaeden.
Jaeden mengangkat tubuh Keola dengan mudah, bahkan Jaeden berpikir tubuh Keola seringan kapas. Tubuh Keola yang kurus dan kecil, tidak sebanding dengan tubuh Jaeden yang besar dan kokoh. Mungkin saja Jaeden kuat mengangkat tiga Keola sekaligus.
Keola merasa tubuhnya terguncang, dia membuka kedua matanya. Dia sadar, dia merutuki diri karena mudah sekali pingsan. Hanya saja yang membuatnya terkejut adalah dirinya digendong oleh pria yang hampir menembaknya. Keola meronta, dia memukul tubuh Jaeden berharap pria itu mau melepaskannya.
"Turunkan aku!"
"Hei, apa kau tidak dengar? Cepat lepaskan aku!" Keola terus meronta, dia memukul dada bidang Jaeden sangat keras, tetapi tidak ada reaksi dari Jaeden.
"Jika kau terus meronta, akan aku lepaskan dirimu dikandang harimau." Jaeden kembali menakuti, Keola pun terdiam.
"Ha-harimau? Memangnya ada harimau di sini?" Wajah Keola kian pias, jika pria itu memiliki senapan di tangannya, bisa saja ada harimau di kediamannya ini.
"Atau kau mau aku lempar ke kolam buaya?"
Keola semakin tertunduk, dia teringat kolam keruh tepat di depan mansion. Mungkinkah ada buaya di dalam sana? Keola mengeratkan pegangan di leher Jaeden. Pria itu tersenyum puas, dia telah menang beberapa kali menghadapi wanita ini.
"Turunkan aku, aku bisa jalan sendiri."
"Jika aku turunkan, lalu kau akan kabur? Asal kau tahu, kau tidak akan bisa pergi dari mansion ini."
Keola menatap Jaeden, rahang tegas pria itu semakin menunjukkan kekejamannya. Keola semakin murka saat mengingat bahwa pria ini hampir saja membunuhnya. Tanpa basa-basi lagi, kepalan tangan Keola memukul keras leher Jaeden.
Dug....
"Aaarrkkhhh...."
Keola terbanting ke tanah, Jaeden tanpa sadar melepas gendongannya. Keola pun meringis kesakitan, terlebih tangan kanannya yang terluka. Keola bangkit, lalu mengambil kesempatan untuk kabur. Dia kembali menuju jalan yang tadi, menuju gerbang tinggi berwarna hitam yang ia yakini sebagai pintu keluar dari mansion ini. Setelah padang rumput yang luas itu, pasti ada jalan menuju jalanan kota.
Sayangnya tetap saja dia kalah, langkahnya kecil tak sebanding dengan kaki Jaeden yang panjang sehingga pria itu dengan mudah membopong kembali tubuh Keola. Kini Jaeden semakin mengeratkan gendongannya agar Keola tidak bisa kabur.
"Lepaskan aku!!! Mau apa sebenarnya kau, huh? Lepaskan, aku tidak mengenalmu dan aku tidak pernah berurusan denganmu!" Keola memukul punggung Jaeden. Rasanya dia memukul tembok kokoh, Jaeden tidak bergeming sedikit pun walaupun Keola memukulnya dengan memababi buta.
"Hei bodoh, lepaskan aku. Dasar pria gila, seenaknya kau menyentuhku."
Keola dihempaskan begitu saja di atas ranjang kamar yang pagi tadi tempat ia membuka mata. Keola melindungi tubuhnya menggunakan bantal, dia melihat wajah Jaeden yang kian menakutkan. Pria itu semakin marah karena dua kali Keola berniat untuk kabur.
Jaeden adalah pria yang harus Keola hindari, dia sama kejamnya seperti sang ayah yang berkelut dalam bisnis gelap. Ayah Keola pun menggerakkan suatu organisasi dalam lingkaran gelap, musuhnya pun bertebaran di mana-mana. Karena itulah Keola tidak pernah berniat sedikitpun saat ditawari sang ayah untuk menjadi pewaris usahanya. Meskipun begitu Keola sangat menyayangi ayahnya, begitu pun sebaliknya.
"Jangan macam-macam denganku. Orang tuaku akan menghabisimu dan juga anak buahmu jika tahu aku hampir dibunuh oleh kalian."
"Hahaha orang tuamu saja tidak bisa bergerak jika tahu orang yang menyakiti putrinya adalah aku," jawab Jaeden sarkas. Dia semakin tertarik dengan Keola karena nyalinya begitu besar berhadapan dengan Jaeden.
"Keluargaku adalah orang berpengaruh. Pasti mereka sedang mencariku dan melacak keberadaanku." Keola tertawa sinis, dia yakin ayahnya tidak akan tinggal diam saat dirinya tidak memberi kabar."
"Tamatlah riwayatmu pria gila." Keola semakin membara, melihat wajah Jaeden dirinya muak. Hampir saja Keola meludahi wajah Jaeden itu.
Jaeden tersulut emosi, Keola begitu berani mengatainya tepat di depan wajahnya sendiri. Tidak pernah ada yang berani menantangnya, bahkan menatap wajahnya saja siapapun di luaran sana akan menunduk. Jaeden harus memberi Keola pelajaran agar Keola tidak berani melawan ataupun membalas ucapannya.
Ancaman Keola tidak membuat Jaeden gentar. Jaeden mendekat, sedangkan Keola semakin menutup tubuhnya.
"Mansion ini akan dijaga ketat, kau tidak akan bisa kabur dari sini."
"Aku bukan tawananmu, kita sama sekali tidak pernah saling mengenal." Keola bersungut kesal, amarahnya semakin membuncah.
"Sekarang kita sudah saling kenal bukan? Setelah ini dirimu tidak akan bisa menghirup udara segar lagi." Jaeden mencengkeram dagu Keola, walau sakit Keola bisa berpura-pura biasa saja agar dia tidak semakin ditindas oleh pria gila di depannya saat ini.
"Mulai detik ini kau akan jadi tawananku. Selamat datang di kehidupan baru yang kelam, Keola Rosendale." Wajah Jaeden mendekat seperti hendak mencium Keola. Namun, dengan cepat Keola memalingkan wajahnya.
"Jangan salahkan aku, tetapi salahkan ayahmu yang berani-beraninya menguji kesabaranku."
"Dasar pria gila."
"Terserah... Mulai sekarang kau akan menjadi milikku, selamanya...."
Jaeden beranjak, urusannya masih belum selesai. Dia mendapatkan sinyal bahwa James Rosendale sudah bergerak untuk mencari Keola. Jaeden akan memperketat seluruh penjagaan, Jika sudah memutuskan, Jaeden tidak akan mundur.
Dia akan menjadikan Keola sebagai tawanannya. Bukan hanya karena ingin balas dendam terhadap keluarga Rosendale, bahkan dia saja mengabaikan perintah dari aliansi untuk membunuh Keola dan memilih melindunginya, tetapi dia memiliki maksud terselubung yang ia simpan di dalam hati dan pikirannya.
"Oh ya bersiaplah!" Keola menyipitkan kedua matanya sembari menatap Jaeden. "Sesegera mungkin kita akan menikah."
"Apa? Aku tidak sudi menikah denganmu." Lagi dan lagi Keola berlari untuk keluar dari kamar ini. Namun, Jaeden cekatan menangkap Keola dan membantingnya di atas ranjang.
"Kamu tidak akan pergi kemana-mana, kamu tidak akan bisa keluar dari kamar ini." Amarah Jaeden membuncah, Keola susah sekali untuk diatur.
"Besok adalah waktu yang tepat untuk menikah. Beristirahatlah!"
"Itu bukan luka tusuk biasa, tetapi ada racun di tubuh Jaeden. Sepertinya pisau yang menusuk perutnya dibaluri racun," terang Clara menjelaskan penyebab ambruknya Jaeden. "Untung saja tidak mematikan, tetapi namanya racun harus ditangani dengan baik. Aku sudah mengeluarkan racunnya, tolong awasi dengan baik. Jika terjadi sesuatu segera hubungi aku, untuk sekarang dia sudah stabil. Aku harap dia akan baik-baik saja seterusnya.""Terimakasih Dokter Clara," ucap Keola sembari membalas genggaman tangan Clara. "Keola panggil saja aku Clara, kita berteman kan." Keola tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Keola benar-benar tidak bisa tidur, kedua matanya terus mengawasi Jaeden. Rasanya dia bertanggung jawab atas keselamatan suaminya saat ini. Seperti kata Clara harus ada yang mengawasi Jaeden jika tiba-tiba terjadi hal buruk pada pria itu. Keola bersedia mengambil peran untuk menjaga Jaeden. "Nyonya." Nancy muncul dari balik pintu kamar. "Ini teh jasmine untukmu." Nancy menaruh secangki
Citttt....Suara decitan dari ban mobil terdengar nyaring. Jaeden menghentikan mobilnya seketika saat mobilnya dihadang oleh kendaraan lain. Jaeden memukul kemudi, berani-beraninya ada yang menghalangi jalannya.Jaeden tidak langsung keluar, dia menunggu lawannya untuk keluar terlebih dahulu dari mobilnya. Benar saja sesuai dugaan Jaeden bahwa Noah sang pemimpin wilayah barat muncul di hadapannya. Benar-benar mencari mati, suasana hati Jaeden saat ini sedang tidak baik, dia akan membuat Noah menyesal dan akan melampiaskan amarahnya kepada rivalnya itu. "Apa maumu?" Jaeden berterus terang, sebenarnya dia malas meladeni pria sombong di depannya ini. Noah meludah ke samping kiri, seolah jijik melihat wajah Jaeden. Hal itu sudah biasa, Noah selalu iri pada Jaeden karena selalu mendapat sanjungan dari ketua aliansi yang tak lain Gibson ayah angkat mereka berdua. Ya, baik Jaeden maupun Noah sama-sama anak pungut yang menumpang hidup di bawah ketiak Gibson. Namun, Gibson lebih menyayangi
"Akhirnya kau datang juga." Pria berkacamata itu membolak-balik kertas di hadapannya, tatapannya sangat serius, auranya benar-benar membuat siapapun yang ada didekatnya gemetar takjub. Pria yang umurnya sudah tak lagi muda, tetapi memiliki tubuh yang bugar dan wajahnya yang masih terlihat seperti umur empat puluh tahunan. Padahal dia sudah berumur enam puluh tujuh tahun ini. Jaeden memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, gemetar seperti tikus yang terkepung oleh banyaknya kucing. Satu-satunya manusia yang Jaeden takuti. Gibson Harbert Faxon, pemimpin The Shadow yang sangat disegani. Manusia pertama yang memungut Jaeden setelah dibuang oleh kedua orang tuanya dan menjadikannya manusia seperti sekarang ini. Bengis, tidak punya hati, dan menakutkan. Jaeden menganggapnya seorang ayah, dan status itu harus ia bayar sangat mahal. Awalnya memang seperti itu sebelum Jaeden sadar bahwa Gibson mengumpulkan anak-anak terlantar untuk dijadikan budaknya, agar tunduk dan patuh melaksanakan tug
"Apa kau sudah menemukan pelakunya?" tanya Jaeden dengan wajah serius, saat ini dia sedang membaca sebuah dokumen yang baru saja Dhruv berikan padanya. "Benar dugaan saya, Tuan. Setelah ditelusuri penyebab kecelakaan itu dari pimpinan wilayah barat. Tapi, dari mana mereka tahu rencana kita?" Dhruv bertanya-tanya, pasalnya tidak ada yang tahu rencana Jaeden untuk menakut-nakuti Keola dengan video kecelakaan kedua orang tuanya. Kejadian itu begitu cepat mengalir, keesokannya berita kecelakaan itu beredar luas. Sehingga membuat Keola semakin marah pada Jaeden. Tentunya James Rosendale juga akan mengira kecelakaan itu perbuatannya, hal ini akan menciptakan perang yang besar. Jaeden menutup keras dokumen tersebut. Amarahnya memuncak, perseteruan wilayah timur dan barat semakin kentara. Noah Addison benar-benar ingin menjatuhkan nama Jaeden di depan ketua aliansi. Itu semua karena perebutan kekuasaan, Noah ingin merebut wilayah Jaeden. "Mungkinkah ada seorang pengkhianat di organisasi k
"Tidak usah banyak bicara. Cepat lakukan tugasmu."Keola dan dokter cantik yang dipanggil Clara itu tampak kesal dengan ucapan Jaeden. Keola menatap sinis pria sombong di sampingnya ini, sedangkan Clara hanya bisa memutar bola matanya karena sudah terbiasa menghadapi sikap Jaeden yang selalu menyebalkan. "Apa yang sebenarnya telah terjadi, Tuan?" tanya Dhruv khawatir. Jaeden malah balik menatap Keola karena lukanya ini atas perbuatan istrinya itu. Keola hanya mengedikkan kedua bahunya, juga bukan sepenuhnya salah Keola. Mereka semua duduk pada alas tikar tempat Keola dan Jaeden berpiknik. Clara melakukan tugasnya dengan sangat lihat, memang sudah profesinya sebagai dokter sehingga Keola tidak heran lagi kedua tangan cantik itu sangat cepat membalut perban. "Lukanya lumayan dalam, kalau bisa jangan sampai terkena air. Dan kalau bisa kau tidak usah mandi biar badanmu bau." Clara menekan setiap katanya, dia selalu kesal jika berhadapan dengan Jaeden. Clara dan Jaeden sudah saling men
"Kau...tidur?" Keola menatap lamat-lamat wajah tenang, tetapi aslinya mematikan. Keola teringat beberapa waktu lalu, dia harus terjebak selamanya hidup dengan pria yang sangat ia benci. Pria di sampingnya ini yang telah membuat keluarganya dan kerabatnya terluka. Keola ingin membalaskan dendam atas rasa sakit kedua orang tuanya, sahabatnya dan rasa sakitnya yang harus mendekam di balik tembok kokoh mansion ini. Baru beberapa hari, tetapi rasanya seperti bertahun-tahun mendekam di neraka. "Aku tidak akan membiarkan kamu menang atas rasa perihku," lirih Keola penuh dendam. Keola mengambil pisau buah yang disiapkan oleh Nancy. Ujung pisau itu berkilau, ketajamannya bisa Keola rasakan perih yang tak terkira. Keola menatap ke depan, dia menghembuskan napas agar bisa bersikap tenang. "Huh...." Baru saja menolehkan badannya ke arah samping, Jaeden sudah duduk dan menatapnya sengit. Keola terkejut, sungguh...sebelah tangannya seketika dicengkeram kuat oleh Jaeden. Apel merah yang ada di







