Share

5. Dia Ludovic Armany!

Penulis: DF Handayani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-17 19:25:15

Ketukan lembut terdengar di pintu kayu yang menjulang setinggi hampir setara dengan atap. Kyora sontak tersentak, reflek ingin berdiri, seperti kebiasaannya membukakan pintu, namun Ludovic menahan pergelangan tangannya.

“Diam di situ. Jangan kemana-mana,” bisiknya pelan tapi pasti.

Lelaki itu bangkit, lalu berjalan santai menuju nakas dan menekan tombol pada sebuah benda kecil mirip remote, pintu terbuka otomatis, memperlihatkan seorang pelayan wanita berseragam hitam putih berdiri sopan, diikuti dua pria muda yang membawa nampan-nampan besar bertutup beludru.

Di belakang mereka, sosok tinggi berjubah putih Chef Antonie sendiri menunduk hormat.

“Selamat pagi, Tuan." ucapnya sopan. “Sesuai permintaan, kami membawa pilihan sarapan terbaik dari dapur utama. Dari Prancis, Italia, Swiss, hingga sajian fusion Asia-Eropa. Kami berharap sang Nyonya berkenan.”

Ludovic menoleh sekilas ke arah Kyora yang masih duduk di sofa dengan handuk di pangkuannya dan kimono tipis membalut tubuh. Sorot matanya berubah tajam. "Letakkan di meja dekat balkon. Lalu pergi." perintahnya tegas.

Pelayan dan chef segera bergerak cekatan. Beberapa menit kemudian, meja bundar dekat jendela besar dipenuhi segala jenis hidangan yang bahkan tak pernah terlintas di benak Kyora untuk disantap saat pagi hari.

Ada croissant lembut berlapis almond karamel, telur dengan saus truffle, sashimi segar dalam mangkuk es batu, crepe dengan saus lemon, pasta carbonara, hingga sup miso putih hangat dan nasi khas Kyoto. Bahkan ada semangkuk kecil kaviar hitam di atas es batu kristal dan sepiring keju langka yang ditata seperti karya seni.

Aroma mentega, rempah, dan keju menciptakan atmosfer yang menggugah perut siapa pun yang menghirupnya.

Kyora menatap meja itu dengan mata membulat. “Ini… semua hanya untuk kita berdua?”

Ludovic mengangguk tenang. “Kau perlu makan banyak. Tubuhmu butuh tenaga. Dan aku ingin melihatmu menikmati setiap hal yang pantas untukmu.”

“Tapi ini… terlalu banyak.” Kyora tertegun.

Ludovic menatap tajam. “Mereka masih menahan lebih dari separuh menu yang seharusnya. Ini sudah dipangkas.”

Kyora tak bisa berkata-kata. Ia menelan ludah, lalu perlahan bangkit. Tapi langkahnya tertahan saat sadar kimono yang ia kenakan begitu tipis, bahkan transparan ketika disorot cahaya matahari dari balik jendela.

Mereka serempak memalingkan tubuh gugup. “T-Tuan, pelayan masih ada…”

Ludovic menyipitkan mata, lalu berbalik ke arah pintu. “Keluar, sekarang! Dan ingat jika mata kalian menyentuh kulit Nyonya, kalian tak akan pernah bisa melihat matahari lagi!" Ia memperingatkan dengan begitu posesif dan berlebihan.

Chef Antonie langsung menunduk dalam, dan bersama para pelayan mereka meninggalkan ruangan nyaris tanpa suara.

Begitu pintu tertutup rapat, Ludovic berbalik dan berjalan ke arah Kyora. Ia mengambil robe sutra panjang berwarna maroon dari lemari, lalu memakaikannya ke tubuh Kyora, menyampirkan bahunya dengan penuh perhatian. “Hanya aku yang boleh melihatmu seperti ini. Ingat itu, Kyora-ku.”

Kyora tertegun tak pernah ia diperlakukan begitu posesif seperti ini oleh pria.

"Hm." Ia mengangguk. Lebih ke takut, seperti para pelayan tadi yang patuh.

"Mengapa Tuan begitu peduli padaku?" Ia mengulang pertanyaan yang belum menemukan jawaban yang tepat.

Ludovic tak menjawab. Ia menarik kursi untuk Kyora, lalu menyajikan sendiri potongan croissant di piring kecil porselen. “Makanlah.” ucapnya datar.

Kyora duduk pelan. Rasa lapar akhirnya menang. Ia mulai menyantap satu per satu dengan penuh keheranan, bukan hanya karena rasa yang luar biasa, tapi karena ini semua terasa seperti mimpi. Mimpi mahal yang tak pernah ia bayangkan bisa ia jamah lagi.

Belum lama mereka menyelesaikan sarapan, suara deretan roda koper dan langkah tumit tinggi terdengar dari arah lorong kastil. Beberapa menit kemudian, pintu kembali diketuk.

Ludovic menyuruh Kyora duduk di sofa dan tak beranjak. Ia sendiri yang membuka pintu.

“Bonjour, Mister!” seru seorang wanita berambut pirang keemasan dengan lipstik merah terang. “Seperti biasa, saya datang dengan seluruh pasukan!”

Marie Legrande, desainer kenamaan asal Paris yang karyanya hanya bisa dikenakan oleh kalangan jetset masuk dengan diikuti lima asisten yang membawa gantungan baju, koper, kotak perhiasan, dan rak sepatu portable.

“Semua koleksi baru, bahkan yang belum dirilis. Saya sesuaikan dengan pengukuran wanita yang Anda kirim kemarin,” ujarnya penuh semangat.

Kyora menegang di sofa. Marie Legrande salah satu desainer favoritnya. Dan sekarang ia ada dihadapannya. Datang sendiri mengantar baju? Luar biasa. Siapa pria di sebelahnya hingga bisa memerintah seperti ini? Ia semakin merinding.

Matanya kembali membulat ketika melihat satu per satu gaun dan busana dibuka di hadapannya. Semua… seperti mimpi. Gaun silk bertabur kristal, setelan formal bordir tangan, sepatu heels dari koleksi runway, dan tas-tas edisi terbatas dari Paris dan Milan.

Bibir Kyora bergetar. “Tunggu… ini semua untukku?”

Marie tertawa. “Mais oui! Semua khusus untuk Nyonya. Tuan Ludovic bilang, tak boleh satu pun koleksi ini tak cocok dengan selera kekasihnya.”

Kyora melirik pria disampingnya ia tak salah dengar kan "Ludovic" seketika ia panik. Tidak mungkin, ada banyak nama Ludovic di dunia ini.

“Tuan, ini terlalu banyak! Aku tidak bisa menerima semua ini! Setidaknya biarkan aku pilih—”

Ludovic melipat tangan di dada, menatap tajam. “Kau pilih semua. Kalau tidak, aku akan memindahkan seluruh galeri Marie ke kamarmu. Dan setiap pagi, kau harus mencoba satu per satu. Satu... per... satu di hadapanku.”

Kyora menelan ludah. Ancaman itu bukan basa-basi.

Marie terkekeh geli. “Romantisnya kau, Ludovic. Akhirnya kau jatuh cinta juga.”

Kyora tertunduk malu. Tapi saat pelayan memanggil Ludovic dari interkom dan menyebutkan nama lengkapnya di depan semua orang, tubuh Kyora langsung menegang.

“Chef Antonie meminta konfirmasi menu untuk makan malam, Tuan Ludovic Armany.”

Semua terdiam sejenak.

Kyora perlahan menoleh mencari jawaban. Wajahnya seputih kain yang ia kenakan. Bibirnya terkatup rapat.

Marie menatapnya heran. “Ah? Jadi Anda belum tahu siapa dia, Nyonya?”

Salah satu asistennya berseru pelan, “Tuan Armany… pemilik kasino terbesar di Eropa. Ludovic Armany.”

“Dan pemilik Armany Corp, jaringan resort paling elit se-Monaco!” sahut Marie.

Deg.

Nama itu. Nama yang pernah disebut-sebut dalam rapat-rapat bisnis besar, yang membuat para investor membisu, yang membuat perusahaan besar tunduk tanpa berani menawar.

Ludovic Armany, bukan hanya miliarder. Ia legenda. Dan sekarang, Kyora duduk di hadapannya dengan status yang tak bisa disangkal.

Wanitanya, Miliknya, Nyonya, Kekasihnya... Gadisnya dan apalagi...

Wajah Kyora pucat. “Jadi… " Ia sudah kehabisan kata-kata.

Ludovic berjalan mendekat, mencengkeram kedua pundaknya pelan. “Aku bilang kau akan jadi milikku, Kyora. Dan saat aku bilang 'selamanya', aku tidak pernah bercanda. Dan mulai sekarang kau tak boleh memanggilku Tuan.”

Kyora hanya bisa menatap matanya. Dalam, tegas. Penuh janji yang bukan sekadar rayuan, tapi tekad seorang penguasa. Dan entah kenapa, ia tak bisa lagi membantah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   15. Ajari Aku Cara Balas Dendam

    Balkon lantai atas mansion Armany menghadap langsung ke perbukitan yang tertutup kabut tipis pagi itu. Angin sejuk meniup pelan, membawa aroma kopi hitam yang mengepul dari cangkir di hadapan Ludovic.Meja bundar kecil dari marmer putih sudah tertata dengan sarapan sederhana. Croissant, buah segar, pasta keju, dan teh camomile untuk Kyora.Kyora melangkah ke balkon menuju tempat Ludovic duduk, dengan piyama hitamnya yang kini tertutup cardigan tipis. Rambutnya digerai sedikit basah, wajahnya tanpa riasan, tapi sorot mtanya tak lagi kosong. Ia lebih tenang.Ludovic menatapnya dari kursi dengan penuh kekaguman. Baginya sosok Kyora adalah malaikat kecilnya. Ia menyesap kopi tanpa suara, lalu menarik tangan Kyora dan mendudukkan di atas pangkuannya.“Masih sakit?” tanyanya santai. Tentu di kamar mandi mereka tak berbuat diam. Ludovic tak menyiakan sedetik saja tanpa menyentuh kekasihnya.Kyora mengangguk canggung dengan wajahnya yang merona merah."Tentu saja, kau sangat tak manusiawi."

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   14. Pagi, Kyoraku!

    Pagi menyapa lewat sinar matahari yang menembus tirai tipis di jendela kamar. Udara dingin dari luar menembus hangatnya ruangan.Kyora membuka mata perlahan. Kelopak matanya terasa berat karena kelelahan. Semalam Ludovic benar-benar menghabiskan tubuhnya. Ia memutar kepala, dan mendapati pria itu masih tertidur di sebelahnya.Pria itu tampak damai. Dada bidangnya naik turun perlahan. Rambutnya sedikit berantakan. Lengan kirinya masih memeluk tubuh Kyora seolah menolak membiarkan gadis itu pergi bahkan dalam tidur.Kyora terdiam. Memandangi wajah Ludovic, ia bukan hanya pria kuat, dominan, dan tak tersentuh seperti yang dikenal dunia. Ada kehangatan, kelembutan yang tak pernah ia tunjukkan pada siapapun di luar sana.Namun ia merasakannya sendiri semalam. Bahkan, tidur bersamanya, berpelukan di ranjang yang sepi.Ludovic bergumam dalam tidur, lalu mengeratkan pelukannya tanpa sadar. Kyora nyaris tersenyum. Tapi senyum itu segera hilang, digantikan oleh kegelisahan kecil yang muncul dar

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   13. Teriakkan Namaku Dengan Keras

    Kyora menggenggam ujung seprai, merasakan bagaimana setiap inci tubuhnya bereaksi atas sentuhan Ludovic. Bukan sentuhan sembarang pria. Tapi tangan yang sejak awal memperlakukannya seperti manusia, bukan objek. Napasnya tercekat saat Ludovic menunduk, menyesap lekuk lehernya dengan penuh penghayatan. Hangat, lembut, namun menyisakan bara yang menjalar hingga ke ujung tulang punggungnya. Jemari Ludovic menyusuri bahu, menurunkan satu-satunya pelindung yang tersisa. “Katakan, kau hanya milikku,” bisik Ludovic di antara ciumannya yang terjeda. “Aku milikmu, Ludovic. Hanya milikmu.” sahut Kyora tanpa ragu, meski suaranya bergetar. Ludovic menatapnya. Mata mereka bertemu dalam cahaya remang. Wajah Kyora yang biasanya kuat, kini berserah. Tidak lemah, tapi memberi. Dan bagi Ludovic, itu lebih dari sekadar kemenangan. Itu adalah kepercayaan mutlak. “Boleh?” tanya Ludovic, sekali lagi menunggu izin. Tak peduli tubuh Kyora sudah menundanya terlalu lama. Baginya, satu kata ‘ya’ dari b

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   12. Katakan Kau Milikku

    "A-aku?" Kyora terbata, gugup bercampur tegang dan takut."Hm," bisiknya. "Sebagai menu makan malamku." Suara Ludovic rendah dan berat, hidungnya menyusuri pipi Kyora lembut, tapi tidak mengecupnya.Ia hanya diam, menatapnya dalam ke manik mata Kyora yang masih meninggalkan bekas sembab, seolah ingin menelan seluruh jiwa gadis itu melalui tatapannya.Jari-jarinya berhenti di sisi leher Kyora, detak jantung gadis itu terasa menggetarkan kulitnya.Kyora tak bergerak. Ia tak menghindar. Bahkan ketika Ludovic mendekat, wajah mereka hanya terpisah oleh hela napas. Ia tidak takut. Tidak seperti sebelumnya. Ada sesuatu yang berubah. Mungkin karena kata-kata itu tadi, “Aku ingin kau jadi milikku, sepenuhnya.”Ludovic bukan hanya sekadar menginginkannya. Ia menuntut. Tapi entah kenapa, tuntutan itu terasa seperti pelindung. Bukan jerat.“Katakan kau milikku, Kyora Rosebelle.” bisik Ludovic lembut, bibirnya hampir menyentuh pipi Kyora.Kyora menarik napas dalam. Rasanya seperti ada tali tak kas

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   11. Menagih Hadiah Darimu

    Sesampainya di mansion, Ludovic langsung menaiki anak tangga marmer dengan langkah panjang. Ia tidak menyapa siapa pun. Hanya satu hal di benaknya, memastikan Kyora baik-baik saja. Memandang matanya, menyentuh tangannya dan memeluk tubuh ringkih itu.Pintu kamar terbuka dengan satu dorongan pelan.Kyora berdiri di dekat jendela, tubuhnya dibalut piyama satin hitam selutut. Rambutnya terurai, wajahnya menatap kosong ke luar sana.Ludovic mengernyit. Ia memperhatikan ketegangan di garis bahu gadis itu, gerakan bibirnya yang nyaris tak bergerak, dan sorot matanya yang gelisah. Tapi, bukan untuknya."Kyora." panggil Ludovic datar namun dalam.Kyora tersentak. Ia membalikkan badan cepat, seolah baru tersadar bahwa pria itu sudah berdiri di sana."Tu..." Ia menelan suaranya kembali, karena takut salah memanggil dan mendapatkan hukuman lagi. Ia belum bisa menyebut nama Ludovic secara langsung.Mata Kyora langsung tertuju pada pakaian yang dikenakan Ludovic bersih tanpa bercak. Artinya benar,

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   10. Baru Pemanasan

    Ludovic melumat bibir Kyora dengan kelembutan, bertolak belakang dari atmosfer liar dan menjijikkan yang sedang berlangsung hanya beberapa meter dari mereka. Ludovic menciumnya bukan untuk menggoda. Tapi untuk menenangkan badai dalam dada Kyora. Sentuhannya di bibir itu seperti pelindung terakhir yang bisa ia lakukan. Seolah ia ingin menutup mata dan telinga gadis itu dari dunia yang begitu kejam, setidaknya sampai malam ini berlalu. Di balik peti, suara desahan dan cengkeraman penuh nafsu terus memenuhi udara. Tapi Kyora tak lagi mendengar semuanya. Tidak setelah Ludovic membungkam ketakutan dan kemuakan itu dengan satu kecupan yang membuat waktu seolah berhenti. Tangan Kyora gemetar di dadanya. Ia tak membalas ciuman itu. Tapi juga tidak menolaknya. Ada luka dalam yang tengah dirawat, bukan dengan kata-kata, tapi dengan kedekatan dan perlakuan yang anehnya terasa begitu menenangkan. Ludovic menarik napas panjang, lalu mengusap air mata yang mengalir turun di wajah Kyora. Ia mena

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status