Share

4. Pagi yang Hangat

Author: DF Handayani
last update Last Updated: 2025-07-17 19:16:33

Sinar matahari menusuk ketika Kyora perlahan membuka matanya. Setelah perbincangan singkat tadi pagi, mereka mengulang kembali kejadian semalam. Lagi, dan lagi. Entah siapa yang memulai. Mereka seakan sama-sama tak ingin berakhir.

Rasa nyeri yang menjalar dari bawah tubuhnya membuat napasnya tertahan. Sakit. Perih. Tubuhnya terasa remuk seperti baru saja dilindas waktu.

Ia tak berani bergerak terlalu banyak, hanya memalingkan wajah sekilas ke arah sosok pria yang masih tertidur di sebelahnya.

Nafas Ludovic tenang, dalam, namun lengan kekarnya masih melingkar di pinggang Kyora, seolah menahannya agar tak pergi ke mana pun.

Kyora menghela napas dalam, lalu perlahan menyingkirkan selimut dan tangan pria itu dari tubuhnya. Ia bergerak turun dari ranjang, kakinya menyentuh lantai dingin marmer dengan pelan.

Setiap gerakan kecil menyengat perut bagian bawahnya. Ia meringis, tapi tak bersuara. Berusaha tetap tegak sambil melangkah menuju kamar mandi megah yang ada di sudut kamar.

Namun, saat ia membuka pintu kamar mandi dan melangkah masuk, Ludovic yang baru saja terbangun menoleh.

Matanya langsung menangkap noda merah di seprai putih gading. Ia terpaku. Selama beberapa detik ia hanya menatapnya tanpa kata. Lalu ekspresi di wajahnya berubah, antara syok, tak percaya, dan... bahagia. Sungguh bahagia.

“…Kyora?” bisiknya perlahan, seolah baru menyadari sesuatu yang sangat berharga telah terjadi semalam.

Ludovic bangkit dari ranjang, berjalan cepat mengikuti jejak Kyora yang baru saja masuk kamar mandi. Tanpa mengetuk, ia mendorong pintu hingga terbuka.

Kyora, yang tengah berdiri di depan cermin dan mencoba mengatur napas sambil melepas kimono tidur dari tubuhnya yang lengket, menoleh panik. Tubuhnya hanya tertutup sebagian, kulitnya masih menyisakan jejak kemarin malam.

“Tu...Tuan kenapa kemari? Jangan lihat!” desisnya cepat, memalingkan wajah dan mencoba menutupi tubuhnya dengan tangan.

Namun Ludovic sudah menariknya ke dalam pelukan erat. Lengan kekarnya melingkari tubuh mungil itu, seolah tak akan membiarkannya pergi sedetik pun.

Kyora tersentak, tapi tak sanggup melawan. Napasnya memburu karena malu dan juga gugup.

“Apa yang Tuan—”

“Ssssttttt... Diamlah,” bisik Ludovic pelan di telinganya. “Biarkan aku seperti ini sebentar.”

Kyora membeku.

Ludovic menyalakan shower. Dalam sekejap, suara air mengalir membanjiri kamar mandi yang terbuat dari batu alam hitam dan kaca berlapis emas. Air hangat mengguyur tubuh mereka. Kyora terperangah, tubuhnya refleks menggigil oleh sentuhan suhu dan keintiman yang baru saja dimulai kembali.

“Kau tahu?” gumam Ludovic lembut, mengangkat wajah Kyora dengan ujung jarinya. “Aku belum pernah merasa sebahagia ini. Kau... milikku. Kau benar-benar milikku.”

Wajah Kyora memerah. Bibirnya ingin membalas dengan sarkas atau kemarahan, tapi tak satu pun kata keluar. Yang ia rasakan hanyalah sentuhan lembut pria itu di kulitnya yang lelah dan perih. Ludovic tak terburu-buru. Ia mengambil sabun cair wangi mawar hitam, meneteskannya ke telapak tangan, lalu mulai mengusap tubuh Kyora dengan perlahan.

Dari leher, bahu, punggung, lalu lengannya. Gerakannya seolah sedang merawat sesuatu yang sangat rapuh. Sesekali ia mengecup pelan pundak Kyora, atau menariknya sedikit lebih dekat ke dadanya yang hangat.

Kyora memejamkan mata. Air mata kembali jatuh. Tapi kali ini, bukan karena luka atau kehinaan. Tapi karena rasa yang baru. Rasa dihargai. Rasa dimiliki tanpa disakiti. Rasa... dilindungi.

Selesai membilas tubuh Kyora, Ludovic meraih handuk tebal berwarna hitam dan membalutkannya ke tubuh wanita itu. Ia membawa Kyora keluar dari kamar mandi, mendudukkannya perlahan di kursi sofa kecil dekat ranjang. Lalu ia sendiri mengambil kimono sutra warna champagne yang tergantung di lemari kaca, memakaikannya ke tubuh Kyora seperti seorang raja yang menyiapkan permaisurinya.

“Aku akan memanjakanmu, Kyora,” bisiknya saat mengikatkan tali kimono di pinggang mungil gadis itu. “Sampai kau lupa siapa pun yang pernah menyakitimu.”

Kyora menunduk, jari-jarinya mengepal diam-diam. Hatinya masih gaduh, tapi tubuhnya... tubuhnya perlahan mulai mengenali sentuhan pria ini bukan sebagai ancaman.

"Sebenarnya siapa pria ini? Mengapa memperlakukan seperti ini?" batinnya bergejolak.

Ludovic bangkit dan menekan tombol interkom di dinding.

"Chef Antonie," katanya dalam suara berat. "Buatkan sarapan istimewa. Makanan favorit wanita, apapun yang terbaik. Untuk menyambut hari pertama Nyonya.”

Mata Kyora menajam. "Nyonya?" bantinya berteriak.

Suara dari interkom sempat terdiam. Lalu terdengar suara gugup tapi antusias, “Baik, Tuan! Segera!”

Setelah itu, Ludovic mengambil ponsel pribadinya dan menelepon seseorang lagi.

“Marie,” ucapnya dengan suara lebih cepat. “Bawa semua koleksi terbaru, gaun, sepatu, perhiasan, tas. Semuanya. Ke kastil. Sekarang. Untuk Nyonya kita.”

Sang desainer, Marie Legrande, hampir menjatuhkan cangkir kopinya.

“Tu... Tuan... apakah Anda... apakah ini artinya...?”

“Aku sudah menemukannya." potong Ludovic singkat. “Ia wanita yang akan tinggal di kastil ini. Selamanya.” ucapnya sambil menatap wajah Kyora.

Marie nyaris berteriak kegirangan. “Saya datang dalam satu jam, Tuan! Dengan seluruh tim!”

Ludovic menutup telepon dan berbalik menatap Kyora yang masih duduk diam, seperti tak percaya dengan semua yang terjadi. Ia berjalan pelan, lalu duduk di samping wanita itu. Mengusap lembut pipinya yang pucat.

“Kau masih takut padaku?” tanyanya pelan.

Kyora menggigit bibir, lalu menggeleng pelan.

“Bukan takut,” bisiknya. “Hanya... aku tidak tahu kenapa Tuan melakukan semua ini padaku. Aku... bukan siapa-siapa. Hanya wanita buangan dari pernikahan yang bahkan tak diinginkan.”

Ludovic mendekat, menarik dagu lancip Kyora, mengusap bibir mungilnya dengan ibu jari agar ia berhenti berbicara merendahkan dirinya.

“Bagiku, kau lebih berharga dari siapa pun. Kau adalah wanita pertama yang benar-benar memberiku rasa memiliki. Bahkan ketika kau belum mengenalku. Aku tak akan membiarkanmu kembali merasa tidak diinginkan, Kyora.”

Dan untuk pertama kalinya sejak malam mengerikan di mansion ayahnya, sejak malam saat suaminya memeluk wanita lain di altar pernikahan mereka, Kyora kembali merasa... ia pantas untuk dimiliki.

"Tapi... Siapa sebenarnya Anda Tuan? Aku bahkan tak tahu nama Tuan." ucap Kyora hati-hati.

Ludovic tersenyum hangat. Ia menarik tubuh Kyora yang begitu ringan. Memindahkan ke atas pangkuannya.

"Sebentar lagi kau akan tahu jawabannya, Kyora. Dan saat kau sudah mengetahui identitasku. Kuharap tak lagi sebutan Tuan untukku. Jika tidak, kau harus menerima hukuman dariku." ucapnya lebih seperti perintah yang tak boleh terbantahkan.

"Mengerti?" tandasnya

Kyora mengangguk pelan, berusaha menelan salivanya yang kering. Ia tercekat tak berani membantah. Ludovic tak bicara keras tapi ucapannya selalu membuatnya patuh tanpa paksaan.

"Bagus...gadis kecilku yang patuh." Ludovic mencubit hidung Kyora dengan gemas sambil tersenyum hangat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   15. Ajari Aku Cara Balas Dendam

    Balkon lantai atas mansion Armany menghadap langsung ke perbukitan yang tertutup kabut tipis pagi itu. Angin sejuk meniup pelan, membawa aroma kopi hitam yang mengepul dari cangkir di hadapan Ludovic.Meja bundar kecil dari marmer putih sudah tertata dengan sarapan sederhana. Croissant, buah segar, pasta keju, dan teh camomile untuk Kyora.Kyora melangkah ke balkon menuju tempat Ludovic duduk, dengan piyama hitamnya yang kini tertutup cardigan tipis. Rambutnya digerai sedikit basah, wajahnya tanpa riasan, tapi sorot mtanya tak lagi kosong. Ia lebih tenang.Ludovic menatapnya dari kursi dengan penuh kekaguman. Baginya sosok Kyora adalah malaikat kecilnya. Ia menyesap kopi tanpa suara, lalu menarik tangan Kyora dan mendudukkan di atas pangkuannya.“Masih sakit?” tanyanya santai. Tentu di kamar mandi mereka tak berbuat diam. Ludovic tak menyiakan sedetik saja tanpa menyentuh kekasihnya.Kyora mengangguk canggung dengan wajahnya yang merona merah."Tentu saja, kau sangat tak manusiawi."

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   14. Pagi, Kyoraku!

    Pagi menyapa lewat sinar matahari yang menembus tirai tipis di jendela kamar. Udara dingin dari luar menembus hangatnya ruangan.Kyora membuka mata perlahan. Kelopak matanya terasa berat karena kelelahan. Semalam Ludovic benar-benar menghabiskan tubuhnya. Ia memutar kepala, dan mendapati pria itu masih tertidur di sebelahnya.Pria itu tampak damai. Dada bidangnya naik turun perlahan. Rambutnya sedikit berantakan. Lengan kirinya masih memeluk tubuh Kyora seolah menolak membiarkan gadis itu pergi bahkan dalam tidur.Kyora terdiam. Memandangi wajah Ludovic, ia bukan hanya pria kuat, dominan, dan tak tersentuh seperti yang dikenal dunia. Ada kehangatan, kelembutan yang tak pernah ia tunjukkan pada siapapun di luar sana.Namun ia merasakannya sendiri semalam. Bahkan, tidur bersamanya, berpelukan di ranjang yang sepi.Ludovic bergumam dalam tidur, lalu mengeratkan pelukannya tanpa sadar. Kyora nyaris tersenyum. Tapi senyum itu segera hilang, digantikan oleh kegelisahan kecil yang muncul dar

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   13. Teriakkan Namaku Dengan Keras

    Kyora menggenggam ujung seprai, merasakan bagaimana setiap inci tubuhnya bereaksi atas sentuhan Ludovic. Bukan sentuhan sembarang pria. Tapi tangan yang sejak awal memperlakukannya seperti manusia, bukan objek. Napasnya tercekat saat Ludovic menunduk, menyesap lekuk lehernya dengan penuh penghayatan. Hangat, lembut, namun menyisakan bara yang menjalar hingga ke ujung tulang punggungnya. Jemari Ludovic menyusuri bahu, menurunkan satu-satunya pelindung yang tersisa. “Katakan, kau hanya milikku,” bisik Ludovic di antara ciumannya yang terjeda. “Aku milikmu, Ludovic. Hanya milikmu.” sahut Kyora tanpa ragu, meski suaranya bergetar. Ludovic menatapnya. Mata mereka bertemu dalam cahaya remang. Wajah Kyora yang biasanya kuat, kini berserah. Tidak lemah, tapi memberi. Dan bagi Ludovic, itu lebih dari sekadar kemenangan. Itu adalah kepercayaan mutlak. “Boleh?” tanya Ludovic, sekali lagi menunggu izin. Tak peduli tubuh Kyora sudah menundanya terlalu lama. Baginya, satu kata ‘ya’ dari b

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   12. Katakan Kau Milikku

    "A-aku?" Kyora terbata, gugup bercampur tegang dan takut."Hm," bisiknya. "Sebagai menu makan malamku." Suara Ludovic rendah dan berat, hidungnya menyusuri pipi Kyora lembut, tapi tidak mengecupnya.Ia hanya diam, menatapnya dalam ke manik mata Kyora yang masih meninggalkan bekas sembab, seolah ingin menelan seluruh jiwa gadis itu melalui tatapannya.Jari-jarinya berhenti di sisi leher Kyora, detak jantung gadis itu terasa menggetarkan kulitnya.Kyora tak bergerak. Ia tak menghindar. Bahkan ketika Ludovic mendekat, wajah mereka hanya terpisah oleh hela napas. Ia tidak takut. Tidak seperti sebelumnya. Ada sesuatu yang berubah. Mungkin karena kata-kata itu tadi, “Aku ingin kau jadi milikku, sepenuhnya.”Ludovic bukan hanya sekadar menginginkannya. Ia menuntut. Tapi entah kenapa, tuntutan itu terasa seperti pelindung. Bukan jerat.“Katakan kau milikku, Kyora Rosebelle.” bisik Ludovic lembut, bibirnya hampir menyentuh pipi Kyora.Kyora menarik napas dalam. Rasanya seperti ada tali tak kas

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   11. Menagih Hadiah Darimu

    Sesampainya di mansion, Ludovic langsung menaiki anak tangga marmer dengan langkah panjang. Ia tidak menyapa siapa pun. Hanya satu hal di benaknya, memastikan Kyora baik-baik saja. Memandang matanya, menyentuh tangannya dan memeluk tubuh ringkih itu.Pintu kamar terbuka dengan satu dorongan pelan.Kyora berdiri di dekat jendela, tubuhnya dibalut piyama satin hitam selutut. Rambutnya terurai, wajahnya menatap kosong ke luar sana.Ludovic mengernyit. Ia memperhatikan ketegangan di garis bahu gadis itu, gerakan bibirnya yang nyaris tak bergerak, dan sorot matanya yang gelisah. Tapi, bukan untuknya."Kyora." panggil Ludovic datar namun dalam.Kyora tersentak. Ia membalikkan badan cepat, seolah baru tersadar bahwa pria itu sudah berdiri di sana."Tu..." Ia menelan suaranya kembali, karena takut salah memanggil dan mendapatkan hukuman lagi. Ia belum bisa menyebut nama Ludovic secara langsung.Mata Kyora langsung tertuju pada pakaian yang dikenakan Ludovic bersih tanpa bercak. Artinya benar,

  • Istri Terbuang Jadi Nyonya Miliarder   10. Baru Pemanasan

    Ludovic melumat bibir Kyora dengan kelembutan, bertolak belakang dari atmosfer liar dan menjijikkan yang sedang berlangsung hanya beberapa meter dari mereka. Ludovic menciumnya bukan untuk menggoda. Tapi untuk menenangkan badai dalam dada Kyora. Sentuhannya di bibir itu seperti pelindung terakhir yang bisa ia lakukan. Seolah ia ingin menutup mata dan telinga gadis itu dari dunia yang begitu kejam, setidaknya sampai malam ini berlalu. Di balik peti, suara desahan dan cengkeraman penuh nafsu terus memenuhi udara. Tapi Kyora tak lagi mendengar semuanya. Tidak setelah Ludovic membungkam ketakutan dan kemuakan itu dengan satu kecupan yang membuat waktu seolah berhenti. Tangan Kyora gemetar di dadanya. Ia tak membalas ciuman itu. Tapi juga tidak menolaknya. Ada luka dalam yang tengah dirawat, bukan dengan kata-kata, tapi dengan kedekatan dan perlakuan yang anehnya terasa begitu menenangkan. Ludovic menarik napas panjang, lalu mengusap air mata yang mengalir turun di wajah Kyora. Ia mena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status