Beberapa saat kemudian terdapat perawat yang sebelumnya berhasil menunda misi Lian. "Permisi, Tuan."Damar tersentak. Hingga rasanya ingin naik darah. "Hei perawat. Kau mengejutkanku saat aku sedang bersama istriku!""Ya, Pak Damar. Tadi pun asisten Anda berjaga disini."'Asisten??! Aku tidak memerintahkan asisten Lian untuk berjaga untuk Anna?'"Apa yang dia lakukan di sini?" tanya Damar mengintimidasi. Terlihat perawat itu sedikit gugup. Dan ada sesuatu yang mungkin ingin diutarakan. "Maaf, Tuan Damar. Saya hanya melihat Asisten Anda melihat keadaan istri Anda. Tidak lebih dari itu."Sorot mata tajam Damar seakan menghunus sang perawat. "Benarkah itu? Seakan-akan kau menyembunyikan sesuatu?!""S—sungguh, Tuan. Hanya itu," jawabnya. Meski jantungnya berdebar-debar.Karena ia hanya memiliki sedikit waktu, ia melupakan saja permasalahan ini. Ia ingin berdua sebentar dengan Anna. Selagi Hanna tertidur."Ya sudah. Aku ingin berdua saja dengan istriku. Tolong tinggalkan aku dan dia!"Per
"Hanna, apa yang terjadi terhadapmu? Bagaimana bisa kamu pingsan?" Damar mengelus pipi Delia penuh kecemasan."Maaf Damar, membuatmu khawatir. Aku hanya telat makan, tubuhku gemetar dan aku sudah biasa seperti ini jika memikirkan suatu hal."Damar mengecup kening Hanna pelan. "Maafkan aku, Hanna. Karena Anna, aku harus mengabaikan mu. Sudah yang terpenting kamu sehat dulu. Kamu jangan mikir apapun tentang aku dan Anna, ya? Aku tak ingin terjadi sesuatu terhadapmu." Sementara Assisten Lian ingin menghajar Damar, karena ia berani mencium kekasihnya. Ia hanya bisa mengumpat dalam hati. 'Majikan tak tahu malu! Beraninya dia mencium Delia! Dia pikir dia siapa! Lama-lama aku kesal sekali melihat pemandangan panas ini!'Damar baru ingat, ia semula memerintahkan Lian untuk mencari tahu pelaku yang membuat Anna celaka. "Kerjakan apa ya g kuperintahkan padamu sebelumnya!!"Lian mengangguk, sadar. "Ya, Tuan. Maaf saya tadi panik, hingga tidak konsentrasi dengan pekerjaan saya. Baik, saya permis
'Wanita itu lebih baik mati, daripada menjadi penghambat rencanaku!'Karena Lian mengemukakan kendaraan dalam lanjutan maximal, kuda bermesin milik Damar tersebut telah sampai di rumah sakit swasta terdekat.Damar sendiri yang membawa tubuh Anna masuk melewati pintu utama rumah sakit, sembari berteriak keras, "Dokter! Tolong istri saya!" Lian dan Delia saling pandang. Mengerutkan alis, lalu mengangkat salah satu sudut bibirnya. Mereka mentertawakan Damar yang menyebut Anna istrinya. Secara tidak sengaja Damar telah mengakui jika didalam hatinya ada nama Anna."Cepat dokter!!" Kembali mereka dikejutkan suara Damar.Beberapa perawat pria mendorong tubuh Anna di atas ranjang dorong pasien menuju UGD. "Kalian tunggu diluar!! Biarkan kami menangani pasien! Urus administrasi agar penanganan dilakukan dipercepat!" Salah satu dari pria berseragam putih tersebut mengingatkan.Dengan cepat Damar meriah kerah bajunya, menunjukkan deretan giginya yang putih, "Cepat tangani istriku! Jangan ingat
Delia bingung apa yang ingin dijawabnya. Sedangkan ia tak mendengar pria itu mengatakan apa."Hanna ... Sepertinya kamu sangat merindukan tempat ini. Hingga kamu tidak dengar perkataanku."Hanna tersenyum. "Ya, Damar. Banyak kenangan di sini." Tidak berani bicara banyak-banyak takut Damar bertanya macam-macam.Beberapa kali ia bertanya lewat ponselnya pada Asisten Lian, ia tidak ingin salah dalam menjawab. Ia mengetik cepat dalam pesan chat. [Ini rumah siapa, Sayang?]Lian pun lekas membalas. [Rumah Damar, Sayang.]Damar hanya melihat Hanna sepintas. Ia membebaskan dia bermain dengan gawainya. Ia pun tidak curiga dengan mereka.Damar pun berjalan melihat-lihat kondisi ruangan yang tidak terawat itu. Tanpa sadar ia menginjak sesuatu. Melihat ke bawah sebuah pigura yang dijatuhkan Anna tadi.Gegas ia membungkuk untuk mengambil. 'Foto ini terjatuh di lantai. Dan kacanya bersih dari debu. Aneh sekali.' pikir Damar.Menepis semua praduga. Senyum terbit di sudut ditunjukan di bibirnya. Ia
Damar segera memeluk tubuh Delia erat. "Jangan katakan apapun lagi, aku sudah katakan. Tidak terjadi apapun di dalam kamar mandi itu, Hanna. Percayalah."***Pagi itu ..."Tuan Damar, hari ini aku minta izin untuk keluar. Aku sangat merindukan tempat tinggal ku dulu. " Anna berdiri dengan takut—meminta izin pada Damar yang kala itu sedang menyeruput kopi di depan rumah. Tidak sedetikpun ia menengok Anna disampingnya."Tuan ... Apa saya mohon berikan saya izin."Karena risih Damar menoleh cepat. Tangannya yang Kokok dan kekar menggebrak meja. Hingga cangkir berisi kopi yang tinggal separuh itu tumpah."Aku tidak perduli, kamu mau pergi ke manapun! Pergi saja sesuka hatimu, wanita hina!" umpatnya. Setelah itu ia berdiri meninggalkan Anna seorang diri.Karena Damar telah menjawab demikian, ia pun pergi. Anna mengayunkan kakinya pergi, sampai di pintu gerbang, Anna berpapasan dengan Asisten Lian. Pria itu menghentikan mobilnya, dan keluar menghampiri Anna."Maaf Nyonya, saya menghalangi p
Sore itu, Anna yang baru selesai mandi di kamar tamunya merasa panik. Keran air tiba-tiba berhenti mengalir saat ia masih penuh dengan busa sabun. Matanya perih karena busa yang masuk ke dalamnya, dan dalam kebingungan, ia meraba-raba keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit tubuhnya.Anna dalam hati, panik. "Aduh, kenapa airnya mati sih sekarang?! Aduh, mataku... Pedih! Bibi! Bibi! Tolong!"Sambil meraba-raba dengan satu tangan, yang lain mengusap-usap matanya yang perih, ia berhasil menangkap lengan seseorang yang ia kira adalah asisten rumah tangga. Tanpa berpikir panjang, Anna langsung ditarik olehnya.Anna berjalan penuh kehati-hatian. Ia mengira seseorang yang berada di hadapannya itu adalah asisten rumah tangga yang akan membantunya. Tapi ..."Bik. Antarkan aku ke kamar mandi kamu Bik! Kran dikamar mandi ku tidak keluar. Cepat Bik, tuntun aku. Mataku pedih sekali. Aku malu jika Tuan Damar nanti melihatku seperti ini, aku takut jika dia berpikir macam-macam terhadapku,