"Bolehkah aku masuk melihat keadaan istriku?!""Silahkan!" jawab dokternya.Kakinya melangkah cepat masuk ke dalam. Ia berdiri di samping ranjang Anna. Masih sama, wanita itu tidak memberikan tanda-tanda sadarnya. Kapan ia membuka mata dan melihatnya ada disini untuk menjaganya?Dengan penuh pertimbangan, ia memegang tangan Anna, mengangkatnya perlahan. Entah, dorongan dari siapa ia berani mencium punggung tangannya nya."Anna. Kapan kau membuka matamu? Apa kau tak lelah beberapa hari tidur lelap begitu? Lihatlah aku. Aku sangat mengkhawatirkan keadaanmu. Dasar wanita h1na! Bisa-bisanya aku kau buat gila begini!"Damar tersenyum mendengar ucapannya sendiri. Kembali ia meletakkan perlahan tangannya. Kemudian ia mengusap-usap kepalanya. "Cepat sadar, ya, Anna."'Sial ... Wanita ini sudah membuatku sibuk memikirkannya saja.' Menggerutu sendiri. Namun Damar mulai menikmatinya.'Astaga ... Bagaimana jika nantinya dia sadar? Apa yang harus aku lakukan untuk menghadapinya? Bukankah aku juga
Pengejaran di Lorong GelapDamar tidak berpikir dua kali. Begitu pria itu berbalik dan melesat ke arah pintu darurat, instingnya langsung mengambil alih."Berhenti!" serunya Damar lantang, suaranya bergema di lorong rumah sakit. Rasanya ia ingin menghabisinya sekarang juga. Namun pria itu tidak peduli. Dengan gerakan cepat, ia menabrak penghubung pintu keluar darurat dan berlari menyusuri tangga darurat dengan kecepatan yang mencengangkan.Damar mengejarnya. Setiap langkahnya menggema keras di sepanjang lorong. Adrenalin menggelegak di tubuhnya, pikirannya hanya fokus pada satu hal—menangkap pria itu dan mengungkap kebenaran. Namun, di tengah pengejaran, sesuatu menusuk pikirannya seperti be lati ta jam. Ia baru ingat, saat melihat sebuah suntikan dibuangnya begitu saja. Baru sadar, pasti ia melakukan sesuatu terhadap istrinya. "ANNA!"Rahangnya mengeras, jantungnya berpacu cepat di antara dua pilihan—terus mengejar pria misterius ini atau kembali untuk menyelamatkan Anna.Tanpa mem
"Damar, setelah ini kau akan bertemu dengan orangtua angkat ku. Hormatilah dia juga, karena berkat mereka aku bisa bertahan hidup sampai sekarang ini. Merekalah yang telah menyelamatkan hidupku."Disela-sela konsentrasinya mengemudi, ia menoleh Delia dan mengusap pipinya dengan lembut. "Pasti."...Damar menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah besar dengan arsitektur klasik yang elegan. Lampu-lampu taman bersinar lembut, menciptakan kesan rumah keluarga yang hangat. Delia menoleh ke arahnya dengan senyum ramah, meski dalam hatinya berdebar kencang."Terima kasih sudah mengantarku, Damar. Aku masih sedikit lemas… kalau kau tidak keberatan, masuklah sebentar. Ibu pasti ingin bertemu denganmu." Ucapan Delia terdengar sangat manja. Damar tidak merespon. Entahlah, pikirannya hanya ada nama Anna saja.Damar menatap rumah itu sekilas, hatinya masih penuh dengan kekhawatiran tentang wanita yang terbaring di rumah sakit itu. Namun, melihat Delia tampak rapuh dan butuh perhatian, ia akhirny
Beberapa saat kemudian terdapat perawat yang sebelumnya berhasil menunda misi Lian. "Permisi, Tuan."Damar tersentak. Hingga rasanya ingin naik darah. "Hei perawat. Kau mengejutkanku saat aku sedang bersama istriku!""Ya, Pak Damar. Tadi pun asisten Anda berjaga disini."'Asisten??! Aku tidak memerintahkan asisten Lian untuk berjaga untuk Anna?'"Apa yang dia lakukan di sini?" tanya Damar mengintimidasi. Terlihat perawat itu sedikit gugup. Dan ada sesuatu yang mungkin ingin diutarakan. "Maaf, Tuan Damar. Saya hanya melihat Asisten Anda melihat keadaan istri Anda. Tidak lebih dari itu."Sorot mata tajam Damar seakan menghunus sang perawat. "Benarkah itu? Seakan-akan kau menyembunyikan sesuatu?!""S—sungguh, Tuan. Hanya itu," jawabnya. Meski jantungnya berdebar-debar.Karena ia hanya memiliki sedikit waktu, ia melupakan saja permasalahan ini. Ia ingin berdua sebentar dengan Anna. Selagi Hanna tertidur."Ya sudah. Aku ingin berdua saja dengan istriku. Tolong tinggalkan aku dan dia!"Per
"Hanna, apa yang terjadi terhadapmu? Bagaimana bisa kamu pingsan?" Damar mengelus pipi Delia penuh kecemasan."Maaf Damar, membuatmu khawatir. Aku hanya telat makan, tubuhku gemetar dan aku sudah biasa seperti ini jika memikirkan suatu hal."Damar mengecup kening Hanna pelan. "Maafkan aku, Hanna. Karena Anna, aku harus mengabaikan mu. Sudah yang terpenting kamu sehat dulu. Kamu jangan mikir apapun tentang aku dan Anna, ya? Aku tak ingin terjadi sesuatu terhadapmu." Sementara Assisten Lian ingin menghajar Damar, karena ia berani mencium kekasihnya. Ia hanya bisa mengumpat dalam hati. 'Majikan tak tahu malu! Beraninya dia mencium Delia! Dia pikir dia siapa! Lama-lama aku kesal sekali melihat pemandangan panas ini!'Damar baru ingat, ia semula memerintahkan Lian untuk mencari tahu pelaku yang membuat Anna celaka. "Kerjakan apa ya g kuperintahkan padamu sebelumnya!!"Lian mengangguk, sadar. "Ya, Tuan. Maaf saya tadi panik, hingga tidak konsentrasi dengan pekerjaan saya. Baik, saya permis
'Wanita itu lebih baik mati, daripada menjadi penghambat rencanaku!'Karena Lian mengemukakan kendaraan dalam lanjutan maximal, kuda bermesin milik Damar tersebut telah sampai di rumah sakit swasta terdekat.Damar sendiri yang membawa tubuh Anna masuk melewati pintu utama rumah sakit, sembari berteriak keras, "Dokter! Tolong istri saya!" Lian dan Delia saling pandang. Mengerutkan alis, lalu mengangkat salah satu sudut bibirnya. Mereka mentertawakan Damar yang menyebut Anna istrinya. Secara tidak sengaja Damar telah mengakui jika didalam hatinya ada nama Anna."Cepat dokter!!" Kembali mereka dikejutkan suara Damar.Beberapa perawat pria mendorong tubuh Anna di atas ranjang dorong pasien menuju UGD. "Kalian tunggu diluar!! Biarkan kami menangani pasien! Urus administrasi agar penanganan dilakukan dipercepat!" Salah satu dari pria berseragam putih tersebut mengingatkan.Dengan cepat Damar meriah kerah bajunya, menunjukkan deretan giginya yang putih, "Cepat tangani istriku! Jangan ingat