Happy Reading*****Netra Aliyah dan Hazimah bertemu, seolah mengetahui isi hati masing-masing keduanya mengangguk. Ketika pelukan Haidar terurai, istri pertamanya mengedipkan mata pada istri muda. Mereka duduk berdampingan di sofa panjang, setelahnya saling membisikkan sesuatu. Sepertinya, Aliyah memang membutuhkan saran Hazimah untuk masalahnya. Dia tidak bisa memendam sendiri apa yang menjadi kekhawatirannya. Aliyah terlalu takut saat ini."Kamu dah masak, Al?" tanya Hazimah. Sengaja, mencoba mengalihkan topik pembicaraan tentang kehamilan istri pertama Haidar. "Belum lah, Mbak. Mas, nih, aku lagi mau masak dia datang teriak-teriak. Terus, maksa-maksa supaya aku segera melakukan tes itu. Sekarang, bingung kit mau sarapan pake apa." Aliyah pura-pura marah padahal perempuan itu yakin jika perkataan Hazimah, hanyalah pengalihan supaya sang suami tidak terlalu fokus padanya. "Ya, udah enggak usah nyalahin, Mas." Haidar mencolek pipi Aliyah karena gemas. Semua dilakukan di hadapan is
Happy Reading*****Malam itu, Haidar tidak bisa tidur dengan nyenyak. Beberapa kali terbangun dan teringat dengan Aliyah. Lelaki itu sudah mencoba mengalihkan perhatiannya dengan sholat dan berzikir, tetapi semua kegelisahan hatinya tak juga lenyap. Ketika mendengar suara azan berkumandang, Haidar segera bergegas ke musala setelah membangunkan istrinya. Usai berjemaah subuh dan berpamitan pada Hazimah, Haidar gegas menemui Aliyah. Dia sudah tak sabar mengetahui hasil alat itu. "Mas, nggak usah terburu-buru gitu. Njenengan minum dulu tehnya, baru ke rumah Aliyah," kata Hazimah menasihati sang suami."Nanti, saja, Sayang. Mas pengen segera tahu gimana hasil tes itu." Haidar bahkan tidak mengganti sarung dan pakaiannya. "Ya, sudah. Sebentar lagi, kalau Ilyas sudah bangun. Aku susul ke sana." Hazimah meraih telapak tangan sang suamni dan menciumnya penuh hormat sebelum lelaki itu meninggalkan rumah."Ya. Mas tunggu di sana, ya." Haidar pun mencium kening Hazimah sebelum pergi. Cuma b
Happy Reading*****Haidar menatap sang istri dengan senyuman. "Mas beneran galau, Sayang," ucapnya sambil kembali merebahkan tubuh di ranjang."Mas, galau kenapa? Cerita aja, siapa tahu aku bisa bantu." Hazimah berdiri dan meletakkan gelas itu di atas meja riasnya. Lalu, dia berbalik arah menghampiri sang suami.Lelaki yang memiliki dua istri itu kembali menegakkan tubuh mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Pasangan tersebut kini duduk bersebelahan di pinggir ranjang."Nda," panggil Haidar."Ya, Mas. Ceritakan saja, apa yang mengganjal hatimu.""Mas galau banget dengan keadaan Aliyah dan prasangka Mama. Mas, kepikiran semuanya," ujar Haidar."Sudah menghubungi dokter Irma?" tanya Hazimah. Tangannya berusaha memegang tangan sang suami, menyalurkan kekuatan agar lelaki itu tidak terlalu memikirkan kondisi Aliyah dan segala prasangka serta kecurigaan mamanya."Sudah, tapi belum ada balasan dari beliau, Sayang." Wajah Haidar berubah sedih."Sabar, mungkin Dokter Irma sedang menangani
Happy Reading*****"Namanya dugaan, Mas. Bisa benar bisa juga salah. Mungkin, sebaiknya kita memastikan dan bertanya pada dokter Irma. Apakah benar ada kemungkinan seperti itu pada Aliyah," kata Hazimah setelah keduanya sampai di kamar."Iya, Sayang. Mas juga kepikiran untuk menanyakan kepada dokter Irma mengenai masalah ini," jawab Haidar. Dia mulai mengganti kemejanya dengan kaos oblong."Mas mau teh apa kopi?" tanya Hazimah. Sudah menjadi kebiasaan perempuan itu untuk menawarkan minuman pada sang suami sebelum mereka tidur. Namun, di luar dugaan Haidar malah meminta minuman lain. Lelaki itu meminta jus lemon tanpa gula. Hazimah meringis membayangkan rasa dari minuman yang diminta sang suami."Segar kayaknya, Nda," ucap Haidar semringah. Dia tahu istrinya sedikit ngeri ketika dirinya meminta dibuatkan minuman itu. "Kamu punya stok lemaon di kulkas, kan?""Punya, sih, Mas. Cuma apa nggak sebaiknya diganti saja dengan minuman lain. Ingat perutnya, Mas. Dari tadi njenengan sudah maem
Happy Reading*****Ketika semua sudah berkumpul Haidar mulai memimpin doa makan. Keinginannya untuk segera menyantap rujak itu harus ditahan sebentar, menunggu bunda dan mamanya mengambil makanan terlebih dahulu. Itulah adab yang Haidar selalu jaga sampai saat ini, mendahulukan yang lebih tua dan dia hormati. Demikian pula Aliyah dan Hazimah tidak ada yang mengambil buah-buahan itu sebelum para orang tua dan suaminya. Memang tidak ada kewajiban demikian, tetapi Haidar sudah menjalankan semua itu sejak masih kecil karena sang ayah yang mengajarkan demikian. Jadi, dia pun meneruskan ajaran tersebut kepada dua istrinya.Setelah kedua perempuan paruh baya itu mencocol mangga dengan bumbu gula merah, barulah Haidar dengan gerakan cepat mengambil buah-buahan yang ada di hadapannya. Sania dan Yana meringis merasakan kekecutan mangga muda itu dengan kompak mereka mengeluarkan kembali apa yang sudah dimakan."Aduh," kata Sania."Hmm," ucap Yana dengan ekspresi lucu bahkan matanya tertutup de
Happy Reading*****Selalu saja, Yana begitu sensitif dengan keadaan anak-anak dan menantunya. Dulu, waktu Hazimah hamil, perempuan paruh baya itulah yang pertama kali merasakan keanehannya. Sekarang, ketika Haidar mengalami keanehan, dia menduga jika Aliyah yang tengah berbadan dua.Aliyah menatap suami dan mertuanya bergantian. Masih belum memahami maksud pertanyaan Yana."Kenapa Mama tanya tamu bulananku? Bulan ini, aku sudah dapet, kok," jawab Aliyah."Alhamdulillah kalau sudah datang bulan. Tinggal berapa kamu datang bulannya?"Rupanya, Yana masih penasaran dan berniat menanyakan lebih detail. Sepertinya, ada yang masih mengganjal di hati jika tidak bertanya demikian."Kayaknya baru dua minggu lalu, Ma. Kenapa, sih?" Aliyah yang awalnya biasa saja ditanya seperti itu kini mulai kepikiran. Benarkah dia selesai datang bulan dua Minggu lalu."Cuma tanya aja, Al. Mama kok kepikiran kalau kamu lagi isi." Yana mengelus perut istri pertama Haidar. "Semoga ada kehidupan baru di dalam sin