Bab 16Olga tertawa pelan dan sangat puas melihat mereka berdua bertengkar hebat. “Akhirnya mereka bertengkar juga. Bagus sekali. Sebentar lagi mereka pasti bercerai,” harap Olga. Itulah yang selama ini dia harapkan, perpisahan anak dan menantu yang tidak dia sukai. Setelah sekian banyak usaha yang dia lakukan, sebentar lagi usahanya akan membuahkan hasil.Tak disangka, terdengar sebuah langkah dari dalam kamar, Olga buru-buru menjauh dari kamar itu. Kalau bukan Elang, itu pasti Miya yang ingin melarikan diri dari pertengkaran. Siapapun yang keluar, dia tidak boleh tahu kalau Olga telah menguping pembicaraan mereka. Buru-buru Olga menjauh dengan memelankan langkah agar tidak terdengar. Parcel buah yang dia bawa cukup merepotkan, dia harus bersusah payah ikut membawanya agar tidak jatuh atau rusak. Satu menit yang melelahkan akhirnya berhasil dilewati, sampai juga Olga di depan pintu, Olga merasa aman. Usia yang tidak muda lagi membuat napasnya tersengal akibat berjalan cukup cepat.
Bab 17Memikirkan semua masalah yang menerpa membuat kepala Elang terasa pusing. Tiba-tiba pandangannya kabur, kepalanya berputar. Elang memijat kepalanya agar sakitnya hilang.“Kamu kenapa, Elang? Kamu sakit?” tanya Olga cemas. Sejak dulu Olga selalu berlebihan pada Elang karena Elang adalah anak kesayangannya. Bila Elang sakit, apapun akan dia lakukan agar Elang cepat sembuh.Elang menggeleng kemudian tersenyum. Elang pikir, dia hanya butuh istirahat sebentar. Dia pun pamit ke kamarnya yang dulu untuk istirahat. “Nggak, Ma. Aku hanya capek. Aku ke kamar dulu, ya, mau istirahat.”Olga mengangguk. Elang pun berjalan meninggalkan Olga yang kini duduk seorang diri di ruang tamu. Tak disangka, Elang berpapasan dengan Runa saat dia akan masuk ke kamar.“Lho, kok, Bang Elang ada di sini? Bang Elang sendirian?” tanya Runa polos.“Iya.” Elang menjawab singkat lalu segera menutup pintu kamarnya. Mendengar adiknya memanggil nama Miya, teringat saat Runa mengatakan kalau dia melihat dengan ma
BAB 18 – PENYESALAN MIYA.Beberapa jam yang lalu…Miya duduk termenung di depan meja riasnya. Wajahnya murung dengan tatapan yang kosong, pikirannya dipenuhi dengan pertengkarannya dengan Elang semalam. Bahkan suaminya itu juga tidak pulang, tentu saja Miya khawatir. Kejadian semalam, bahkan setiap ucapan yang keluar dari bibir mereka berdua kembali berputar di kepala Miya seperti rekaman usang. Satu hal yang Miya sesali, mengapa dia sampai mengucapkan kata cerai, sampai meminta berpisah dengan suami yang sangat dia cintai. Padahal jelas hatinya tidak menginginkan hal tersebut. Dia sungguh tak mau berpisah dengan Elang. Miya sangat menyesalinya.Diraihnya ponsel yang tergeletak di meja rias di hadapannya. Dengan gamang, Miya berpikir untuk mengirimkan pesan pada Elang atau tidak. Dia harus minta maaf pada suaminya. Selama ini, Elang tak pernah marah sampai sedemikian rupa. Miya sadar jika Elang sampai memutuskan pergi dari rumah, itu artinya dia sangat marah. Miya menatap layar pons
BAB 19 – Ucapan Janji Elang. Miya lega mendapati bahwa Elang baik-baik saja. Dia mendudukkan tubuhnya di samping ranjang. Sejurus kemudian dia berpikir untuk menjelaskan tentang Dicky. Semakin cepat selesai, semakin baik, bukan?!"Mas, ada yang mau aku jelaskan. Soal laki-laki itu sebenarnya--""Aku percaya sama kamu, Miya."Miya menggelengkan kepala mendengar ucapan Elang. Bagaimanapun juga, dia sudah bertekad untuk menjelaskannya. Elang harus tahu siapa Dicky, agar tak ada lagi kecurigaan dan salah paham antara mereka."Enggak, Mas. Kamu harus dengar dulu penjelasan aku," pinta Miya sambil menggoyang lengan Elang perlahan. Elang hanya terdiam."Lelaki yang kamu lihat itu, namanya Dicky. Dia itu sepupu jauh aku, Mas. Belum lama ini dia dan keluarganya pindah ke Jakarta. Beberapa minggu lalu aku gak sengaja ketemu dia di pasar," jelas Miya bersungguh-sungguh."Mas, keluarganya sedang kesusahan, ibunya juga sedang sakit. Karena itulah aku sering pakai jasa ojek dia. Setidaknya dengan
BAB 20 – Hanya Kesalahpahaman."Apa maksud kamu bicara begitu, Miya?" tanya Elang lagi saat belum mendapat jawaban dari Miya.Elang penasaran dengan maksud Miya yang tiba-tiba mengatakan hal seperti itu. Setahu Elang, mereka menikah karena sudah direstui oleh semua keluarga, tapi kenapa sekarang Miya mengatakan hal yang berbeda?“I – itu ...”Penjelasan Miya terpotong karena suara ketukan pintu dari luar terdengar. Miya pun belum sanggup menjelaskan semuanya sekarang. Ini bukan waktu yang tepat.“Mas dengar nggak? Kayaknya ada yang ketuk pintu deh,” ujar Miya. Elang mempertajam pendengaran, tetapi dia tak mendengar apapun. “Mas nggak dengar apa-apa. Kayaknya kamu salah dengar, deh, Dek. Lebih baik sekarang kamu jelasin maksud kamu yang tadi. Kenapa kamu bisa ngomong begitu?” Elang pun meminta Miya kembali melanjutkan ucapannya.Tok tok tokBelum juga bicara, lagi-lagi Miya mendengar ketukan pintu. Dia pun kembali mengurungkan niatnya untuk menjelaskan semuanya. “Itu … Mas dengar ‘ka
BAB 21 – Perubahan Sikap Olga.Melihat Olga berlalu dengan Runa, Miya merasa tidak enak. Dia menyeka air matanya lalu mendekati wanita itu.“Ma, maafkan aku. Ayo kita masuk dulu! Kita bicarakan semuanya dengan kepala dingin,” ajak Miya. Miya memegang tangan Olga, berharap bisa meluluhkan hati keras mertuanya tersebut.“Jangan sentuh mama! Mama nggak sudi disentuh sama kamu. Pergi kamu dari hadapan Mama! Mama nggak mau kena sial karena ulah kamu yang buruk.” Olga mengibaskan tangan Miya sebelum keduanya sempat bersentuhan.Miya hampir terjatuh akibat dorongan Olga yang kuat. Untung Elang langsung sadar dan menangkap tubuh Miya yang limbung.“Miya, kamu nggak papa?” tanya Elang cemas. Mata mereka saling berpandangan saat Miya terjatuh tepat di dada bidang Elang. Tubuh mereka saling memeluk dari belakang. Miya kaget bukan kepalang saat Olga melakukan hal kasar itu. Dia tak menyangka ibu mertuanya akan terang-terangan membencinya. Syukurlah ada Elang yang sigap menjaganya.Miya sangat b
BAB 22 – RENCANA BUSUK OLGA.Tak butuh waktu lama, akhirnya Olga dan Miya sampai di salah satu pusat perbelanjaan besar dan mewah di kota itu. Bangunan Mall yang mewah dan megah terpampang jelas di depan mata Miya."Ayo, Miya," ajak Olga sambil menggandeng lengan Miya. Sesungguhnya hati kecil Miya, masih merasa ragu dengan kebaikan dan sikap Olga yang seperti ini."Nah, itu dia. Ayo, Miya, kita masuk ke sana," ajak Olga dengan senyum mengembang sambil menunjuk sebuah toko yang berada tak jauh dari mereka berdiri."Ki--kita mau cari apa, Ma?" tanya Miya sambil menoleh ke kiri dan kanan. Suasana Mall cukup ramai, meski hari masih terbilang belum begitu siang."Sudah. Ayo kamu ikut aja sama Mama." Olga segera menarik lengan Miya dengan penuh semangat."Selamat siang, silahkan," sambut seorang SPG yang berdiri dekat dengan pintu masuk, kala Olga dan Miya berjalan mendekat.Olga dan Miya hanya mengangguk dan tersenyum sebentar, lantas terus berjalan. Toko yang menyerupai butik. Semua jenis
BAB 23 – LAGI DAN LAGI!Di waktu yang bersamaan, Elang dan lima rekan kerjanya memasuki mall tempat di mana Miya berada. Hari itu mereka akan menghadiri sebuah pameran yang diadakan di tempat tersebut."Kita masuk duluan ya, Lang. Kita tungguin kamu di restoran," ucap Wahyu sambil menepuk bahu Elang sebelum keluar dari mobil, dan diikuti keempat rekan kerjanya yang lain."Oke," jawab elang menggangguk.Wahyu dan keempat rekan lainnya masuk lebih dahulu ke dalam sebuah restoran di mall tersebut, sementara Elang masih memarkirkan mobilnya karena mereka memang datang ke sana dengan menggunakan mobil Elang.Kebetulan Wahyu dan keempat temannya mengambil tempat duduk tepat di samping meja yang diduduki oleh Miya, yang sedang asyik membolak-balik buku menu sendirian.Salah seorang dari mereka menatap ke arah Miya. Memperhatikan Miya dari atas ke bawah dengan pandangan penuh minat. Bagaimana tidak, Miya memang terlihat cantik dengan riasan yang sedikit tebal dan rambut yang ditata bergelomba