Pagi ini Kylen mengajak Leticia pergi ke catatan sipil untuk mengurus pernikahan mereka. Tanpa gaun pengantin dan juga pesta meriah, kini status mereka telah berubah menjadi sepasang suami istri.
Leticia tersenyum tipis, melihat buku kecil yang ada di tangannya. Statusnya telah berubah, dari lajang menjadi istri orang. Helaan napas panjang yang keluar dari bibir Leticia, mengundang perhatian Kylen, hingga membuatnya menoleh. “Kenapa? Tidak suka?” Leticia memutar bola matanya. Ekspresi Kylen yang datar dan dingin sunguh membuatnya ingin menonjok wajah tampan itu. Bagaimana bisa pria itu masih bersikap biasa saja setelah membuat orang-orang kecewa akan keputusannya. Meski hanya menikah kontrak, setidaknya Kylen bisa mengadakan pesta sederhana untuk menyenangkan hati orang tua mereka. “Kemana?” tanya Kylen, mencekal tangan Leticia ketika gadis itu berlalu begitu saja dan mengabaikannya. “Aku tidak suka diabaikan! Jika aku bertanya, maka jawab!” Sorot mata tajam Kylen, memberi peringatan. “Ingat apa yang harus kamu lakukan untuk bantuan yang sudah aku berikan. Semua itu tidak gratis Nona Leticia Bradley!” imbuh Kylen mengingatkan. Leticia mendengus, tertampar fakta yang ada. Selain menjadi istri rasanya dia juga akan menjadi pesuruh pria di sampingnya ini. “Pulang!” jawab Leticia. “Aku harus mengemas barang-barangku!” imbuhnya. Kylen memang meminta Leticia pindah ke rumahnya setelah mereka menikah. Meski hanya menikah kontrak, mereka tetap memerlukan validasi. “Aku antar!” Kylen masuk ke dalam nobil, disusul Leticia. Tidak ada percakapan yang terjadi diantara keduanya. Leticia memilih menatap kaca mobil. Melihat lalu lalang kendaraan lebih menarik dibandingkan menatap wajah Kylen, meski tampan, tapi pria itu menyebalkan. Sementara Kylen, fokus pada jalan. Mengendara hampir tiga puluh menit, mobil Kylen berhenti di halaman rumah Leticia. Di taman kecil halaman rumah Leticia, dia bisa melihat Gwen sedang menyirami tanaman. “Selamat pagi,” sapa Kylen ketika turun dari mobil. Gwen tersenyum hangat, menyambut kedatangan pria tampan yang kini telah menjadi menantunya. Wanita itu segera meletakkan sprayer ditangannya. “Ayo masuk!” ajak Gwen mengiringi Kylen masuk ke dalam rumahnya. “Mau minum apa? Ibu akan menyuruh bibi untuk membuatkannya,” tanya Gwen. “Tidak perlu. Kami hanya sebentar, Leticia perlu mengambil barang-barangnya. Saya juga harus segera kembali ke kantor,” sahut Kylen sopan. Leticia berdecak. Wajah Kylen yang tiba-tiba berubah manis membuatnya kesal. Sungguh perbedaan yang sangat kontras. Pria itu akan sedingin es dan sekejam iblis jika dengannya. Namun, manis jika bersama ibunya. “Kembali ke kantor? Kamu tidak mengambil cuti setelah melakukan pernikahan?” Wajah Gwen berubah muram. Setelah tidak ada pesta pernikahan, honeymoon juga tidak. “Tidak bisakah kamu mengambil cuti?” tanya Gwen kemudian. “Kami sudah menyiapkan tiket berlibur sebagai hadiah pernikahan,” imbuhnya. Leticia berdehem, kakinya menyenggol kaki Kylen, menyuruh pria itu untuk memberikan jawaban. “Sayang sekali tiket harga jutaan itu harus hangus begitu saja.” Gwen menghela napas panjang, mimik wajahnya dibuat semenyedihkan mungkin agar menarik iba Kylen. “Kami akan pergi.” *** Leticia memicingkan mata, menatap kesal pada pria di sisinya. Mereka sedang berada di dalam taxi menuju ke hotel. “Kenapa? Menyukaiku?” cuit Kylen tanpa menoleh. Matanya fokus pada tab di tangannya. Leticia mendecih, heran kenapa Kylen bisa tahu jika dia tengah menatapnya pada pria itu sedang sibuk dengan tab. “Tidak bisakah kamu meletakkan sebentar saja tab yang ada di tanganmu itu. Kita ke sini untuk berlibur. Jika kamu masih sibuk mengurus pekerjaan, bukankah sebaiknya kita pulang saja!” protes Leticia. Bibirnya sudah maju beberapa centimeter. Kylen menghela napas, ia menoleh sebentar menatap Leticia yang sepertinya tengah merajuk. “Aku bekerja untuk menghidupimu.” “Dari yang aku lihat, kamu adalah seorang pengangguran yang suka menghamburkan uang. Jika aku tidak bekerja, uang siapa yang akan kamu pakai. Tidak mungkin kamu meminta pada orang tuamu kan,” imbuh Kylen. Kekesalan Leticia semakin memuncak karena kata-kata yang keluar dari bibir Kylen. Ia memilih memalingkan wajahnya dan menatap pemandangan pinggiran kota Paris. Ya, setelah menerima tiket liburan dari sang ibu, ia dan Kylen segera terbang ke negara yang dijuluki negara paling romantis itu. Namun, sungguh disayangkan ia harus ke negara ini bersama dengan laki-laki sedingin dan semenyebalkan Kylen. Menghabiskan waktu kurang lebih tiga puluh menit, taxi yang ditumpangi oleh Kylen dan Leticia akhir sampai di hotel tempat mereka akan menginap. Pasangan suami istri itu segera naik ke kamar mereka setelah melakukan reservasi. Tubuh mereka terlalu lelah setelah perjalanan panjang. Tidur dan beristirahat adalah tujuan pasang itu saat ini. “Kamu bisa mandi dulu, bersihkan badanmu sampai kamu merasa rilex. Aku akan menunggu dengan sabar,” ucap Kylen ketika sudah berada di dalam kamar. Leticia menyilangkan tangannya. Kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Kylen, membuat otaknya spontan berpikir yang tidak-tidak. Dia dan Kylen sudah menikah, bukan tidak mungkin Kylen akan meminta haknya meski mereka menikah hanya sebatas kontrak. “Ke---kenapa aku harus mandi dan membersihkan badanku sampai aku merasa rileks?” Kylen yang baru akan melepas kemejanya, mendekat ke arah Leticia. Matanya menyipit menatap dalam lawannya. Gerak gerik Leticia yang tampak gusar, menggelitik sisi hatinya. “Menurutmu, kenapa kamu harus membuat badanmu rilex,” bisik Kylen tepat di telinga Leticia, menciptakan sensasi menggelitik. Leticia menelan ludahnya susah payah. Tubuhnya menegang seiring hembusan napas Kylen yang terus menerpa telinganya. Bukan berhenti, Kylen justru semakin menggodanya. Bibir pria itu merambat menyentuh permukaan kulit lehernya. “Ky--- a---apa yang ingin kamu lakukan?”Kylen menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumahnya. Pria itu sama sekali tidak memperdulikan tatapan penuh tanya yang dilemparkan Leticia. Membiarkannya begitu saja lalu berlalu melaju bersama kuda besinya. Tujuannya saat ini adalah rumah sakit.Berita yang Owen bawa tentang Shanon yang menggerakkan tangannya, membuat ia ingin segera melihat wanita yang dicintainya itu. Ia rela menempuh jarak ratusan kilo meter demi semua itu.“Bagaimana keadaannya?” Kylen yang baru sampai di rumah sakit langsung menuju ke ruang rawat Shanon. Di sana ada Owen yang duduk sambil membaca buku. Owen menggelengkan kepala. “Nona Sahanon hanya menggerakkan tangannya, Tuan.”Owen menunduk kepalanya, merasa bersalah karena membuat Kylen mengakhiri bulan madunya lebih cepat.“Maaf…,” cicit Owen.Kylen diam. Pria bermata tajam itu berjalan mendekat ke ranjang pasien. Tangannya menggenggam tangan Shanon. Mengecupnya beberapa kali lalu menyimpannya di pipinya.“Apa kamu merasakan sesuatu? Maaf karena me
Kylen menghentikan gerakannya. Wajah Leticia yang terlihat kesakitan meski bibirnya tertutup, membuatnya tak tega jika harus memaksa miliknya untuk terus mendobrak dinding pertahanan Leticia. Pria itu menjauh, mengambil minuman dingin yang ada di lemari es. Dia perlu sesuatu yang dingin untuk membuat suhu tubuhnya kembali normal. “Kenapa? Apa aku tidak menarik?” Pertanyaan bernada protes itu keluar dari bibi Leticia. Tubuhnya yang polos ia tutupi dengan selimut. Jujur ada rasa kecewa dalam dirinya ketika Kylen menghentikan pergulatan mereka. Rasanya seperti terbang tinggi lalu dihempaskan begitu saja. Sakit dan malu.“Tidurlah. Aku akan berolahraga sebentar di bawah.” Bukan menjawab, Kylen justru memerintahkan Leticia untuk tidur.Leticia berdecak. Dengan kesal ia memakai kembali pakaiannya. Bukan untuk bersiap tidur seperti yang diperintahkan oleh Kylen, melainkan berjalan mendekat ke arah Kylen.“Aku tidak bisa tidur. Kamu pikir aku bisa tidur setelah apa yang kita lakukan tadi,”
Kylen menyeringai, jari tangannya menjalar mengusap rambut Leticia, sementara matanya mengunci pandangan gadis itu. Wajah tegang serta rona merah di wajah Leticia membuatnya merasakan sesuatu yang menarik. Menggoda gadis itu, misalnya.“Menurutmu, apa yang bisa kita lakukan?” bukan menjawab, Kylen justru semakin menggoda Leticia. “Kita sudah menikah, bukankah kita bisa ....”“Stop!” pekik Leticia, menutup matanya.Leticia mencoba mempertahankan diri untuk tidak tergoda oleh sentuhan Kylen, meski nyatanya tubuhnya menginginkan sentuhan yang lebih dari saat ini. Sensasi yang tidak pernah dirasakannya, membuat ia ingin merasakan itu.“Bukankah kamu mengatakan tidak akan menyentuhku,” lirih Leticia. Matanya terbuka menatap iris mata Kylen yang gelap.“Aku tidak pernah mengatakannya. Saat itu aku mengatakan kita lihat saja nanti.”Leticia menelan ludahnya susah payah. Otaknya berusaha untuk mencari cara lain agar Kylen menghentikan semua ini. Namun, otaknya seakan membeku. Terlalu lama di
Pagi ini Kylen mengajak Leticia pergi ke catatan sipil untuk mengurus pernikahan mereka. Tanpa gaun pengantin dan juga pesta meriah, kini status mereka telah berubah menjadi sepasang suami istri.Leticia tersenyum tipis, melihat buku kecil yang ada di tangannya. Statusnya telah berubah, dari lajang menjadi istri orang. Helaan napas panjang yang keluar dari bibir Leticia, mengundang perhatian Kylen, hingga membuatnya menoleh.“Kenapa? Tidak suka?”Leticia memutar bola matanya. Ekspresi Kylen yang datar dan dingin sunguh membuatnya ingin menonjok wajah tampan itu. Bagaimana bisa pria itu masih bersikap biasa saja setelah membuat orang-orang kecewa akan keputusannya. Meski hanya menikah kontrak, setidaknya Kylen bisa mengadakan pesta sederhana untuk menyenangkan hati orang tua mereka.“Kemana?” tanya Kylen, mencekal tangan Leticia ketika gadis itu berlalu begitu saja dan mengabaikannya.“Aku tidak suka diabaikan! Jika aku bertanya, maka jawab!” Sorot mata tajam Kylen, memberi peringatan
“Silahkan, Nona!”Leticia menarik napasnya dalam-dalam. Dia kembali datang seperti yang Kylen minta, tanpa tahu apa yang akan dilakukannya hari ini.“Nona …?” Owen, menjulurkan tangannya, memerintahkan Leticia, sekali lagi untuk segera masuk ke dalam.Leticia kembali menarik napas, kali ini lebih dalam dan lebih panjang dari sebelumnya. “Terima kasih,” ucap Leticia melempar senyum manis kepada Owen, setelahnya ia melangkahkan kaki masuk ke dalam.Kylen duduk di kursi kebesarannya, menatap tampilan Leticia yang memakai blazer merah dipadukan dengan rok di atas lutut dengan warna senada. Tidak buruk, tapi dia tidak terlalu suka dengan itu.“Bukankah aku menyuruhmu untuk datang jam sepuluh!” Alih-alih mengomentari penampilan Leticia yang cukup mengganggu matanya, Kylen justru melayangkan protesnya karena Leticia datang terlambat.Leticia tersenyum, menunjukkan deretan gigi putihnya yang berjajar rapi. “Maaf …,” ucap Leticia.“Tadi, ayah mengajakku berbicara banyak hal, jadi aku sedikit t
Leticia terus meremas jari-jemarinya, berpikir jawaban apa yang harus diberikan pada Kylen. Dia masih di ruang kerja Kylen, tanpa laki-laki itu. Kylen meninggalkannya karena harus menghadiri rapat. Siapa yang menyangka Kylen akan memberikan tawaran yang sama dengan ayahnya. Pernikahan! Sungguh, dia tidak ingin terjerat dalam hubungan bernamakan pernikahan. Ada banyak hal yang masih ingin dilakukannya.“Ah … sial!” umpat Leticia mengacak rambutnya frustasi.Leticia gelisah. Perempuan cantik dengan balutan dress berwarna salem itu berjalan mondar-mandir. Menolak tawaran Kylen, bukankah itu sama dengan tidak mendapatkan bantuan dan dia harus menerima tawaran dari ayahnya, menikahi pria asing. “Tuhan … bagaimana ini! Apa yang harus aku lakukan?” Leticia kembali mengacak rambutnya, wanita itu terus bergumam hingga sosok bertubuh tinggi besar yang berjalan melewati pintu, membuatnya menutup rapat-rapat mulutnya. Kylen, telah kembali. Wajah laki-laki itu sama seperti sebelumnya, datar ta