Share

Pilih Kasih

Penulis: Vivohilolove
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-11 21:23:20

"Loh, kamu kok ada di sini, Dimas? Kamu udah pulang? Udah kasih pelajaran sama si Ara?" tanya Bu Salamah kepada anak laki-lakinya yang baru saja datang ke rumahnya, kini duduk bersandar di kursi ruang tamu.

"Dimas! Mama ngomong sama kamu, kok gak di saut!" kesal Bu Salamah ikut duduk di sebelah anaknya yang berwajah kusut.

"Istri kamu ngebangkang ya? Udah berani dia sama kamu? Sama kaya tadi Ara yang berani banget ngomong sama, Mama soal......, bla bla bla bla"  ujar Ibu Salamah dengan sinis menceritakan kembali kepada anaknya tentang Ara yang berdebat dengannya mengenai Dimas dan keluarganya.

Tentu saja di setiap ceritanya di tambahi sedikit bumbu agar hati Dimas semakin panas dan memberi pelajaran yang pantas untuk menantunya itu.

"Dimas, kamu denger ibu gak sih?! Ibu udah cape ngomong tapi kamu kaya gak dengerin!" kesal Bu Salamah menggeplak lengan anaknya yang malah asyik melamun.

Dimas menatap wajah ibunya acuh."Ma, bisa gak Mama jangan ngomong atau tanya-tanya dulu sama Dimas! Dimas lagi pusing Ma! Ck, Ara kekeuh minta cerai! Entah apa yang ada di pikiran istri Dimas itu. Lagian sebenernya ini ada apa sih?!

Ara tiba-tiba minta cerai.

Padahal tadi pagi Ara masih baik-baik aja. Aku emang marahin Ara yang mau jenguk ibunya, tapi abis itu Ara diem-diem aja, gak berontak walaupun sempet nangis" jawab Dimas menghela nafas berat.

Dimas menoleh menatap ibunya dengan mata menyipit."Ma, bilang sama Dimas soal apa yang sebelumnya terjadi waktu Mama ketemu sama Ara tadi siang? Mama yang tadi telepon Dimas bilang Mama di marahin Ara, terus Ara ngomong mau pisah sama aku.

Dimas yakin Ara enggak mungkin marah sama Mama apalagi sampai ngomong pisah, kalau mama gak ngomong keterlaluan. Ara selama ini selalu nurut. Kalau aku atau Mama marahin Ara, gak

pernah sekalipun Ara keliatan ngelawan.

Jadi coba ceritain lagi sama Dimas kenapa sampai Ara keliatan marah banget sama aku dan keluarga kita. Ara bahkan sampai ngungkit pengobatan dan biaya hidup kami dulu yang di biayai sama keluarganya"

Bu Salamah menatap anaknya tidak percaya."Loh, kok kamu kaya nuduh Mama yang udah buat masalah? Istri kamu itu yang bermasalah Dimas! Emang istri kamu aja yang enggak bener!

Apa maksud kamu dengan Ara ngungkit biaya pengobatan sama biaya hidup pas dulu kamu sakit? Mau hitung-hitungan dia? Mau minta uang yang udah keluarganya kasih biar di balikin? Istri kamu emang durhaka Dimas! Dia dan keluarganya pelit banget! Masa uang yang udah di kasih di ungkit lagi. Gak bener emang itu si Ara! Kerasukan apa sih dia!" kesal Bu Salamah misuh-misuh.

"Ma, mama belum jawab pertanyaan Dimas" ujar Dimas mengabaikan Mamanya yang masih mengomel.

Bu Salamah mendelik menatap anaknya tajam.

"Pertanyaan yang mana? Jangan nuduh Mama sembarangan ya Dimas! Mama gak ngapa-ngapain Ara. Udah Mama bilang emang istri kamu gak bener.

Mama cuma membela diri dan membela kamu aja. Ara ngatain kamu pelit! Masa Ara ngebandingin kamu sama saudaranya yang karyawan pabrik!

Gak level! Perkara uang duka sama uang yang kamu kasih ke mertua aja pake di ributin! Cih, istri kamu itu gak bersyukur Dimas. Udahlah mending kamu emang harus lepasin Ara. Toh, kamu juga engga suka sama istri kamu kan?" sinis Bu Salamah.

Dahi Dimas sedikit mengeryit mendengar ucapan ibunya."Ma, apa maksud Mama kalau Ara ngebandingin aku sama saudaranya yang karyawan perihal uang duka? Uang duka apa?" Tadi Mama gak bahas soal ini" tanyanya bingung.

Bu Salamah menatap anaknya sekilas, lalu menatap ke arah lain."Iyakah Mama belum bilang? Mama udah bilang kok. Kamu aja yang gak suka dengerin omongan Mama.

Itu tuh si Ara bilang katanya kamu cuma ngasih uang tiga ratus ribu pas abahnya meninggal, sedangkan saudaranya yang karyawan ngasih uang lebih gede.

Kurang ajar kan si Ara? Dia malah jadi istri yang gak bersyukur. Makanya Mama marahin dia supaya gak nuduh anak Mama pelit. Eh, Ara malah ngomong mau pisah dari kamu" ujar Bu Salamah meneguk ludah kasar.

Dimas mengeryit."Hanya itu? Perasaan Ara bukan orang yang suka membandingkan dan nolak pemberian aku sekecil apapun. Ara juga sebelumnya enggak pernah suka ngungkit aku mau kasih kecil atau besar. Apa ada yang lain yang belum aku tau, Ma?" tanyanya.

Bu Salamah menggelengkan kepala."E-enggak! Enggak ada! Kan Mama udah ceritain semua. Emang istri kamu aja yang udah mulai bangkang berani ngelawan kita! Udahlah Dimas! Jangan tanya-tanya Mama. Bikin bete aja!" kesalnya mengelak.

Mana mungkin dia mengatakan kepada Dimas kalau tadi siang dia sempat mengatai besannya penyakitan dan Ara wanita mandul.

"Duh, apa gara-gara mulutku ini Ara sampe minta pisah ya sama Dimas? Ish, dasar! Kalau sampe Dimas tau, anakku pasti ngamuk sama aku. Ck, lagian si Ara bikin kesel aja. Jadi gak bisa di rem kan ini mulut!

Yaudahlah, mau cerai, ya cerai aja. Toh, si Ara enggak bisa hamil juga" batin Bu Salamah melengos. Dia melirik diam-diam anaknya yang terlihat frustasi.

"Yaudahlah Mama ke kamar dulu. Kalau kamu masih berantem sama Ara, gak usah pulang. Biarin istri kamu tau rasanya gak punya suami di rumah. Mama mau ke kamar dulu" ujar Bu Salamah bangkit dari duduknya, hendak meninggalkan Dimas daripada dia di cecar kembali oleh anaknya yang terlihat curiga padanya.

"Ma" panggil Dimas menghentikan langkah Bu Salamah yang hendak pergi.

Tubuh Bu Salamah sempat tegang seketika, namun dia tetap berbalik menatap anak laki-lakinya dengan wajah biasa."Apa?" tanyanya.

Dimas menghembuskan nafas kasar, lalu mendongak menatap ibunya."Ma, kenapa dulu Mama dan Papa gak biayain pengobatan aku pas keluar negeri sih. Kan kalau udah kaya gini, Dimas jadi malu sama Ara, pas Ara ngungkit soal biaya pengobatan aku.

Ara ngungkit di mana kedua orang tua istriku harus jual ladang, supaya menantu mereka yaitu aku ini gak cacat. Malu aku, Ma!

Aku selalu ngatain istriku dan keluarganya orang kampung yang sukanya minta uang. Tapi pas Ara ngingetin soal biaya pengobatan sama biaya hidupku dulu, ya mau di taruh di mana mukaku? Padahal kan Mama dan Papa masih mampu biayain pengobatan aku" tanyanya.

Bu Salamah sempat tegang sejenak ketika mendengar pertanyaan anaknya, namun dia tidak ingin terlihat salah di mata orang lain, terlebih putranya.

"Waktu itu kan kamu tau kalau adekmu baru masuk kuliah kedokteran. Biaya yang di bayar untuk masuk ke universitas adekmu kuliah mahal, Dimas. Mama dan Papa udah abis-abisan untuk masukin Sinta ke kampusnya.

Terus, papa juga baru ke tipu sama rekan bisnisnya. Kalau Papa gak balikin uang investor yang lain, kamu mau Papa masuk penjara? Enggak kan? Udahlah Dimas, ngapain kamu malu terus dengerin omongan istri kamu yang gak bener itu.

Waktu itu keluarga Ara bilangnya ikhlas bantu kamu. Kok, sekarang malah di ungkit. Bilangin sama Ara, kalau dia jangan suka ngungkit masalah yang udah berlalu, apalagi tentang pemberian. Kalau gak ikhlas, harusnya gak usah sok-sokan nolong! Bilangin juga ke istri kamu kalau kuburan abahnya bisa sempit kalau dia itung-itungan!" kesal Bu Salamah.

"Ma! Jangan ngomong kaya gitu ah. Dimas gak suka. Dimas emang marah sama Ara, tapi jangan bawa-bawa almarhum Abah mertua Dimas, Ma. Dimas takut kualat.

Orang udah gak ada, dan gak punya salah kok malah di bawa-bawa. Kalau Ara denger, bisa tambah ngamuk dia. Mama ini!" ujar Dimas tidak kalah kesal kepada ibunya yang malah memperkeruh suasana.

Bu Salamah melengos."Abis istri kamu bikin kesel aja. Kebablasan kan Mama. Jadi, jangan salahin Mama" jawabnya membela diri. Dia menatap anaknya."Yaudahlah Mama mau ke kamar daripada hati Mama semakin panas" ujarnya hendak melangkah kembali.

"Ma" panggil Dimas.

Bu Salamah menggeram, menatap anaknya tajam."Apalagi?" kesalnya.

Dimas menatap ibunya lekat."Ma, kenapa Mama lebih milih bayar kuliah Sinta di banding pengobatan Dimas? Kalau Dimas gak di tolong waktu itu, Dimas bisa cacat. Sedangkan Sinta? Anak itu bahkan gak bisa kuliah dengan benar. Masuk nyogok, sekarang hampir di D O. Ma, Mama sayang Dimas kan?"

Bu Salamah tergagap ketika mendengar pertanyaan putranya."Dimas..."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Yang Tidak Di Inginkan    BAB 61

    "Gila! Benar-benar gila! Beraninya Ara ngelawan kamu dan ibu. Mana dia enggak segan menjelekkan kita pas sidang tadi. Masa berbakti sama suami dan mertua dibilang penyiksaan batin!" "Cih, kalau aja bukan karena ancaman Papa. Mama mana sudi punya menantu kaya si Ara lagi!" kesal Bu Salamah misuh-misuh setelah kembali pulang dari pengadilan dimana sidang perceraian Dimas dan Ara sebelumnya berlangsung. Dimas melemparkan tubuhnya ke atas kursi dengan wajah geram dan merah padam. Dia menggertakkan gigi kesal."Ara setelah pulang kerumah orang tuanya dan kedua orang tuanya sudah meninggal jadi berani membangkang aku. Mungkin sekarang Ara merasa lebih bebas karena tidak ada yang mengekang lagi" "Ini semua pasti hasutan Reno dan Bima yang memang dari dulu enggak suka aku. Aku yakin mereka yang kompor sama Ara supaya istriku itu tidak lagi menghargai aku. Sial!" kesal Dimas. Bu Salamah mengangguk ketika mendengar ucapan putranya yang mungkin benar. Setelah Ara pergi dari rumah dan kemb

  • Istri Yang Tidak Di Inginkan    BAB 60

    1 bulan telah berlalu. Selama kurun waktu itu, Ara tetap tinggal di rumah peninggalan kedua orang tuanya bersama dengan kedua saudaranya. Masa berkabung telah usai, meskipun kesedihan atas kehilangan seorang ibu masih melanda ketiga saudara itu. Namun, hidup harus terus berjalan. Mereka tidak punya pilihan selain mengikhlaskan kepergian ibu mereka. Reno terus sibuk dengan pekerjaannya, begitu juga dengan urusan perceraian adiknya. Setelah kejadian pertengkaran antara keluarganya dan Dimas terakhir kali hingga berujung pelaporan ke pihak polisi, Dimas tidak lagi datang atau menghubungi Ara untuk mengganggu kehidupan adiknya. "Bagaimana? Kamu sudah siap?" ujar Reno sambil merapikan kemejanya. Ara mengangguk dan berjalan menghampiri kakak sulungnya."Ara siap Mas" jawabnya dengan suara sedikit gugup. Hari ini adalah sidang perceraian pertamanya dengan Dimas. Kakak sulungnya ternyata sudah benar-benar marah dengan kejadian terakhir kali hingga melakukan segala cara, meskipun harus mem

  • Istri Yang Tidak Di Inginkan    BAB 59

    "Astaghfirullah! Astaghfirullahal'adzim! Handi, apa kamu dengar ucapan suami Ara tadi? Itu beneran suami Ara? Modelan kaya begitu? Ganteng sih, tapi lebih ganteng anak ibu""Ibu heran kenapa almarhum Abah Darma bisa menjodohkan anak perempuannya sama modelan laki-laki begitu. Ara itu dulu kembang desa. Bisa-bisanya nikah sama laki-laki yang tingkahnya modelan pulu-pulu begitu! Hiw!" komentar Bu Dewi dengan nada jijik. Sejak tadi dia melihat pertengkaran Ara, Bima dengan suami dan mertua Ara itu. Namun karena bukan bagian dari keluarga dan niatnya ke rumah Ara hanya untuk membantu saja, maka dia tidak berani bertindak lebih jauh kecuali hanya memperhatikan dan membantu ketika jika memang di minta.Sedangkan Handi memang sedari tadi sedang pergi bersama dengan Reno karena suatu urusan. Hingga pada saat mereka kembali ke rumah kedua orang tua Ara, mereka malah disuguhkan pertengkaran hebat antara Bima dan Dimas yang sulit dipisahkan.Bu Dewi menghela nafas berat."Ujian rumah tangga oran

  • Istri Yang Tidak Di Inginkan    BAB 58

    Reno menatap tajam adik kandung dan adik iparnya yang baru saja bertingkah memalukan di depan rumahnya yang masih berkabung ini. "Bagus! Bagus ya Bima! Kakak baru pergi sebentar tapi kamu di sini malah ribut! Apa kamu enggak kasihan sama kakak perempuan kamu?!" kesal Reno.Bima mendongak untuk menatap kakak sulungnya sambil memegang pipinya yang bengkak setelah habis dihajar oleh kakaknya ini begitu keras. Dia menoleh menatap Dimas tanpa gentar."Justru karena aku kasihan sama mbak Ara, aku kasih pelajaran sama orang itu! Dia kesini sama ibunya pasti cuma mau bikin repot dan sedih mbak Ara! Sebagai adik dan laki-laki, Bima enggak terima siapapun yang datang cuma untuk nyakitin mbak Ara!""Bima enggak nyesel menghajar mas Dimas. Lagian dia dulu yang memukul Bima! Bima cuma melakukan pembelaan diri! Kalau mas enggak percaya, mas bisa tanya sama mbak Ara dan saksi yang lainnya. Mas Dimas yang lebih dulu memukul Bima!" jawabnya sambil menatap sengit Dimas. Reno mengusap wajah kasar lalu

  • Istri Yang Tidak Di Inginkan    BAB 57

    Ara dan Dimas saling terdiam saat mereka bertemu dan berhadapan, begitu pula Bu Salamah yang tidak tahu harus berkata apa kepada sang menantu.Terjadi keheningan cukup lama sampai suara Bima menyentak lamunan mereka dengan suara kerasnya."Untuk apa Mas Dimas ada di sini?!" seru Bima dengan nada keras. Baik nada dan raut wajahnya terang-terangan menunjukan ketidaksukaan atas kedatangan kakak iparnya. Bima menatap tajam Dimas, bahkan bergerak maju ingin menghajar pria yang sudah menyakiti kakak perempuannya itu. Jika Mas Reno masih bisa menahan emosinya dan terlihat kalem, namun Bima yang mempunyai darah muda yang menggebu-gebu tidak bisa menahan emosinya dan ingin segera melampiaskan amarahnya yang sudah dia tahan sejak dulu kepada sang kakak ipar. Ara tersentak dari lamunan. Dia segera memegang lengan Bima agar tidak menimbulkan kekacauan. Masih banyak tamu di rumah. Jika terjadi keributan, dia takut menjadi bahan gunjingan. Lagipula mereka masih berkabung. Rasanya tidak pantas ri

  • Istri Yang Tidak Di Inginkan    BAB 56

    Ara menatap ayah mertuanya dengan rasa canggung, begitu pula dengan Shinta. Dia terkejut saat ayah mertua dan adik iparnya tiba-tiba datang menemuinya, sementara suami dan ibu mertuanya tidak ada di tempat. Kehadiran keluarga mertuanya ini membuatnya bingung, terlebih karena dia yakin tidak ada yang memberitahu mereka tentang kematian ibunya. Dia memang sengaja tidak mengungkapkan apa pun, mengikuti larangan keluarganya, terutama dari kakak sulungnya untuk tidak menghubungi Dimas, mengingat pengalamannya yang buruk sebelumnya. Saat abahnya meninggal, Dimas tidak hanya tidak memberikan bantuan, tapi juga mempersulit keadaan bagi Ara sebagai istri dan anak. Dimas selalu ingin pulang, padahal kuburan almarhum abahnya belum kering dan ibunya masih berduka. Dia dan keluarganya khawatir jika Dimas diberitahu, sejarah buruk itu akan terulang, padahal saat ini hatinya sedang terluka parah. Ara menghela nafas panjang saat mengingat suaminya. Dia bingung bagaimana harus berea

  • Istri Yang Tidak Di Inginkan    Bab 55

    Setelah menempuh perjalanan jauh selama beberapa jam, mobil yang ditumpangi Pak Doni dan Shinta akhirnya sampai dikampung halaman Ara.Pak Doni dan Shinta berdiam diri sejenak di dalam mobil, alih-alih langsung keluar untuk menemui Ara dan keluarganya meski mereka melihat bahwa Bima sedang duduk di teras bersama beberapa pria sebayanya yang mereka tebak sebagai teman bermain sekaligus pemuda di kampung ini. Shinta memanggil Papanya dengan suara pelan."Pah" ujarnya.Pak Doni menatap putrinya. Melihat tatapan Shinta, dia seakan mengerti sesuatu."Kamu mikir yang sama seperti Papa?" tanyanya ketika melihat keraguan dimata Shinta. Shinta mengangguk kaku."Aku.., Pah sebenarnya Shinta cukup malu untuk bertemu mbak Ara dan keluarganya. Kejadian yang terakhir kali dan masalah kabar meninggalnya ibu mbak Ara saja kita tidak diberitahu, dan begitu tahu sudah sangat terlambat. Itu berarti kita sebenarnya udah tidak dianggap bukan? Kalau kita masuk, apa kita bakal di usir Pah? Shinta udah cukup

  • Istri Yang Tidak Di Inginkan    Bab 54

    Dimas menendang angin dan terus menggerutu kesal saat melihat ternyata dia benar-benar diusir. Dia melihat jika mobil yang ditumpangi Papa dan adiknya kini berjalan pergi meninggalkannya dan Mamanya di pinggir jalan hanya berdua. "Dasar! Emang dari dulu Papa enggak pernah anggap aku serius!" kesal Dimas dengan mata memerah marah. "Dimas! Tunggu!" teriak Bu Salamah berjalan cepat menghampiri putranya. Dia menarik lengan Dimas agar menatap ke arahnya. Baru saja Dimas menoleh menatap Mamanya, kepalanya langsung tertoleh kesamping saat merasakan tamparan pedas menyapu wajahnya. Plak!Bu Salamah menatap tangannya yang bergetar karena baru saja menampar putra kesayangannya.Dimas menatap Mamanya dengan wajah merah padam."Apa yang Mama lakuin sama aku?! Kenapa Mama tiba-tiba tampar aku? Aku salah apa, hah?!" teriaknya tidak terima sambil memegangi pipinya.Bu Salamah menatap putranya dengan tatapan bersalah. Dengan bibir bergetar mencoba memberi penjelasan kepada Dimas, namun tidak ada s

  • Istri Yang Tidak Di Inginkan    Bab 53

    Pak Doni membawa mobilnya melaju kencang saat mendengar pertengkaran keluarganya yang menyulut emosinya, terutama saat mendengar ucapan Dimas. Dimas adalah anak laki-laki yang dia besarkan penuh setulus hati meskipun bukan darah dagingnya sendiri. Dia tidak menyangka setelah kenyataan status Dimas terungkap, putranya berbicara seolah dia tidak pernah berarti di mata Dimas begitu pula dengan keluarganya yang tidak dianggap oleh putranya ini. Pak Doni menggeram kesal sekaligus tertawa di dalam hati mencemooh dirinya sendiri. Dia baru menyadari jika seorang anak dari pria lain, mana mungkin bisa menjadi putranya meski dia sudah melakukan hal sebaik apapun untuk menjaga dan membesarkan Dimas selama ini. Pak Doni termenung dengan pikirannya sendiri yang berkecamuk hingga tidak sadar dia hampir menabrak kendaraan yang ada di depannya. Tiiiiiin Pak Doni tersentak dengan suara klakson mobil lain yang terdengar nyaring lalu dengan sigap menginjak rem hingga menimbulkan bunyi deci

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status