Share

2. Mertua Kejam

Author: Solane
last update Last Updated: 2024-12-19 17:14:15

"Ini jam berapa, Noldi. Kau buat kaget saja,” omel seorang wanita di seberang sana.

“Maaf ya sudah mengganggu jam tiga dini hari ini. Tapi aku mau minta bantuan.”

“Ada apa?!” tanya ibunya sarkas.

“Saya telpon August tidak diangkat, mungkin hapenya dimatikan.”

“Ada apa jam segini bangunin dia, pastilah dia masih mimpi,” sergah ibunya.

“Mom, tolong bangunin August. Suruh dia ke rumahku sekarang.”

“Ada apa?”

“Suruh Agus pastikan Sylvia sudah di rumah sekarang, Mom.”

“Ada apa lagi dengan wanita itu? Jam segini masih keluyuran! Sudah biarkan saja. Dasar menantu kurang ajar.”

Telpon itu ditutup Mrs. Mathilda.

Mathilda adalah seorang mertua yang tidak menyukai menantunya.

Dering telpon dari putranya berkali-kali lagi setelah itu tidak ia pedulikan, bahkan kemudian ponsel itu ia matikan.

Mathilda melanjutkan tidurnya dengan  pulas. “Badaipun tidak akan bisa mengganggu tidurku. Persetan dengan Sylvia itu,” dengusnya melanjutkan mimpi.

Sylvia telah dikepung tenaga medis untuk mendapatkan pertolongan pertama. Dia mengalami benturan keras pada bagian dada saat dashboard mobil menghimpit tubuh bagian depannya. Kepalanya penuh  dengan darah akibat dari pecahan kaca depan mobilnya.

“Tolong selamatkan nyawanya, Dok,” pinta pengendara yang telah menabraknya itu.

“Apakah Anda keluarganya? Apa Anda yang hendak bertanggung jawab atas pasien ini?”

“Iya, saya bukan keluarganya, sayalah yang menabraknya. Dan saya pastikan saya akan menanggung semua biaya pengobatannya.”

“Silakan mendaftarkan diri dan menyelesaikan administrasinya terlebih dahulu di bagian depan itu,” kata seorang petugas medis sambil tangannya menunjuk pada bagian pendaftaran.

“Iya, tentu.” Lelaki itu berlari cepat menyelesaikan prosedur yang seharusnya.

Sylvia masih dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Sky Ferragamo, lelaki itu menulis namanya sebagai penanggung jawab pada selembar kertas persetujuan tindakan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan si wanita berbaju biru dengan celana jeans yang bersimbah darah itu. Sebuah kartu kependudukan telah ia serahkan sebagai dokumen yang dibutuhkan. Tenaga administrasi melakukan tugasnya dengan terampil.

Beberapa saat berlangsung. Waktu sudah menunjukkan pukul empat lebih beberapa menit. Seorang dokter keluar dari ruang Instalasi Gawat Darurat dimana Sylvia telah berada.

Sky yang menunggu dengan harap-harap cemas segera beranjak bangkit dari tempat ia duduk. Berjalan menghampiri dokter muda itu, “Dokter? Bagaimana dengan wanita yang saya bawa tadi?"

"Iya, yang berbaju biru tadi? Siapa ya namanya?” tanya lelaki di hadapannya.

“Maaf, saya bahkan tidak tahu. Kami tadi meninggalkan mobilnya yang terbakar, Dok. Di saku bajunya tadi waktu perjalanan kemari saya tidak menemukan kartu identitas. Telephon selularnya mungkin berada di mobilnya yang terbakar. Tapi saya bertanggung jawab penuh atas wanita itu. Sambil menunggu berita dari keluarganya, mengenai kehilangannya.”

“Iya, baiklah. Begini, wanita ini harus segera mendapatkan tindakan operasi, beberapa tulang iganya patah.”

“Lakukan yang terbaik, Dok. Apapun itu yang dapat segera menyelamatkan nyawanya.”

“Baik, silakan mengisi dan menandatangani lembar persetujuan di depan sana, Tuan.”

“Baik. Tentu, Dok.”

Sky Ferragamo kembali duduk di depan ruang operasi itu. Perutnya sudah sejak lama berbunyi, lapar, haus tentu saja. Sejak semalam ia belum memasukkan apapun untuk sekedar mengisi perutnya.

Masih pagi, arloji mewah di tangan kirinya menunjukkan waktu pukul enam kurang. Akhirnya dia memutuskan mencari kafetaria  di rumah sakit itu untuk mengisi perutnya.

Sambil menunggu pesanan datang, Sky mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. “Andre, nanti kau reschedule  pertemuanku dengan Mr. Conrad. Hari ini ada yang harus aku selesaikan.”

“Baik, Pak,” jawab seseorang di seberang sana.

....

Reynold merasa gundah, ia hampir melempar ponselnya ketika mendapati nada tidak dapat dihubungi dari nomor istrinya. Dini hari itu, dia meninggalkan teman tidurnya begitu saja. Reynold memakai sepatu, merapikan baju dan menyugar saja rambut di kepalanya, kemudian beringsut meninggalkan kamar itu. Entah mengapa perasaanya tidak enak.

Di koridor ia berjalan perlahan, Reynold menghubungi lagi ponsel istrinya tapi tetap mendapatkan jawaban yang sama.

Sekarang ini, hal pertama yang ingin ia lakukan adalah pulang, untuk mengetahui istrinya itu tidak nekat membawa buah hati mereka pergi.

Setelah keluar dari lift, Reynold sudah sampai di parkiran mobilnya berada.

Kendaraan ia pacu secepat mungkin. Pagi masih berkabut menggeliat. Jalanan sudah mulai ramai. Ditekan tombol radio di dalam mobil itu, seorang penyiar radio memberitakan sebuah kecelakaan. Reynold mendengarkan tapi tidak begitu fokus karena pada saat yang sama ciiiit...

Dia harus mengerem mendadak, sewaktu seorang pesepeda menyeberang perempatan jalan begitu saja. Reynold terhenyak, dia kaget. Sumpah serapah keluar dari bibirnya mengungkapkan kemarahan.

Untung saja pesepeda itu selamat, karena Reynold berhasil menghentikan mendadak mobilnya tanpa selip. "Hai, Kau! Sudah bosan hidup, ya!” bentaknya sambil membuka kaca mobilnya cepat.

Pesepeda itu cuma nyengir, kemudian berlalu pergi tanpa sepatah katapun.

Suara ponselnya berbunyi, “Oh. Thanks, God,” serunya. Dia pikir istrinya menelephone balik. Waktu matanya menatap layar ponselnya, kekecewaan ia dapatkan.

“Tuan,”

“Iya, Rin. Ada apa?”

Carin, pengasuh putrinya menjawab lagi, “Syukurlah,Tuan bisa saya hubungi.”

“Carin! Katakan ada apa kau menelponku? aku sedang bawa kendaraan!” sergah Reynold marah.

“Sejak tadi malam saya tidak bisa menelephone Nyonya. Apa mungkin ponsel Nyonya mati?”

“Aku tahu.” Reynold menggertakkan rahangnya, ia mulai marah.

“Adek Suri demam sejak semalam, Tuan.”

“Apa?!”

Ciiit...

Ia harus mengerem mobil lagi mendadak, seekor kucing menyeberang jalan tiba-tiba.

“Sial!” dampratnya.

“Bagaimana, Tuan?” dari seberang sana Carina terdengar ketakutan mendengar makian Tuannya.

“Diam, Carin. Aku tidak bicara padamu!” sungut Reynold kesal. “Tutup telponmu, sebentar lagi aku sampai.”

Belum lama telpon selularnya berbunyi lagi, Gladys. Reynold membaca nama itu di layar gawainya. Lelaki itu agak ragu, dia belum ingin menjawab pertanyaan kekasih gelapnya itu mengenai kepergiannya yang tiba-tiba tanpa pamit.

Tapi lelaki cassanova itu berubah pikiran, ia tidak tega, akhirnya layar itu ia sentuh di icon terima. “Bagaimana, Sayang?”

“Kenapa kau tiba-tiba pergi?” protes wanita di seberang sana. “Kau bahkan tidak berpamitan padaku?”

“Maaf,  Sayang. Aku harus segera pulang. Anakku demam. Ibunya belum pulang sejak semalam. Nanti kau kuhubungi lagi, okay?”

“Okay, baiklah,” sahut Gladys.

Kemudian ia melompat kegirangan naik ke atas tempat tidur hotel itu. Menari-nari. Ranjang ini adalah saksi bisu perbuatan tercelanya bersama suami saudari sepupunya itu. Tinggal selangkah lagi, rencananya akan berhasil. Sebentar lagi dia akan menyematkan nama lelaki yang telah ia incar sejak lama itu untuk menjadi miliknya. Ya, tidak lama lagi namanya akan berada di bawah nama lelaki yang menidurinya tadi malam di dalam satu kartu keluarga. Ia akan menjadi pewaris harta mereka yang berlimpah. Menjadi Nyonya Reynold Arnoldi. Gladys mematut dirinya di cermin, “Hai, Cantik! Tujuanmu telah berhasil.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Yang Tidak Dirindukan   102. Yvonne dan Andi Johnson

    102.Wilman Larue menopang kepala dengan tangan. Meski sudah gelap berjam-jam lalu, ia tak berusaha menyalakan lampu di sampingnya. Meja besar yang ia buat bertahun-tahun lalu tak memberinya kepuasan sedikit pun. Kursi kulit nyaman yang diberikan Caren padanya setelah mereka menghasilkan sejuta mereka yang pertama tak menawarkan kelegaan bagi tubuhnya yang letih. Hatinya hancur, tekadnya nyaris lenyap. Putra sulungnya meninggal dan putra bungsunya yang menjadi penyebabnya.Anthoni telah membawa wanita keji itu ke dalam rumah mereka. la makan makanan mereka, tidur di bawah atap mereka, diperlakukan dengan sangat terhormat. Mereka berniat untuk menyambutnya ke dalam keluarga mereka yang penuh kasih sayang dan akrab. Wanita itu bukan hanya mengkhianati mereka, ia hampir menghancurkan dan menghina kebaikan serta kemurahan hati mereka.Menculik putri Sebastian Clement dari hadapan mereka rnenjadi penghinaan tambahan. Pada akhirnya gadisItu dikembalikan ke keluarganya. Mereka telah menempa

  • Istri Yang Tidak Dirindukan   101. Rencana Penyamaran

    "Claire Dannes, adalah Yvonne Donnatella Ferguson. Kau sudah menikah dengan Andi Johnson selama tiga tahun. Kau dua puluh tiga tahun... Andi jauh lebih tua darimu. Kau adalah istri ketiganya,” ujar Marcel MacDower.”Grissham, Andi Johnson pebisnis sukses berusia empat puluh lima tahun dari Atlanta, Georgia. Kau habiskan sebagian besar hidupmu dalam industri plastik. Emma, istri pertamamu, meninggal saat melahirkan... Bayinya juga tak selamat. Istri keduamu, Leigh, meninggalkanmu setelah menikah setahun. la sekarang tinggal di Montana dengan suami dan dua anaknya.”"Kau bertemu Yvonne di sebuah pusat perbelanjaan... Kau sedang membeli parfum untuk wanita simpananmu. Kau mengajaknya kencan dan tiga minggu kemudian menikah di Vegas. Kau mencintainya, tapi memperlakukannya seperti anak kecil.”"Claire, Yvonne tumbuh dalam latar belakang yang tak stabil. Ibu dan ayahnya sama-sama suka menyiksa dan pemabuk, Ia tak pernah punya seseorang yang benar-benar mencintainya, gadis malang. Yvonne m

  • Istri Yang Tidak Dirindukan   100. Tapi Ada Sesuatu

    Insting Daren Grissham memberitahunya mereka lebih dari sekedar atasan dan bawahan, seperti yang diklaim Claire...Marcel McDower mencondongkan tubuh ke depan. "Clair lelah. Tugas terakhirnya benar-benar menguras tenaga. Aku bisa maklum jika ia menghindar. Itu bagian dari penyamarannya. Tapi ketakutan dan gugup bukan gayanya. Berikan ia beberapa hari, ia akan berubah."Grissham menatap McDower tajam. Pria ini sulit sekali dibaca. "Aku bisa menyesuaikan diri, tapi aku mulai bertanya-tanya seberapa hebat Ms. Claire sebenarnya.”"Claire yang terbaik, sesuatu yang akan segera kau sadari. Mungkin kau hanya perlu bersikap lebih memesona.”Persis seperti yang Grissham katakan pada diri sendiri tadi. Mungkin ia bisa sedikit berlatih. Ms. Claire yang cantik dan eksklusif menjadi target yang bagus.“Pesona? Aku tidak ada masalah dengan itu."McDower bangkit; merenggangkan tubuh, ia menguap lebar. “Nah, latihlah pesonamu dan aku akan memastikan itu akan membuat dirinya lebih ramah." la melirik

  • Istri Yang Tidak Dirindukan   99. Mengalihkan Pembicaraan

    Claire menggeleng. Ia sedikit resah, karena telah mengarahkan pembicaraan mereka ke arah yang personal. Ia perlu mengembalikannya ke topik semula. "Sejauh ini, apa pendapatmu tentang WnR?"Meski Daren Grissham mengangkat sebelah alis tanda ia memaklumi pengalihan Claire pada topik pembicaraan mereka, ia menjawab datar, "WnR? Reputasi hebat, rekor kesuksesan mencengangkan, namun apakah kalian bisa menolongku, masih harus dibuktikan.""Ah ya. Marcel memberitahuku tentang permintaanmu.”"Benarkah? Kenapa ia memberitahumu?"Claire mengangkat bahu. "Aku punya koneksi yang mungkin bisa membantu." Mata Claire melebar sedikit. "Kau tak menyukainya?""Bukan, hanya terkejut. "Kupikir Marcel akan menanganinya sendiri.”"Mungkin ia akan melakukannya, tapi tentu saja aku bisa membantu.”Tapi untuk saat ini, ia masih belum menemukan kalimat yang tepat, analisa yang meyakinkan, semacam hari-hari terakhir kehidupan Sylvia Sanders. Sylvia Sanders sudah meninggal. Tak ada yang boleh menyangkal tentang

  • Istri Yang Tidak Dirindukan   98. Kau Sudah Menikah?

    Senyum dingin yang melekukkan bibir Claire serta gaya acuh tak acuhnya saat bersandar ke kursi memberitahu Grissham bahwa Claire keberatan dengan pertanyaan itu. "Kisah hidupku akan membuatmu bosan.”"Aku sangat meragukannya." Grissham mendongak saat pelayan mendekat. "Bagaimana jika kita memesan lalu kita lihat apa aku akan bosan."Pandangan yang ditujukan Claire padanya terkesan biasa-biasa saja, tapi Grissham merasa ia telah membuat wanita ini tak nyaman.Setelah pelayan pergi, Grissham mengarahkan pandangan yang diharapkannya bersahabat, tanpa permusuhan. "Bagaimana jika aku duluan?"Mata Claire melirik turun ke meja sembari menyesap anggurnya. "Aku dibesarkan di Vegas dan dibesarkan di Belanda. Kurasa aku pernah menyinggung itu ketika kita pertama bertemu. Lulus dari University of Utrecht. Meneruskan usaha milik ayahku, sampai akhirnya aku mendaftarkan diri sebagai Agen FBI."Meski setiap insting memperingatkannya, Claire bersandar ke kursi, tertarik. la tak ingin datang ke sini

  • Istri Yang Tidak Dirindukan   97. Pertemuan Berikutnya

    "Itu ide bagus," dusta Claire Dannes lancar.Kilat nakal dan menghargai berkilau dalam mata Daren Grissham saat ia mengangguk setuju. "Kita bisa makan siang bersama, jika itu bukan masalah bagi suamimu.”Sebelum Claire menjawab, Marcel menaikkan alis dan bertanya, "Suami?”Claire memaksakan senyum tipis. "Ketika sebelumnya bertemu Mr. Grissham, ia minta bertemu denganku. Karena aku sedang makan siang bersama Anthoni, aku terpaksa berbohong dan menolak dengan alasan sudah menikah."Marcel berdiri, sepertinya tak sabar lagi supaya mereka segera mulai. "Baiklah, nikmati makan siang kalian. Aku akan…”"Sayangnya aku harus kembali menolak. Ada beberapa hal terkait tugas terakhirku yang perlu kubahas dengan Marcel." Claire menoleh pada Grissham. "Mungkin kita bisa makan malam bersama malam ini. Sekitar pukul enam tiga puluh di Le Mirage."Grissham mengamatinya sesaat, lalu mengangguk."Sampai ketemu di sana." Setelah menjabat tangan Marcel, ia keluar.Marcel berdiri di depan pintu terbuka me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status