Sesampainya dirumah, tindakan pertama yang Reynold lakukan adalah membawa putrinya ke rumah sakit Ibu dan Anak terdekat. Mengenai kepergian Sylvia ia kesampingkan terlebih dahulu. Reynold mengira istrinya itu pulang ke rumah orang tuanya. Biar saja, mungkin ia ingin menenangkan diri.
Setelah beberapa hari melalui pemeriksaan dengan melibatkan dokter ahli dan melalui serangkaian test kesehatan, seorang dokter spesialis penyakit dalam, onkologi-hematologi anak, Dr. Hendrawan Saputra berucap, “Putri Anda menderita sakit leukimia, Pak.”
Kenyataan pahit ini Reynold terima dengan mata berkaca-kaca.
...
Sementara agak jauh dari sana. Sylvia menghadapi masa kritis. Operasi yang telah dilakukan tidak berhasil. Malaikat maut bersiap menyapa wanita malang itu.
...
Las Vegas Hospitals
2 Juli 2021
Pukul 01. 26 PM
Akhirnya mata biru laut itu bisa menatap sekeliling ruangan yang putih. Sejenak Sylvia terdiam. Mengatur napasnya.
“Saya dimana?” Bibirnya bisa mengucapkan pertanyaan itu pada seorang lelaki yang menatapnya dengan roman bahagia.
Pertanyaan itu belum terjawab, ketika beberapa orang petugas medis memeriksa keadaan vital Sylvia yang terbaca melalui layar monitor di sebelahnya. Mereka melakukan tugasnya begitu efisien. Mengecek keadaan Sylvia secara menyeluruh, dari kondisi pupil mata, organ dalam yang cidera, otot dan tulang , serta kulit yang terlalu lama tidak terpapar matahari. Tidak ada hal yang mengkawatirkan, kesemuanya menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Setelah mereka menyelesaikan tugasnya, Sky menjawab pertanyaan tadi.
“Kau telah selamat dari sebuah tragedi kecelakaan. Kau sekarang di Las Vegas Hospital.”
Lelaki tampan itu bertubuh sekitar sepuluh senti diatasnya. Baju yang ia kenakan sedikit lusuh. Karena dia telah menghabiskan sebagian besar waktunya menunggui wanita yang hampir ia buat pindah alam, menatap tubuh kurus di atas ranjang Intensif Care Unit. Pria itu selalu berdoa untuk kesembuhannya. Dan pada hari ini, penantiannya telah berakhir.
Sky Ferragamo sangat bersuka cita. Kemudian ia pergi keluar untuk memberi ruang kepada Sylvia melakukan hal-hal pribadi, sementara ia menuju kafetaria. Setelah selama lebih dari tujuh bulan, baru hari ini lidahnya bisa menikmati lezatnya rasa makanan. Sky merasa ingin makan yang banyak sampai ia merasa kekenyangan. Mungkin sekedar perayaan kecil yang ingin ia nikmati sendiri.
Di ruang VVIP paling utama rumah sakit elit di kota itu, Sylvia telah dapat melakukan makan dan minum seperti yang biasa orang lakukan, secara mandiri. Perkembangan yang menakjubkan. Petugas medis membantu membersihkan tubuhnya, menyisir rambutnya yang kusut masai, serta memberikan baju yang nyaman untuknya.
Setelah memastikan Sylvia selesai dengan hal-hal pribadinya, Sky mengunjunginya lagi.
“Hai,” sapa Sky lembut membuka pintu kamar perawatan mewah itu.
Sylvia menatapnya datar. Ia memang belum mengenal pria itu, tapi instingnya mengatakan bahwa pria itu tidak membahayakan dirinya. Entah mengapa ia merasa begitu.
“Boleh aku masuk?”
“Iya, boleh. Silakan,” jawab Sylvia masih dengan wajahnya yang datar.
Kemudian Sky duduk di sebuah sofa di ruang rawat inap itu.
Dia menatap takjub wanita yang telah enam bulan ini menderita koma. Agar tidak merasa canggung, Sky memulai pembicaraan. Lelaki ini menenangkan hati, sambil menelan ludahnya, kemudian ia menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Sky akan hati-hati membicarakan ini, karena ada rasa kekhawatiran kalau wanita ini tidak dapat mengontrol dirinya, ia akan marah dan kecewa kalau mengetahui pria di hadapannya adalah manusia yang hampir membuatnya berpindah alam.
“Namaku Sky, orang yang telah menabrak mobilmu malam itu, sekitar enam bulan lalu. Kau ingat?”
Wajah Sylvia kaku, ia tak menduga kalau pria ini pelaku yang menabrak dirinya. Yang telah membuatnya tertidur selama lebih dari setengah tahun.
“Aku telah tertidur selama itu?” Mata indah bulat itu membelalak. Bulu mata yang panjang dan lentik tampak simetris dengan hidung kecilnya yang tinggi, seperti hidung Cleopatra, Sky membayangkan itu dalam hatinya. Wajah wanita ini sedikit berbintik samar, tapi itu menambah kecantikannya terlihat sangat alami. Bibirnya yang penuh dan berwarna merah jambu, lebih berseri daripada saat kedatangannya dulu ke rumah sakit ini. Bentuk wajahnya oval dengan dagu indah seperti lebah bergantung, dan ini tampak sekali bukan hasil bedah dokter kecantikan. Wanita ini sangat cantik, mungkin kecantikan wanita yang membuat Sky mabuk kepayang dulu, Kiara Silverstone hanyalah mendapatkan seujung kukunya, pokoknya sungguh jelita. Rambutnya yang lembut menjadi mahkota di kepalanya berwarna coklat emas. Dan yang paling sering membuat Sky menatap wanita itu sejak dulu sejak masih terbaring adalah alis. Sky sangat menyukai alis wanita didepannya itu. Alis itu indah dan tebal, dia hampir bertaut antara kiri dengan kanannya. Mengingatkan Sky dengan aktris era lama, bernama Brooke Shield. Sky ingat, aktris itu adalah idola papanya. Kecantikan wanita ini sedikit banyak ada kemiripan dengan aktris itu.
Sky menghentikan lamunannya. Saat Proffesor Armstrong mengagetkannya. “Sepertinya dia adalah sebuah keajaiban, Puji Tuhan,” ujar pemilik rumah sakit ternama di kota itu yang masuk menyela pembicaraan mereka.
“Selamat saya ucapkan kepadamu, Nyonya. Anda telah berhasil melewati masa kritis. Saya mendapat laporan dari team dokter. Keadaanmu luar biasa baik,” sapanya pada Sylvia.
“Proff, aku mengucapkan banyak terimakasih padamu.”
“Sudah menjadi tugasku Mr. Ferragamo,” ujarnya sambil menepuk bahu anak sahabatnya itu, wajahnya kelihatan merasa sangat puas akan kinerja team dokter di rumah sakitnya. Professor Dimitri Hugest kemudian berlalu pergi.
Sky kembali perpaling menatap wanita di hadapannya yang kini telah duduk di pinggir bednya. Meneruskan pembicaraan mereka yang terputus. “Kau masih ingat siapa namamu?” tanya Sky padanya.
“Tentu saja aku ingat. Aku Sylvia Sanders dari Britania Raya.”
Sky merasa sangat bersyukur dengan keadaan ini. Wanita itu masih ingat jati dirinya. Tuhan betul-betul menyayanginya. Mungkin dia telah melakukan amalan yang luar biasa, atau dalam kehidupannya yang lalu, ia adalah seorang bidadari. Apapun itu, siapapun dia, yang penting Sky sangat bersukur dengan kejadian ini.
“Okay, ceritakan bagaimana dirimu. Kehidupanmu.”
Giliran Sylvia yang sekarang menghela napas dalam-dalam, kemudian menghembuskan perlahan. Klip-klip kehidupan beramburan di kepalanya. Ingatannya masih baik, beruntung sabuk pengaman telah menyelamatkan kepalanya dari hentakan mobil yang berguling beberapa kali. Walaupun kepalanya terluka, ingatannya masih kuat berada di dalam memorinya. Suri, adalah yang pertama dia ingat. Gadis kecil putrinya. Sebersit rasa rindu menguasai setiap relung di hatinya. Kemudian penghianatan suaminya dengan orang terdekatnya, Gladys Brown, saudara sepupunya. Perlakuan dan hinaan ibu mertua adalah makanan sehari-harinya. Adik suaminya, Donna Arnoldi juga turut andil dalam percekcokannya dengan suami bahkan debat kecilnya dengan sang ibu. Kejadian malam ia menemui suaminya di sebuah hotel adalah karena sebuah pesan dari ponselnya. Singgah begitu kuat mengakar di kepalnya. Suaminya lebih memilih tetap menghabiskan malamnya bersama sepupunya daripada mengejarnya. Walaupun saat itu ia marah, sebenarnya ia butuh lelaki itu mengejarnya, bukan hanya mematung setelah tangan lelaki itu ia tepis. Ia sangat kecewa.
“Aku adalah seorang ibu yang beberapa waktu lalu sebelum aku kecelakaan ini, baru merayakan ulang tahun ke tiga putri kami. Bagimana ya keadaan Suri? yang jelas aku sangat merindukannya,” ujar Sylvia yang tidak dapat menahan laju air matanya. Kebencian dan dendam kepada suaminya telah mengenyahkan jauh-jauh perasaan cinta yang pernah ia miliki. Yang tertinggal kini adalah keinginannya untuk membalaskan sakit hati. Terlebih dahulu ia akan mengambil putrinya, belahan jiwanya.
102.Wilman Larue menopang kepala dengan tangan. Meski sudah gelap berjam-jam lalu, ia tak berusaha menyalakan lampu di sampingnya. Meja besar yang ia buat bertahun-tahun lalu tak memberinya kepuasan sedikit pun. Kursi kulit nyaman yang diberikan Caren padanya setelah mereka menghasilkan sejuta mereka yang pertama tak menawarkan kelegaan bagi tubuhnya yang letih. Hatinya hancur, tekadnya nyaris lenyap. Putra sulungnya meninggal dan putra bungsunya yang menjadi penyebabnya.Anthoni telah membawa wanita keji itu ke dalam rumah mereka. la makan makanan mereka, tidur di bawah atap mereka, diperlakukan dengan sangat terhormat. Mereka berniat untuk menyambutnya ke dalam keluarga mereka yang penuh kasih sayang dan akrab. Wanita itu bukan hanya mengkhianati mereka, ia hampir menghancurkan dan menghina kebaikan serta kemurahan hati mereka.Menculik putri Sebastian Clement dari hadapan mereka rnenjadi penghinaan tambahan. Pada akhirnya gadisItu dikembalikan ke keluarganya. Mereka telah menempa
"Claire Dannes, adalah Yvonne Donnatella Ferguson. Kau sudah menikah dengan Andi Johnson selama tiga tahun. Kau dua puluh tiga tahun... Andi jauh lebih tua darimu. Kau adalah istri ketiganya,” ujar Marcel MacDower.”Grissham, Andi Johnson pebisnis sukses berusia empat puluh lima tahun dari Atlanta, Georgia. Kau habiskan sebagian besar hidupmu dalam industri plastik. Emma, istri pertamamu, meninggal saat melahirkan... Bayinya juga tak selamat. Istri keduamu, Leigh, meninggalkanmu setelah menikah setahun. la sekarang tinggal di Montana dengan suami dan dua anaknya.”"Kau bertemu Yvonne di sebuah pusat perbelanjaan... Kau sedang membeli parfum untuk wanita simpananmu. Kau mengajaknya kencan dan tiga minggu kemudian menikah di Vegas. Kau mencintainya, tapi memperlakukannya seperti anak kecil.”"Claire, Yvonne tumbuh dalam latar belakang yang tak stabil. Ibu dan ayahnya sama-sama suka menyiksa dan pemabuk, Ia tak pernah punya seseorang yang benar-benar mencintainya, gadis malang. Yvonne m
Insting Daren Grissham memberitahunya mereka lebih dari sekedar atasan dan bawahan, seperti yang diklaim Claire...Marcel McDower mencondongkan tubuh ke depan. "Clair lelah. Tugas terakhirnya benar-benar menguras tenaga. Aku bisa maklum jika ia menghindar. Itu bagian dari penyamarannya. Tapi ketakutan dan gugup bukan gayanya. Berikan ia beberapa hari, ia akan berubah."Grissham menatap McDower tajam. Pria ini sulit sekali dibaca. "Aku bisa menyesuaikan diri, tapi aku mulai bertanya-tanya seberapa hebat Ms. Claire sebenarnya.”"Claire yang terbaik, sesuatu yang akan segera kau sadari. Mungkin kau hanya perlu bersikap lebih memesona.”Persis seperti yang Grissham katakan pada diri sendiri tadi. Mungkin ia bisa sedikit berlatih. Ms. Claire yang cantik dan eksklusif menjadi target yang bagus.“Pesona? Aku tidak ada masalah dengan itu."McDower bangkit; merenggangkan tubuh, ia menguap lebar. “Nah, latihlah pesonamu dan aku akan memastikan itu akan membuat dirinya lebih ramah." la melirik
Claire menggeleng. Ia sedikit resah, karena telah mengarahkan pembicaraan mereka ke arah yang personal. Ia perlu mengembalikannya ke topik semula. "Sejauh ini, apa pendapatmu tentang WnR?"Meski Daren Grissham mengangkat sebelah alis tanda ia memaklumi pengalihan Claire pada topik pembicaraan mereka, ia menjawab datar, "WnR? Reputasi hebat, rekor kesuksesan mencengangkan, namun apakah kalian bisa menolongku, masih harus dibuktikan.""Ah ya. Marcel memberitahuku tentang permintaanmu.”"Benarkah? Kenapa ia memberitahumu?"Claire mengangkat bahu. "Aku punya koneksi yang mungkin bisa membantu." Mata Claire melebar sedikit. "Kau tak menyukainya?""Bukan, hanya terkejut. "Kupikir Marcel akan menanganinya sendiri.”"Mungkin ia akan melakukannya, tapi tentu saja aku bisa membantu.”Tapi untuk saat ini, ia masih belum menemukan kalimat yang tepat, analisa yang meyakinkan, semacam hari-hari terakhir kehidupan Sylvia Sanders. Sylvia Sanders sudah meninggal. Tak ada yang boleh menyangkal tentang
Senyum dingin yang melekukkan bibir Claire serta gaya acuh tak acuhnya saat bersandar ke kursi memberitahu Grissham bahwa Claire keberatan dengan pertanyaan itu. "Kisah hidupku akan membuatmu bosan.”"Aku sangat meragukannya." Grissham mendongak saat pelayan mendekat. "Bagaimana jika kita memesan lalu kita lihat apa aku akan bosan."Pandangan yang ditujukan Claire padanya terkesan biasa-biasa saja, tapi Grissham merasa ia telah membuat wanita ini tak nyaman.Setelah pelayan pergi, Grissham mengarahkan pandangan yang diharapkannya bersahabat, tanpa permusuhan. "Bagaimana jika aku duluan?"Mata Claire melirik turun ke meja sembari menyesap anggurnya. "Aku dibesarkan di Vegas dan dibesarkan di Belanda. Kurasa aku pernah menyinggung itu ketika kita pertama bertemu. Lulus dari University of Utrecht. Meneruskan usaha milik ayahku, sampai akhirnya aku mendaftarkan diri sebagai Agen FBI."Meski setiap insting memperingatkannya, Claire bersandar ke kursi, tertarik. la tak ingin datang ke sini
"Itu ide bagus," dusta Claire Dannes lancar.Kilat nakal dan menghargai berkilau dalam mata Daren Grissham saat ia mengangguk setuju. "Kita bisa makan siang bersama, jika itu bukan masalah bagi suamimu.”Sebelum Claire menjawab, Marcel menaikkan alis dan bertanya, "Suami?”Claire memaksakan senyum tipis. "Ketika sebelumnya bertemu Mr. Grissham, ia minta bertemu denganku. Karena aku sedang makan siang bersama Anthoni, aku terpaksa berbohong dan menolak dengan alasan sudah menikah."Marcel berdiri, sepertinya tak sabar lagi supaya mereka segera mulai. "Baiklah, nikmati makan siang kalian. Aku akan…”"Sayangnya aku harus kembali menolak. Ada beberapa hal terkait tugas terakhirku yang perlu kubahas dengan Marcel." Claire menoleh pada Grissham. "Mungkin kita bisa makan malam bersama malam ini. Sekitar pukul enam tiga puluh di Le Mirage."Grissham mengamatinya sesaat, lalu mengangguk."Sampai ketemu di sana." Setelah menjabat tangan Marcel, ia keluar.Marcel berdiri di depan pintu terbuka me