Waktu berlalu begitu cepat.
Tak terasa, sudah 1 tahun semenjak dari kelahiran anak pertamanya, Mahesa. Berbagai macam kehidupan dijalani oleh Citra mulai menjadi seorang Ibu sampai merangkap sebagai istri dalam satu waktu."Bagaimana perasaan kamu sekarang, Nak? Ibu berharap kamu akan terus baik-baik saja seperti saat Ibu ada di samping kamu."Citra meneteskan air matanya. Saat ini, ia tengah berdua dengan sang anak di ayunan yang ada di kolam renang.Tak ada satu pun wanita di muka bumi ini yang rela berpisah dengan anaknya. 9 bulan lamanya wanita itu mengandung hingga bertarung nyawa untuk melahirkan bayi itu.Setelah semua perjuangan yang ia lewati, sekarang Citra dengan terpaksa harus mengikhlaskan segalanya.Wanita itu harus belajar melupakan bayi yang sudah ia kandung dan lahirkan sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat serta disepakati bersama."Kalau nanti Ibu sudah enggak di samping kamu. Kamu harus te"Mama! Mama! Baju spiderman Mahes ada di mana, ya? Mahes mau pake baju itu, Ma!" teriakkan yang begitu lantang itu pun terdengar mengisi seluruh sudut di rumah itu. Suara anak kecil itu tampak memenuhi dan mendominasi segala suara yang ada. "Ya ampun, Mahesa. Pelan-pelan sayang kalau ngomong. Enggak boleh berteriak begitu, kasihan Oma jadi kebisingan." Bocah laki-laki itu pun hanya menampilkan cengiran andalannya, seakan tidak merasakan rasa bersalah barang sedikit pun. "Aku kira Mama jauh tadi. Makanya aku teriak deh. Aku udah coba nyari sendiri tapi enggak ketemu-ketemu, Ma." Mahesa menarik lembut tangan sang Mama membawa wanita itu dan berhenti tepat di hadapan lemari khusus miliknya. "Mahesa? Semua ini?" Nayla terbelalak tak tau harus mengekspresikan dirinya bagaimana lagi. Hatinya terasa runtuh saat itu juga. Keadaan lemari bocah itu yang semula tersusun begitu rapi, kini justru telah berubah sepert
"Mas, sarapan sudah siap, hari ini aku buatkan nasi goreng ayam kesukaan kamu," ucap Nayla saat dirinya baru saja masuk ke dalam kamarnya, lalu Nayla melihat sosok tampan suaminya sudah begitu rapih untuk pergi kerja.Pria yang sedari tadi Nayla lihat langsung memeluk erat tubuhnya Nayla, bahkan pria itu mengecup bibirnya."Terima kasih istriku sayang," ungkap Agus."Sudah kewajiban aku," sahut Nayla yang menyentuh pipi tampan suaminya.Nayla dan Agus sudah menikah selama 10 tahun, tapi pernikahan mereka belum juga di karuniai seorang anak, karena Nayla mandul dan memiliki sebuah penyakit yang dia sembunyikan dari suaminya dan keluarga besarnya. Nayla selalu beralasan karena masih terikat kontrak dengan pekerjaannya, tapi mertuanya Nayla selalu menginginkan cucu untuk pewaris keluarganya.Nayla tidak bisa menjamin jika dirinya akan mendapatkan seorang anak dari pernikahannya, dan Agus selaku suaminya Nayla pastinya akan selalu bersabar menantikan kehadiran anak dari pernikahan mereka.
Pertanyaan yang keluar dari mulut Ibu kandungnya Agus membuat aliran darahnya Agus mendidih dan menjalar keseluruhan tubuh, pastinya Agus sudah bosan mendengar pertanyaan itu dari ibunya, tangannya Agus terlihat mengepal begitu kuat seakan siap untuk di layangkan kepada sosok wanita yang sudah berani mempertanyakan perihal keturunannya.Brak!Agus menggebrak meja makan dengan sekuat tenaga, Agus muak dan merasa sudah cukup pertanyaan yang diajukan oleh Ibu kandungnya."Apa penting sekali pertanyaan itu di jawab oleh Nayla atau aku? Sudah berapa kali aku katakan jangan lagi mempertanyakan soal anak! Jika di tanya apakah kami ingin atau tidak, tentu saja kami menginginkan seorang anak hadir di dalam kehidupan keluarga kami, Ibu. Namun, Tuhan masih belum menakdirkan hal itu terjadi pada hidup kami. Jadi, cukup bertanya untuk hal yang sama berulang kali. Aku muak mendengarkannya!" Agus sangat emosi dan tidak lagi perduli apakah perkataannya akan menyakiti ibu kandungnya atau tidak.Nayla
"Oh?" Nayla baru tersadar dari lamunan panjangnya, dan pastinya Nayla langsung melirik ke arah sekitar saat dirinya sudah sampai di sebuah gedung, gedung yang akan memulai semua aktivitasnya di sana."Silakan, Nona." Asistennya Nayla begitu cekatan dengan mengulurkan tangan padanya, tapi Nayla menolaknya."Gak perlu seperti itu," ucap Nayla saat menolak halus pada asistennya."Baik." Sang asisten menganggukkan kepalanya dengan paham.Nayla dan Luna selaku asistennya Nayla, kini mereka sudah melangkah bersama-sama untuk memasuki gedung dan sebuah ruangan, ruangan di mana Nayla akan meeting mendadak sekaligus pemotretan untuk hari ini, hari ini Nayla juga akan banyak membuang tenaganya demi pekerjaannya, pekerjaannya yang sudah pasti sangat membutuhkan dirinya.'Semoga malam ini aku pulang cepat, karena sudah ada janji sama suami,' batin Nayla yang masih mengingat jelas jika dirinya dan sang suami akan pergi bersama.Setelah Nayla dan Luna masuk di sebuah ruangan, ruangan yang sudah di
Nayla langsung kembali menatap ke arah lemari yang ternyata itu memang lemari miliknya, dan Nayla sudah merapihkan kertas tadi."Oh iya, aku lupa." Nayla tertawa saat mengetahui dirinya salah berbohong dengan suami yang begitu teliti.Tanpa di sadari Agus sudah berada di belakang tubuh istrinya dengan memeluk tubuh sang istri dari belakang."Kenapa keluar lagi? Mandi sana!" titah Nayla pada suaminya, bahkan saat ini tangannya sedikit memukul lengan suaminya yang sudah melingkar pada perut ratanya."Aku lupa kalau sabun cair ku sudah habis," bisik Agus di telinganya sang istri."Oh, aku lupa belum memeriksa kebutuhan kamar mandi kita," ungkap Nayla dengan tangan yang sudah menepuk pelan jidatnya sendiri.Agus melepaskan pelukannya dan mengusap-usap jidat istrinya yang terdengar oleh telinganya jika sang istri menyakiti jidatnya sendiri."Hehe, aku siapkan kebutuhan mandi dulu," ucap Nayla yang mulai berpamitan pada suaminya, untuk mengisi sabun dan lain-lainnya di dalam kamar mandi, da
"Permisi, Nyonya dan Tuan." Suara itu berasal dari luar kamar Nayla dan Agus, dan pastinya suara itu adalah suara dari asisten rumah tangga keluarga Setiawan."Ada apa, bi Nani?" tanya Nayla pada suara yang sudah mengetuk pintu kamarnya.Nani adalah asisten rumah tangga di sini, Nani sudah lama menjadi pembantu di sini dengan keluarga Setiawan."Maaf, di luar sudah ada Pak Andi," jawab Nani dengan suara pelan.Andi adalah asistennya Agus yang merangkap seperti sekertaris juga di kantornya, dan entah kenapa Andi ke rumahnya Agus."Runggu di ruang tamu saja!" titah Agus pada sang bibi."Baik, Tuan." Nani langsung pergi begitu saja dari pintu kamar ke dua majikannya, walaupun pintu itu tidak tertutup rapat, tapi Nani tidak berani langsung masuk ke dalam kamar majikannya.Setelah Nani pergi, Agus dan Nayla saling menatap satu sama lain, dan pastinya Agus masih penasaran dengan kertas yang saat ini sudah di genggam oleh Nayla."Nanti malam, aku membutuhkan penjelasan dari kamu!" tegas Agus
"Iya, Mas," jawab Nayla. "Kamu lama-lama mirip detektif deh," sambung Nayla saat suaminya terus saja bertanya padanya membuatnya sedikit kesal. Namun, Nayla tidak boleh kesal dengan suaminya karena sang suami masih bisa menerima dirinya bahwa saat ini dirinya masih menyembunyikan fakta yang sebenarnya.Pagi hari ini Agus dan Nayla hanya sarapan berdua saja, dan pastinya ini menjadi momen yang begitu bahagia bagi Nayla, apa lagi Nayla tidak perlu mendapatkan sindiran dari ke dua mertuanya. Namun, Nayla sudah mendapatkan sakit hati lebih dulu dari ibu mertuanya sejak beberapa saat yang lalu.**Pukul 9 pagi, Nayla dan Agus sudah kembali beraktivitas masing-masing, dan saat ini Nayla sedang melakukan pemotretan untuk kontrak."Kak Nayla? Halo, Kak? Bisa beralih ke pose berikutnya?" Seorang photografer yang sedari tadi memotret Nayla itu pun sontak berusaha menarik perhatian dari wanita itu.Pasalnya, tidak seperti di hari-hari sebelumnya. Wanita itu sepertinya tampak sangat berbeda hari
"Selamat pagi, Ma! Kita akan masak apa untuk sarapan pagi ini? Biar Nayla bantu ya, Ma."Seperti biasanya, Nayla pun akan menawarkan bantuannya kepada sang mertua. Ia akan melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri yang baik dengan senantiasa memberikan jasanya untuk keluarga Setiawan.Namun, bukannya mendapatkan respon yang baik atas niatnya. Nayla justru sama sekali tidak ditanggapi oleh mertuanya. Ayu sedari tadi tetap saja diam dengan tangan yang masih terus berkutat dengan peralatan dapur dan sayur-sayuran di dekatnya.Hati Nayla terasa sakit saat harus menghadapi sikap dingin sang mertua yang padahal di awal pernikahannya dengan sang suami tidak pernah seperti ini."Mau membantu? Sampai sekarang saja kamu masih belum memberikan saya keturunan lalu bagaimana mungkin kamu bisa memberikan bantuanmu kepada saya. Jika menjadi seorang istri yang sempurna saja kau belum bisa, bagaimana kau bisa memasak? Cih! Sungguh lawak sekali tingkahmu. Gadis yang aneh," tutur Ayu ta