Malam itu,mobil merah milik Catalina di kegelapan malam di silang oleh 2 pengendara motor. Pengemudi motor itu hanya menunggu, sedangkan penumpang itu langsung turun dan menggedor pelan, seolah mengenal Catalina."Buka dulu, aku mau bicara. Ini penting!""Kamu siapa?""Aku teman kamu, apa kamu lupa? Ayo buka dulu"Tanpa curiga, Catalina membuka jendela. Tapi tiba-tiba dengan cepat tangan pria itu masuk ke dalam balik kaca dan membuka kunci pintu mobil. Lalu dengan kasar dibentangkan pintu itu hingga terbuka lebar.Pria bermasker itu membius Catalina dengan sapu tangan dan memberi kode pada temannya untuk segera pergi. Catalina tertidur lelap. Malam sepi semakin mencekam. Hanya ada beberapa mobil berlalu lalang. Pria itu membawa mobil Catalina ke sebuah hotel lalu membawa ke kamar."Catalina, Catalina ... Sudah lama aku menginginkan kamu," gumam pelan bibir pria itu.Dengan cepat tangannya melucuti benang penutup Catalina. Tanpa perlawan, Catalina hanya terdiam lelap di bawah tubuh pri
"Nadine, jangan bilang kalau kamu mau jadi istri Erlan demi mamamu, Papa gak setuju. Mama kamu juga gak mungkin rela." seru Stev memandang Nadine tegang. Tapi Nadine diam dan menunduk. Suasana hening, dan dia kembali kembali menangis. Stev menghembuskan nafasnya dalam. "Seandai yang Papa liat itu benar Aldiano ... " Ucapan Stev yang terputus membuat Nadine terperanjat. "Papa ngomong apa barusan? Papa lihat Aldiano?" Mata Stev menerawang memandang kosong ke depan, lalu mengangguk. "Tapi bukan dia. Papa udah cek pasien rumah sakit yang datang di hari itu. Tapi gak ada nama Aldiano." "Tunggu, Papa pernah lihat Aldiano di rumah sakit? Di mananya Pa?" "Dia sepertinya selesai berobat, naik ke dalam mobil karena ada yang menjemputnya. Tapi udah Papa cek, nggak ada nama Aldiano. Mungkin Papa salah lihat." "Semoga Aldiano tenang di sana ya, Pa. Orang yang pernah kita lihat itu mungkin aja orang yang mirip. Lebih baik kita pulang dulu. Udah malam juga." Setelah mereka meninggalkan temp
Sore itu saat tangan Nadine bermain di layar laptop, ponselnya berdering keras bersama getarnya. Nama Papa terpampang di layar ponsel-nya."Halo Pa, ada apa?""Nadine, kamu ke kantor polisi sekarang. Mama kamu kecelakaan," jawab Stev nafasnya terdengar tersengal.Deg!Irama jantung Nadine seakan berhenti begitu saja mendengar kabar buruk dari sang ayah."Maksudnya apa Pa? Mama kecelakaan? Kecelakaan bagaimana?!" suara Nadine meninggi."Ma—mama kamu sekarang di kantor polisi. Karena nabrak orang sampai koma.""Apa? Kenapa mama bisa nabrak orang Pa?""Entahlah, dari keterangan yang Papa dapat, rem mobil blong. Mama kamu gak bisa kendalikan mobilnya, akhirnya menabrak pengendara sepeda motor," jawab Stev terburu-buru.Ruangan itu kini seperti mencekam. Nadine diam sesaat, tapi ia mula cemas dan menangis. Lalu tangannya mulai mengusap air mata yang jatuh."Papa sekarang dimana?""Papa lagi di kantor polisi temanin mama kamu. Nanti Papa share lok."Sambungan telpon terputus. Setelah mendap
"Rasanya aku ingin terus bersama kamu Rehan." pekik Zarah sambil mengisak. Zarah menangis di pelukan Aldiano. Membuat pria itu mengusap rambutnya untuk tidak menangis. Karena dia sendiri pun bingung dengan posisinya. Dan tak dapat berkata-kata banyak. "Aku baik-baik aja. Kamu gak perlu khawatirkan aku." "Tapi aku mau sama kamu terus Rehan. Aku mau kita menikah," kata wanita itu sambil mempererat pelukannya. Catalina memandang mereka berdua dengan hati yang bergemuruh, sambil mengeraskan rahangnya. "Arya, ikut ke ruangan ku!" ujarnya ketus sambil berjalan. Dia melangkah cepat masuk ke ruangan kerjanya. Arya mengikuti ke ruangan Catalina, duduk berhadapan. "Saya minta, jangan bawa Zarah ke tempat ini lagi. Karena Rehan sedang dalam pengobatan. Tolong jangan ganggu dia." "Tapi Bu ... " "Tapi kamu akan saya pecat kalau tidak mau menuruti perintah saya!" ancamnya geram memperlihatkan gemerutuk giginya. "Maaf Bu. Bukan saya mau ikut campur. Tapi setidaknya Zarah dan ayahnya yang
"Nadine, maaf kemarin aku gak bisa datang. Karena lagi banyak pesanan," ucap Catalina di ujung telpon."Gak apa-apa Lin. Lagian kemarin itu terjadi ribut-ribut, karena mantan suami dan mantan mertua bikin kegaduhan disini. Bikin aku jadi malu sampai ke medsos," jawab Nadine sambil memainkan layar laptop di ruang kerjanya."Iya, aku juga lihat video itu. Kasihan anak kamu Nad, dia pasti malu." ucap Catalina sambil menghempaskan badannya di kursi samping Aldiano."Albert sampai nangis Lin. Aku jadi merasa bersalah. Gara-gara aku dia jadi korban.""Oke Nad, udah dulu ya. Aku lagi di rumah sakit sama pacar aku."Dengan bangganya Catalina melirik ke Aldiano sambil tersenyum, menggenggam tangan pria itu."Kamu udah punya pacar? Sejak kapan?" tanya Nadine merasa senang sahabatnya sudah mempunyai kekasih."Uissst, udah ah. Nanti lain waktu aku kenalin sama kamu. Udah ya, daaaa!"Sambungan telpon terputus. Diruang tunggu Dr. Martin bagian bedah otak, wanita itu mendampingi Aldiano untuk memeri
"Aldiano? Siapa Aldiano?" tanya Milthon tengok kanan kiri. Memastikan siapa yang dimaksud Erlan. Hanya ada sosok pria disudut dinding. Erlan berdiri menadahkan tangannya meminta. "Aku tunggu di mobil, mana kunci mobilnya. Cepat." Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Matanya membelalak lebar sambil memalingkan wajah dari pria yang duduk di kursi sudut sambil menyesap minumannya. Wajah itu, tidak mungkin Erlan salah lihat kalau itu adalah Aldiano. Keringat dingin membasahi keningnya. 'Kenapa dia masih hidup?' batinnya. 'Harusnya dia udah mati. Jurang itu dalam. Gak mungkin dia bisa selamat.' "Ada apaan sih?" tanya Milthon bingung. "Bilang kalau ada masalah!" "Udah, cepet. Mana anak kuncinya? nanti aku ceritain di mobil. Ayo cepat!" bisik Erlan tidak sabar. Setelah mengambil kunci dari tangan Milthon, Erlan langsung berlari tanpa menoleh kanan kiri dan sangat tergesa-gesa. Tapi sayangnya, Aldiano sudah melihat saat Erlan berlari. 'Itu kan pria yang di video Alber