LOGINTerluka karena sikap dan kata-kata mama, Ratih menangis dalam diamnya.
Sebagai sesama wanita, aku pun tergerak ingin menenangkan. ‘’Rat…’’
‘’Nawang Wulan, kamu kenapa?’’ Abi menoleh, curiga akulah penyebabnya.
“Tidak apa-apa. Mata saya kelilipan.” Ratih pura-pura mengucek matanya.
“Betul hanya kelilipan?”
“Iya, Jaka.”
Ratih tersenyum palsu. Tetapi tidak menghilangkan kecurigaannya.
“Dia berbuat jahat sama kamu?”
“Lin, sampai kapan, ya, saya begini? Saya capek menunggu tuan sembuh.” Linda memberiku segelas air putih, hal sederhana yang tidak bisa Abi lakukan.Rasa sejuknya bisa dirasakan mengalir di tenggorokan. Seketika membuatku jadi menangis. Linda memahami wanita hamil memang sangat sensitif. Terutama bila diterpa masalah dan tanpa pendampingan suami, sensitifnya jadi berlipat-lipat.“Sabar, ya, Nyonya. Semua akan berlalu.” Linda menatapku kasihan.Sabar? Entah masih banyak atau tidak stok sabarku ini, karena, rasanya sudah mulai habis. Perut sudah mulai membesar, mengurus segalanya sendirian, bukanlah hal mudah menjalaninya. Ditemani mama dibantu Linda sebenarnya bisa, tapi membeli perlengkapan dan persiapan lahiran nanti, aku memutuskannya sendiri. Abi pernah bilang ingin anaknya memakai baju putih saat lahir ke dunia karena bayi masih suci seperti warna bajunya. Bersih dan tidak berdosa.Aku pun memilih baju tersebut tanpa ada corak sama sekali.“Saya mau yang ini,” ucapku kepada pel
“Baru diajak ngobrol seperti itu saja sudah berani mengaku-ngaku. Aku tahu kau ditinggal suamimu, kan? Tapi bukan berarti kau bisa menjadikan orang lain sebagai ayah dari bayimu.”“Kamu pikir aku gila, Mas? Orang macam apa aku yang mengaku-ngaku suami orang jadi suamiku, dan suami orang jadi ayah dari bayiku? Aku bicara fakta. Kamu mau aku pukul berapa kali biar kamu sadar?”Jika dia tidak berekspresi ngeri, aku benar-benar ingin memukulnya lagi. Lelah batin menunggunya pulih. Aku butuh perannya sebagai suami, tapi dia malah berperan menjadi suami orang. Ditambah hormon kehamilan ini. Sebelumnya tidak pernah begitu emosi, namun sekarang seakan pagar pembatas kesabaran itu telah runtuh.“Jangan pukul lagi. Karena itu sakit!” Abi
Mungkin sudah tabiatnya jika Abi merajuk, maka butuh waktu lama untuk reda. Sekarang saja, Abi tidak ikut makan malam. Rosdiana sudah membujuk, tetapi gagal.Mama pun juga, bahkan sampai Linda.Tidak ada yang berhasil. Semua keluar dari kamar Abi dengan tangan kosong.“Sel, coba kamu deh yang bujuk.” Mama sudah putus asa sehingga datang ke meja makan dengan sangat lesu.“Dari siang nggak makan. Mana lagi masa penyembuhan. Sembuh nggak, mati iya yang ada.”Linda menahan tawanya mendengar penuturan Rosdiana. Namun cepat-cepat tutup mulut kembali menyadari siapa yang bicara.
Sel, beri mas kesempatan.Abi dan Rosdiana memang ditakdirkan bersama. Buktinya, yang diingat hanya Rosdiana, bukan kamu. Dalam ingatannya yang lupa, tertanam jelas wajah seorang Rosdiana. Ini adalah tanda kalau Abi bukan jodoh kamu. Dan ini juga pertanda, kalau kamu dan mas masihlah bisa bersama.Pesan-pesan memuakkan, memohon, meratap meminta rujuk.Sangat disayangkan, Rosdiana mencintai orang yang tak menginginkannya, namun menginginkanku.“Kamu tidak boleh bersamanya lagi, Ros. Dia masih berusaha mendekati aku.”“Aku tahu.” Rosdiana berubah sendu.Meman
“Uhuk… uhuk.”“Wulan?”“Uhuk…”Rosdiana menaikkan tangannya ke udara agar Abi tidak mendekat. Namun tentu saja tidak digubris Abi.Apalagi saat Rosdiana tidak berhenti batuk.“Kamu sakit? Kamu luka? Kamu kenapa?”Yang Abi tahu istrinya adalah wanita kuat dan tidak ada sakit apapun, namun batuk lebih dari semenit membuatnya khawatir.“Aku nggak apa-apa.” Rosdiana menerima bantuan Abi yang membantunya duduk. Juga meneguk air minum yang diberikan.
Terluka karena sikap dan kata-kata mama, Ratih menangis dalam diamnya.Sebagai sesama wanita, aku pun tergerak ingin menenangkan. ‘’Rat…’’‘’Nawang Wulan, kamu kenapa?’’ Abi menoleh, curiga akulah penyebabnya.“Tidak apa-apa. Mata saya kelilipan.” Ratih pura-pura mengucek matanya.“Betul hanya kelilipan?”“Iya, Jaka.”Ratih tersenyum palsu. Tetapi tidak menghilangkan kecurigaannya.“Dia berbuat jahat sama kamu?”







