Sebagai istri, Selin terpaksa mengikuti keinginan Ega untuk bekerja sebagai foto model di ibu kota. Melebur dengan dunia malam yang menuntutnya untuk bersikap profesional. Namun, Selin memiliki firasat buruk mengenai dirinya yang kerap terbangun tanpa bisa mengingat apapun. Di saat berada dalam situasi membingungkan, Selin menemukan rahasia besar di balik pekerjaan suaminya. Di mana Selin dibuat terkejut karena fakta tersembunyi itu baru diketahui setelah menjadi istri Ega. Seperti apakah kisah Selin sebenarnya? Dan mengapa Ega tega melakukan hal itu pada cinta di masa kecilnya?
ดูเพิ่มเติม‘’Gimana rasanya menikah dengan Ega?’’
Rosdiana, asisten suamiku sekaligus orang yang meriasku itu bertanya setelah aku menjalani sesi pemotretan untuk pertama kali. Alih-alih menanyakan bagaimana rasanya menjadi model, Mbak Ros malah menanyakan pernikahanku dengan Mas Ega yang baru berumur satu hari.
‘’Bahagia, Mbak. Senang.’’ Aku tertawa kecil, merasa malu, karena Mbak Ros melihat jejak merah di leherku.
‘’Kalau kamu butuh sesuatu, atau mau cerita apapun, kamu bisa cerita ke aku ya, Sel.’’
‘’Memangnya kenapa, Mbak?’’ tanyaku hati-hati.
‘’Enggak. Kata Ega, aku harus membantu kamu beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan. Biar segera betah dan tidak minta pulang.’’
Aku tertawa karena Mas Ega ternyata begitu perhatian. Mataku langsung terpaku pada Mas Ega yang tengah disibukkan berbicara dengan seorang klien.
Namun aku bergegas menghampiri tatkala suamiku itu melambaikan tangan memintaku mendekatinya.
‘’Kenalkan, ini Pak Abi. Beliau adalah produser yang sedang mencari model untuk iklan sabun.’’
‘’Senang bertemu dengan anda. Saya Selin,’’ ucapku sambil mengulurkan tangan.
Laki-laki berparas tampan itu memandangku sekilas.
‘’Baiklah. Langsung saja kita tanda tangani kontrak kerja.’’ Pak Abi menepuk pundak Mas Ega tanpa membalas uluran tanganku yang masih menggantung ini.
Mungkin karena aku bukan mahramnya, beliau enggan menjabat. Aku mencoba berpikir posistif walau sedikit tersinggung.
Tapi semua terbayar ketika melihat suamiku tersenyum lebar dan menepuk-nepuk pipiku sebelum berlalu bersama Pak Abi. ‘’Kamu memang yang terbaik.’’
‘’Wah, kamu hebat, Sel.’’ Rosdiana memuji dengan dua jempol mengacung ke atas.
‘’Hebat apanya, Mbak?’’ tanyaku heran.
‘’Susah banget tau bisa menjalin hubungan kerja sama dengan Pak Abi. Model-model Ega sebelumnya, belum pernah ada yang bisa membuat Pak Abi tertarik. Tapi, kamu? Wah, aku sangat salut.’’
Gelengan takjub Rosdiana membuatku jadi besar kepala. Mungkin ada sesuatu yang Pak Abi lihat dari diriku yang sederhana dan kampungan ini namun sangat cocok dengan kriterianya.
‘’Beliau itu klien besar. Aku yakin deh, setelah ini, kita pasti akan diajak makan enak sama Ega.’’
Aku dibuat tertawa dengan celotehan Rosdiana. Hatiku merasa bahagia karena bisa membantu suamiku. Dan si satu sisi, karir modelku yang baru dibangun sehari ini, mungkin juga akan melambung tinggi.
Cukup lama aku berada di ruang ganti, Mas Ega datang dengan sebuah amplop coklat di tangan.
‘’Mas, ini untuk Selin semua?’’
Tanganku sampai gemetaran menerima uang senilai sepuluh juta rupiah yang baru saja diserahkan Mas Ega padaku.
‘’Iya. Itu tanda jadi dari Pak Abi. Itu bagian kamu. Uang untuk dikirim ke kampung, sudah mas sisihkan.’’
Aku terharu dengan kepedulian Mas Ega pada keluargaku. Di saat itu, aku merasa Tuhan sangat baik sekali.
Mas Ega benar. Pengorbananku menikah dengannya, pindah ke ibukota dengan berprofesi sebagai model, mengandalkan kecantikan serta tubuh indahku, tidak akan berakhir sia-sia. Aku bisa membantu ibu dan bapak yang tengah terlilit hutang serta membiayai adikku yang sebentar lagi akan masuk kuliah.
Bermula beberapa hari yang lalu…
Setelah cukup lama merantau, Mas Ega pulang ke kampung dan tidak sengaja aku bertemu dengan beliau. Saat itu, cinta kami bersemi kembali setelah terpisahkan selama bertahun-tahun. Mas Ega adalah cinta pertamaku. Begitu pula sebaliknya.
Pernikahan kami dilakukan mendadak karena hanya butuh satu hari kami bertemu, sehari setelahnya pernikahan berlangsung.
‘’Penuhi kebutuhanmu. Gunakan uang itu untuk ke salon, beli baju bagus, pergi ke klinik kecantikan atau tempat apa itu, yang biasa pasang-pasang kuku?’’
Aku tertawa karena mengerti maksudnya tapi aku lupa penyebutan tempatnya.
‘’Sekarang kamu bukan gadis desa yang kerjanya hanya berkutat di dapur. Melainkan model dan wajah dari studio mas ini. Pokoknya kamu harus merawat diri ya, Cantik.’’
Bersama semburat merah muda di pipi aku mengangguk. Cantik. Kata sederhana itu selalu membuatku merasa dicintai.
Malam harinya…
Aku beserta tim tiba di hotel untuk melakukan pemotretan. Namun sedikit tidak nyaman ketika berpose hanya dengan mengenakan handuk dan berpose di dalam bathtub. Beruntung Mas Ega mengerti dan meminta semua anak buahnya yang belum aku kenal tersebut untuk pergi. Menyisakan aku, suami dan Rosdiana saja.
‘’Kamu pasti kedinginan. Coba minum ini agar tubuhmu hangat, Sel.’’ Rosdiana menawarkan segelas minuman di sela-sela sesi istirahat.
‘’Ini apa, Mbak?’’ tanyaku ingin tahu.
‘’Itu anggur. Enak kok. Aku juga minum.’’
Melihatnya meneguk minuman itu sampai habis, aku pun melakukannya. Mas Ega sering memberikannya padaku dan efeknya sangat luar biasa.
Mas Ega lalu membisikkan sesuatu di telingaku dengan seringai nakal yang sangat aku mengerti tersebut.
‘’Setelah ini, kita jangan pulang. Di sini saja. Sayang kamarnya sudah dibooking untuk satu hari. Mas masih pengen lanjutin bulan madu kita.’’
Lagi-lagi pipiku dibuat merona oleh Mas Ega.
Setelah menyelesaikan pekerjaan, Mas Ega mengajakku berbincang dan memintaku memakai lingerie seksi berbahan tipis. Yang aku rasa, percuma saja memakainya karena bagian sensitifku tetap terlihat semua.
Aku mencoba meneguk minuman tadi, sebelum berbaring menjalankan marwahku sebagai istri.
‘’Mas, kok aku jadi ngantuk banget, ya?’’ kataku ketika kepala ini telah menyentuh bantal. ‘’Tadi nggak begini.’’
‘’Yah,’’ Mas Ega terdengar kecewa. ‘’Ya sudah kamu tidur saja.’’
Sebagai istri, aku pun jadi tidak enak hati. ‘’Tapi bagaimana denganmu, Mas? Bukankah kita…’’
Sengaja tak ku tuntaskan kalimat tersebut. Karena, aku pun ingin merasakan lagi belai kasih seperti malam pertama yang baru dilakukan sekali itu. Bisa dibilang, aku masih ingin mencobanya. Tapi sayangnya, mata ini sulit sekali diajak kerja sama.
Rasanya, seisi dunia bagai menggantung di pelupuk mata.
‘’Kamu pasti lelah. Baru sehari menikah, langsung mas ajak pindah ke kota. Lalu langsung mas ajak kerja.’’
Mungkin ada benarnya. Mungkin aku kelelahan.
Terakhir yang ku lihat, Mas Ega masih dengan celana jeans dan kemeja putihnya naik ke atas kasur sambil membawaku ke pelukannya.
‘’Cantik. Mas sayang sekali sama kamu. Mimpi indah ya, Sayang.’’
Ucapan priaku mengantarkan diri ini ke alam mimpi.
Aku biarkan Mas Ega menjamahku meski serangan kantuk kian terasa. Mengabsen setiap inci di tubuh ini sebelum kesadaranku benar-benar hilang.
Tapi ketika terbangun keesokannya, aku melihat seseorang baru saja keluar dengan dengan kemeja hitam.
Sebentar.
Bukankah Mas Ega tadi malam itu pakai baju putih?
Lekas aku menyibak selimut yang menutupi tubuh. Aku mendadak kaku ketika ternyata sudah tak ada lagi pakaian tipis itu. Dan telah berpindah tempat ke atas sofa dengan kondisi robek tak tertolong.
‘’Astaga!’’ Aku tidak percaya Mas Ega melakukannya di saat aku tengah tertidur pulas.
Dengan selimut putih yang melilit di tubuh, aku berlari mendekati pintu. Ingin mencari tau siapa orang yang tadi aku lihat itu.
Apakah itu Mas Ega? Atau bukan?
‘’Handi merestui. Meski Handi ini belum dewasa, tetapi Handi yakin, Mas Abi sungguh-sungguh dengan kakak Handi.’’‘’Terimakasih, Han.’’Satu suara sangatlah berarti. Abi pun menepuk-nepuk pundak Handi. Menjadikan Handi sebagai adik ipar kesayangannya.‘’Sama-sama, Mas. Tolong jaga Mbak Selin. Dia kakak yang baik.’’‘’Tentu.’’ Abi tersenyum meyakinkan.Melihat keakraban tersebut, bapak akhirnya ikut tersenyum. Karena, belum pernah Handi begitu dekat dengan kakak iparnya sebelumnya. Melihat Ega saja Handi sudah tidak suka. Mungkin karena, Handi bisa merasakan
‘’Kenapa kamu bisa bilang begitu?’’Abi adalah menantu yang disayangi bapak dan ibu, sehingga aku memaklumi jika bapak dan ibu mempertanyakan letak salahnya di mana.‘’Selin terjerat oleh Ega dikarenakan Abi, Pak.’’ Isakan tangis pun kembali mengeras.Membeberkan kenyataan berduri sangat menusuk di lubuk hati terdalam. Padahal sudah ada cinta yang bersemi dan janin yang tumbuh, namun, dengan sekejap dipatahkan oleh kenyataan.Sebelumnya aku sudah mencoba lembaran baru, namun lembaran itu tetap saja kotor dengan masa lalu.Bukan karena tidak bisa. Akan tetapi karena masa lalu itu juga bagian dari setiap lembaran hidupku. Karena, Abi berkaitan dengan Ega.
Perjalanan jauh diisi dengan kediaman dan tangisan. Ardi yang mengantarku pun tidak berani bertanya apapun, karena aku juga tidak ingin ditanya dan sepanjang jalan hanya larut dalam pikiran rumit.Meninggalkan suami dan posisiku di hidup Abi, padahal inilah yang ku inginkan tetapi malah menangisinya.Apa karena hormon kehamilan makanya aku seperti ini?Segera air mata ini aku hapus, karena, melihat rumah sederhana tempatku lahir dan besar sudah di depan mata.Rumah penuh kenangan susah dan senang. Mobil pun berhenti dan Ardi lekas menurunkan barang-barangku dan tak lama pergi. Perlahan kaki ini melangkah masuk namun merasa tidak bahagia.Seperti ada yang kurang. Ada yang tidak lengkap sehingga suka cita itu pun tidak bisa dirasakan. Tujuanku ingin menetap di sini berkumpul bersama keluarga tanpa suami. Dan Abi sudah mengabulkannya tetapi rasanya sangat hampa.Apakah keputusan meminta cerai itu salah?“Selin?”Bapak kaget melihatku datang. Ibu sedang memetik kangkung dan Handi mengo
Suami mana yang tidak kesal jika istri terus saja membantah. Diberi tahu tapi tidak mau mengerti. Untung saja Abi bukanlah laki-laki ringan tangan. Yang bila tidak dituruti maunya langsung memukul atapun main kekerasan. Seandainya iya, pastilah sekarang aku sudah babak belur.Ditambah ini bukan pertama kalinya, tetap sudah dua kali dan yang diperdebatkan pun orang yang sama.Rosdiana alias Ratih.Bisa-bisa jika Abi laki-laki bertempramen buruk, mungkin aku sudah dibunuh. Tetapi untuk saja Abi tidak seperti itu.Aku sebenarnya tidak ingin seperti ini, tetapi aku memikirkan mama.Namun Abi menganggapnya berbeda, sehingga beginilah keadaannya. Pikiran yang tidak searah menjadikan masalah semakin rumit.Keegoisan satu sama lain membentang seperti jarak.‘’Mas, Selin nggak bermaksud begitu.’’‘’Kamu bermaksud seperti itu dan sudah berhasil.’’Aku pun cepat-cepat berdiri di hadapan Abi, memohon lewat mata namun aku tak bisa meneruskan karena di manik Abi terpancar kemarahan, kesedihan dan
‘’Mama.’’Mama yang tidak bisa menerima keputusan tersebut tiba-tiba jatuh pingsan.Abi mendengar teriakanku pun langsung buru-buru masuk. Kemudian membawa mama ke kamarnya.‘’Ratih… Ratih…’’Sudah satu jam mama mengigau memanggil-manggil Ratih dari tadi.Namun Abi tetap tidak mau wanita itu kembali lagi. Bahkan sekedar berada beberapa menit di samping mama pun tidak Abi izinkan.‘’Kamu tega melihat mama seperti ini?’’ Aku menyukai ketegasan Abi, tetapi aku tidak sampai hati dengan mama. Terlihat sekali jika mama sangat menginginkan Ratih di sampingnya.Aku mungkin menantunya, tetapi menantu yang melewati banyak hari dengan mama bukanlah aku. Sehingga ikatan yang ada belum terlalu kuat.‘’Mas!’’Abi tidak menggubris, lebih fokus dengan kondisi mama. Mengompres kening mama dengan handuk basah.‘’Kasih kesempatan Ratih sama mama untuk beberapa hari saja, Mas.’’‘’Tidak!’’‘’Mas, kamu jangan keras kepala.’’‘’Yang keras kepala itu kalian berdua.’’ Maksudnya mama dan aku. ‘’Kamu egois!
“Kamu nggak waras!”“Yang gila siapa? Kan, kamu nanya, Mas. Sekarang mas tanya balik malah dibilang nggak waras. Salah?” Alis Abi naik satu senti.Tentu saja tidak salah, tetapi maksudku bukan begitu.“Kenapa diam?” “Ergh, kamu ngeselin!” Aku pun menyelimuti tubuh sampai ke kepala.“Sayang.”“Sayang.”Ratusan kali memanggil pun tetap tidak akan aku jawab. Biar saja dia bosan dan lelah sendiri. Saat ini aku hanya ingin tidur, melepas penat atas kejadian hari ini.“Ya sudah, kamu istirahat.”Entah mengapa saat merasakan pergerakan kasur dimana Abi mulai beranjak, hatiku kian dongkol. Istri sedang marah malah dibiarkan begitu saja.Seharusnya itu dipujuk, dirayu dan disayang.Dasar pria tidak peka!Sehingga aku pun membuka selimut dengan wajah ketus. Lama-lama kehabisan napas juga.Dan ternyata Abi sudah di meja kerjanya. Ya ampun. “Loh, nggak jadi tidurnya?” Abi yang baru membuka laptopnya pun merasa heran.Ish.“Pakai nanya segala?!” Lekas saja aku masuk ke kamar mandi.Lebih baik m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น