Negan menuju ke meja makan, melihat makanan apa yang disiapkan oleh istrinya.
Mie goreng!
"Lumayan lah, ketimbang makanan yang tadi pagi," ucap Negan.
Mereka pun makan makanan tersebut dalam diam, hingga Damaira angkat bicara.
"Mas, tadi ibu datang kemari."
Negan melirik Damaira sekilas, "Untuk apa ibu kemari?"
"Minta uang belanja, katanya pemborosan kalau mas makan terus di sana," jujur Damaira.
Damaira tak pernah mengadu jika ibu mertuanya datang. Tapi entah mengapa malam ini mulutnya gatal ingin bercerita tentang hal itu, hanya untuk melihat reaksi sang suami.
"Kamu jangan fitnah, Ra. Mana mungkin ibu datang hanya karena minta uang. Jelas-jelas aku sudah kirimkan uang jatah ibu."
"Aku tidak bohong mas, apalagi fitnah. Untuk apa? Tidak ada untungnya juga. Terserah kamu mau percaya atau tidak." Damaira langsung melanjutkan menyantap mie gorengnya.
Negan kembali dikejutkan oleh sikap Damaira, wanita yang telah menjadi istrinya selama dua tahun lebih itu tak pernah meninggikan suara, dia selalu berbicara lembut. Tapi malam ini sedikit berbeda.
"Oh iya mas, bagaimana kalau kita melakukan pemeriksaan kesehatan reproduksi. Sekalian kita program anak," usul Damaira. Dia mengikuti ide dari sahabatnya.
"Untuk apa? Aku sudah pasti sehat lihat saja dari segi keturunan, orang tuaku memiliki tiga anak, sudah pasti subur. Kamu saja yang periksa. Keluargamu kan cuma punya anak kamu dan adikmu, siapa tahu kamu bermasalah," oceh Negan.
Damaira memilih untuk tidak melanjutkan pembahasan tentang itu, daripada hanya akan terjadi perdebatan yang melelahkan dan tak berujung.
"Besok masak yang enak, jangan membuatku tak berselera, aku tidak enak harus numpang makan di rumah ibu. Padahal aku punya istri," ucap Negan. Damira menjulurkan tangannya.
"Apa?" tanya Negan yang tak paham maksud istrinya.
"Uang untuk belanja, kan aku tadi sudah ngomong. Uangnya diminta sama ibu."
Sembari terus menggerutu, Negan mengambil uang di dompetnya, satu lembar seratus ribuan.
Meski berdecak dalam hati, Damaira bersyukur suaminya mau mengeluarkan uang lebih untuk belanja.
Keesokan harinya Daimara memasak semur ayam untuk makan mereka hari ini. Negan memuji masakan Damaira yang selalu cocok di lidahnya. Terkadang Negan memiliki sisi baik jika hatinya sedang senang.
Malam harinya, seperti biasa Damaira menunggu Negan pulang kerja di ruang tengah. Tak biasanya pukul 7.00 malam Negan belum pulang. Biasanya Negan akan memberi kabar jika harus menemui customer sampai larut malam.
“Tumben pulang malam, mas?” Damaira baru saja melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 7.30 malam.
“Iya, Ra. Tadi ada meeting sekaligus pengumuman kandidat yang mendapat rekomendasi kenaikan jabatan. Ini!” Negan memberikan bungkusan yang berisi martabak kesukaan Nia.
Sebagai seorang suami, sebenarnya Negan tidak terlalu buruk, dia terkadang hangat dan perhatian pada Damaira. Hanya saja Negan masih sering mengeluh dan mengadu perihal rumah tangganya kepada Laras–ibunya.
Itu sebabnya terkadang Negan termakan omongan tidak baik dari Laras, terlebih Laras tidak ingin tersaingi dalam hal menguasai uang Negan, Laras tidak ingin jatah uang yang selama ini untuknya berkurang karena adanya orang baru yang disebut istri.
“Apa ini mas?” Damaira menerima bungkusan itu, kemudian membukanya.
“Ya Allah rezeki nomplok, alhamdulillah.” Melihat reaksi istrinya, Negan pun tanpa sadar tersenyum—bahagia.
“Martabak! Ada angin apa ini mas?” tanya Damaira sembari mengambil satu potong martabak, lalu memakannya dengan lahap.
“Aku dapat promosi naik jabatan Ra, masa uji coba dua bulan kedepan, doakan ya, semoga aku yang lolos, ada 3 orang kandidat yang mendapat rekomendasi. Tapi menurut hasil evaluasi, aku kandidat terkuat. Semoga aku juga lulus tes tertulis dan psikotes," ujar Negan.
“Alhamdulillah mas. Aamiin mas, aamin. Baik-baik lah mas sama istri, pasti lancar rezekinya,” sindir Damaira.
“Mas kurang baik apa coba?”
Melihat suasana hati suaminya yang sedang bagus, Damaira mencoba membicarakan tentang hal yang belum mendapatkan titik terang sampai sekarang.
“Kurang adil perihal keuangan.”
Deg! Negan serasa ditampar.
‘Hal itu lagi,’ batin Negan. Terlihat dia menarik nafas berat.
Maksud hati hanya ingin menggoda sang istri, tapi justru menjadi bumerang.
Namun, kali ini Negan mencoba ingin tahu apa yang menjadi unek-unek sang istri, mumpung hatinya sedang senang.
“Lalu maumu bagaimana?”
Tampak keterkejutan di wajah Damaira, tidak biasanya sang suami menanggapi obrolan tentang uang tanpa emosi.
“Lima puluh persen gaji mas kasih ke aku, itu baru namanya baik, hanya lima puluh persen, aku tidak minta lebih, tapi kalau mas mau kasih lebih, itu lebih baik lagi,” Damaira menjawab diiringi kekehan.
Negan diam sejenak untuk berpikir.
“Ya sudah nanti bonusku untukmu. Setelah naik jabatan akan ada bonus tetap atau tunjangan jabatan dan bonus target.”
“Semua?”
“Iya, hanya saja untuk bonus target tidak pasti nominalnya tergantung pencapaian, minimal harus target 80% baru akan mendapatkan bonus. Syaratnya doain mas, agar mas yang dapat posisi tersebut.”
“Beres itu mah, aku selalu doain mas. Janji?”
“Janji,” jawab Negan.
“Benar ya, aku pegang janji mas.” Damaira mengulurkan tangan sebagai tanda kesepakatan, Negan menerima jabat tangan Damaira.
Negan tidak sepenuhnya berniat memberikan bonusnya pada Damaira jika dia yang terpilih menjadi district manager, karena istrinya itu tak pernah tahu berapa besar bonusnya. Dia bisa dengan mudah membohongi istrinya. Negan tersenyum miring.
“Mas, mas, halo, mas Negan. Malah melamun.” Tepukan tangan Damaira di pundak membuat Negan tersadar dari pikirannya.
“Ah, apa Ra?”
“Ini martabaknya enak banget, mas cobain.” Damaira menyuapkan satu potong martabak ke mulut Negan.
“Enak kan?” tanya Damaira meminta pembenaran.
“Iya, enak.”
‘Sebahagia itu kamu Ra, hanya martabak yang bahkan kamu bisa membuat atau membelinya sendiri, seumur-umur kita menikah bahkan aku baru pertama kali melihatmu tersenyum sebahagia ini,’ bisik hati Negan, namun dia langsung menepis pikiran itu jauh-jauh.
Suasana di antara Damaira dan Negan sedang menghangat, mereka seperti sepasang pengantin baru yang masih hangat-hangatnya memberi perhatian. Hingga suara ketukan pintu membuyarkan keromantisan mereka yang sedang saling menyuap martabak.
“Gan, Negan.”
Negan membukakan pintu untuk ibunya.
“Iya bu, ada apa malam-malam datang kemari?”
‘Ibu mengacaukan suasana saja,’ batin Negan.
“Ada apa, ada apa, masa ibu datang harus ada apa-apa dulu,” seloroh Laras. Laras langsung menuju ruang tengah.
“Makan apa kalian? Hah, martabak! Ini kan martabak mahal Gan, kamu tidak belikan untuk ibu tapi malah belikan untuk istrimu, keterlaluan kamu Gan, pilih kasih,” cicit Laras. Laras pun mengambil satu potong martabak kemudian memakannya.
“Negan bukan pilih kasih bu …”
“Halah, alasan kamu Gan, buktinya kamu tidak belikan untuk ibu dan adik-adikmu,” sungut Laras.
“Mana uang arisan ibu yang ibu minta tadi?” pinta Laras.
“Ya Allah, arisan apalagi bu, uang jatah ibu kan sudah Negan transfer semua.”
“Kurang, Gan. Ibu sudah bilang kalau sekarang ikut arisan emas, tapi kamu transfernya masih kurang.”
“Ya Allah bu, ibu pemborosan sekali.”
Mendengar perkataan itu, mata Laras menatap tajam pada Negan.
Empat bulan kemudian Isa dan Dina akhirnya menikah, setelah si kembar lahir kedunia dua bulan yang lalu.Keduanya memang sengaja mengambil waktu lebih lama, agar keluarga Damaira fokus lebih dulu pada si kecil Narendra dan Naela. Kembar yang begitu menggemaskan, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sama seperti Damaira dan Damaisa.Saat ini Isa sedang berada di depan penghulu dan juga Negan sebagai wali dalam pernikahannya dengan Dina. Dina sendiri masih menunggu di ruang rias yang tersedia tak jauh dari tempatnya berada.Deg-degan itu sudah pasti, entah sudah berapa kali pria datar itu menghela nafas untuk menetralkan kegugupan.Penghulu mulai melakukan serangkaian prosesi. Negan dan Isa berjabat tangan, prosesi ijab qabul di mulai.Dengan satu tarikan nafas akhirnya Damaisa Kurniawan telah menjadikan Findina Langit Senja binti Surya Cakrawala sebagai istrinya.Suasana haru tercipta, apalagi ketika pengantin wanita di bawa ke ruangan tersebut. Ucapan selamat dan doa terbaik diuc
“Ibu benar mau aku menikah? Dengan siapapun wanita pilihanku?” tanya Isa dengan wajah serius.Lestari diam sejenak sebelum menjawab.“Kamu masih ingin menikah dengan Dina?” tanya Lestari.“Iya, kalau Ibu memberi restu.”Lestari menghembuskan nafas pelan.“Kamu tidak ada wanita lain?”“Belum ada, Bu. Kalau Ibu menginginkan wanita lain, mungkin butuh waktu lebih lama.”“Kamu sungguh-sungguh menyukai wanita itu?”Dalam guratan wajah Isa masih tersirat sedikit keraguan.“Mintalah dulu petunjuk pada sang Pemilik Hati, Sa. Ibu tidak mau kalau kamu memiliki maksud tertentu menikahi Dina, seperti balas dendam.”Isa masih diam, mencoba membuka lembar demi lembar memori mengapa dia ingin menikahi Dina.“Kalau kamu sudah mendapatkan kemantapan hati ingin menikahi Dina karena untuk beribadah dan mencintainya, Ibu akan restui,” ujar Lestari.Isa justru bergelung dengan hatinya sendiri, antara maju atau mundur.“Baik, Bu. Isa akan pikirkan baik-baik dan juga minta petunjuk sama Tuhan.” Benar itu ad
Satu tahun kemudian.Kebahagiaan demi kebahagiaan semakin terlimpah di keluarga Mahesa dan Damaira. Sakit dan luka di masa lalu perlahan hanya menjadi sebuah butiran yang terhempas karena tiupan angin.Setelah beberapa bulan lalu Mahesa dan Damaira pergi ke Jerman untuk bulan madu, tak lupa mengajak anak-anak untuk turut serta. Sekarang Wanita itu telah berbadan dua.Bukan, tapi tiga. Ya, Damaira hamil anak kembar. Karena faktor keturunan, hamil anak kembar sangat mungkin terjadi.Di sisi lain, di kota Makassar, Nindi dan Dion juga tengah merasakan kebahagiaan yang sama. Nindi akhirnya hamil, bahkan beberapa bulan lebih dulu dari Damaira.Kabar itu diberikan langsung oleh Nindi pada Damaira. Rezeki memang unik, Tuhan akan memberikan di waktu yang tepat. Di saat semua permasalahan hati di masa lalu selesai, akan tubuh cinta yang baru.Tak kalah membahagiakan Isa juga telah resmi membuka kantor perusahaan sendiri di Jakarta. Karyawannya masih terdiri dari beberapa orang. Pria itu semaki
Beberapa minggu berlalu pernikahan Nindi dan Dion pun sudah terlaksana. Meski hanya sederhana keduanya terlihat bagaimana.Di hari Minggu yang cerah itu, Nindi dan Dion berkunjung ke rumah Mahesa, dengan harapan keluarga itu berada di rumah Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah Keysha. Nindi benar-benar bertekad ingin berbaikan dengan anak itu. Dia ingin sekali mendapatkan maaf dari bocah berusia 12 tahun itu.Ya, kurang lebih 12 tahun Nindi meninggal Keysha. Nindi pikir semuanya akan baik-baik saja, ternyata Tuhan memiliki takdir yang sudah ditetapkan untuk mereka.“Oh, Mbak Nindi dan Mas Dion, apa kabar kalian? Selamat ya atas pernikahannya. Kami senang mendengar kabar tersebut.”Damaira dan Mahesa menyambut kedatangan sepasang pengantin yang baru saja rujuk itu.“Kabar baik, Ira. Terima kasih. Maaf kami tidak mengadakan acara apapun.”“Jadi–” Nindi menjeda kalimatnya dan melihat ke arah suaminya, Dion pun mengangguk dan tersenyum.“Jadi, kedatangan kami kemari untuk bertemu deng
Pertanyaan yang seperti memojokkan Citra, membuat dia sejenak berpikir untuk mencari kalimat yang tepat dan mematahkan tuduhan pria itu.“Apa aku ada hak menolak perjodohan ini?”Citra justru bertanya, bukan menjawab pertanyaan Ardi.“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Ardi seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.“Kamu mau jawaban jujur atau jawaban yang menyenangkan hatimu?” tanya Citra.Sepasang anak manusia itu terus saling melempar pertanyaan tanpa ada yang mau menjawab.“Jujur.”“Baiklah kalau begitu aku tidak akan sungkan,” kata Citra. Ardi pun mempersilakan Citra untuk mengatakan segala unek-uneknya.“Aku justru beranggapan Kak Ardi-lah yang menolak perjodohan ini. Kenapa? Seperti yang sudah sedikit aku singgung tadi, kamu tak pernah bersikap baik kepadaku, menyapaku pun hampir tidak pernah, ketika kita berpapasan lebih banyak kamu seperti menganggapku orang asing, kita tidak saling kenal, padahal aku selalu tersenyum padamu sebagaimana junior kepada seniornya.”
“Mbak, apa di depan atau di sekitar sini ada Pak Negan?” tanya seorang dokter kepada perawat.“Sebentar saya lihat dulu, dok.”“Kalau misal ada bilang, suruh ke ruangan, dokter Maulana mencari,” kata dokter Maulana.“Baik, dok.”Perawat itu keluar dari ruangan kemudian mengedarkan pandangan mencari Negan.Negan cukup cukup terkenal di karangan dokter, perawat, orang-orang penting di rumah sakit, dan juga marketing yang lainnya. Apalagi setelah pria itu mengalami kecelakaan namanya making disebut-sebut.“Nah itu dia si duda keren,” monolog perawat itu setelah melihat keberadaan Negan.“Selamat siang menjelang sore Mas Negan,” sapa perawat itu.“Eh, Iya, Mbak. Ini masih siang bolong,” balas Negan. Wanita itu terkekeh pelan.“Mas Negan dicari sama dokter Maulana, ditunggu di ruangannya.”Negan mengernyitkan keningnya, kemudian bertanya, “ada apa ya, Mbak?”“Kurang tahu Mas, Mas datang saja ke ruangan beliau.”“Terima kasih Mbak informasinya.”“Sama-sama Mas, mari.” Negan mengangguk horma