Share

Bab 2. Pengakuan yang Mengejutkan

Dari dalam kamar terdengar suara Dewi yang tertawa manja penuh kemenangan. Sofia mengangkat wajah yang masih bersimbah air mata. Menatap nyalang pada pintu kamar yang telah tertutup rapat dengan lampu yang sudah dipadamkan. Sofia bangkit dari duduk, melangkah ke arah dapur. Tangannya meraih sebuah kursi kayu, lalu menyeret benda itu sampai di depan kamar. Entah kekuatan dari mana, diangkatnya kursi kayu itu tinggi-tinggi, hendak diban tingnya pada pintu kamar yang tertutup rapat.

Ingin rasanya Sofia mendobrak pintu kamarnya yang tertutup. Biar dua orang yang sedang bermesraan di dalam sana jadi terganggu. Namun, wanita itu berubah pikiran dan terpaksa mengurungkan niat. Ia tak mau sikapnya yang penuh amarah hanya akan menjadi bahan tertawaan dan ejekan perempuan yang telah memenangkan hati sang suami.

Sofia yang berhasil mengendalikan diri dari amarah yang memuncak, akhirnya menurunkan kursi yang sempat terangkat. Tangannya bergerak mengelus dada berulangkali sambil bibirnya mengucap sesuatu untuk menenangkan diri. Mata indahnya kembali berair saat mengingat nasib pernikahan yang entah akan bernasib seperti apa nanti. Sofia kembali terduduk lemas di atas lantai keramik yang dingin. Tangannya ia tangkupkan untuk menutupi wajah. Bahunya bergerak turun naik menahan sesak dalam dada.

Kembali ia teringat akan pengakuan suami beberapa waktu lalu. Haris yang saat itu baru saja pulang dari rumah orang tuanya, langsung menemuinya dan mengutarakan niat.

"Aku ingin menikah lagi," ucap Haris seolah tanpa beban.

Sofia yang sejak tadi menunggu kepulangan suami, hanya bisa terdiam. Hatinya seketika berderak patah mendengar pengakuan suami yang tiba-tiba. Apa yang dikatakan oleh lelaki yang begitu dicintai membuatnya seperti terempas ke jurang yang sangat dalam.

Selama beberapa saat lamanya Sofia terdiam, sampai akhirnya ia memberanikan diri untuk mengangkat wajah. Menatap dalam pada manik hitam yang tak lagi memancarkan keteduhan.

"Siapa ... siapa perempuan itu?" tanya Sofia dengan suara bergetar. Sekuat tenaga ditahannya kaca-kaca yang mulai mengaburkan pandangan.

"Kau mengenal bahkan sering bertemu dengannya." Haris menjawab pertanyaan sang istri dengan tenang, seolah ini hanyalah perkara biasa yang tidak perlu dipermasalkan dan bukan hal yang perlu dibesar-besarkan.

Sofia kembali menunduk. Serasa ada tangan besar tak kasat mata yang mere mas jantung. Dadanya kembali sesak hingga membuatnya kesulitan bernapas. Sofia memang sudah merasakan perubahan Haris belakangan ini. Namun, dia tidak menyangka lelaki yang dulu begitu memuja akan mengatakan hal seperti itu, tepat menjelang ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. 

"Jangan membuatku bertanya-tanya Mas, katakan saja siapa dia."

"Dia Dewi, janda Mas Adam." Jawaban Haris berhasil membuat Sofia merasa seperti tertusuk ribuan jarum. Menorehkan luka yang begitu dalam. Hingga yang terasa hanyalah perih yang tak berkesudahan.Tentu saja dia sangat mengenal perempuan itu.

"Aku banyak berhutang budi pada almarhum Mas Adam. Dia sangat berjasa padaku. Dialah yang membantu membiayai kuliahku hingga akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan dan sukses seperti sekarang. Anak yang dia tinggalkan baru berumur dua tahun, butuh sosok seorang ayah."

"Mas, aku tahu kalau semua anak butuh kasih sayang seorang ayah, tapi haruskah dengan cara seperti ini? Kau seorang paman dan satu-satunya saudara laki-laki Mas Adam, wajib bagi Mas untuk ikut bertanggungjawab memikirkan masa depan keponakanmu. Aku tidak akan melarang jika Mas menanggung biaya hidup dan sekolah anak itu nantinya, tapi tidak dengan cara menikahi ibunya." Sofia tak bisa lagi menahan perasaannya. Air mata yang sejak tadi berusaha ditahan akhirnya tumpah membasahi wajah.

Sebagai seorang istri, Sofia merasa belum mampu untuk menjalankan syariat yang satu itu. Baginya itu terlalu berat. Membayangkannya saja ia sudah tak mampu apalagi harus menjalani dalam kehidupan nyata. Hidup berbagi suami dengan perempuan lain bukanlah perkara mudah, terlebih dengan seorang wanita yang dikenal. Itu jelas akan membuat hatinya sangat hancur. Hanya karena hutang budi dan rasa kasihan pada keponakan yang masih kecil, menjadi alasan Haris ingin menikahi janda sang kakak.

Sofia tahu, Dewi kerap datang ke rumah mertua untuk mengadu perihal keadaannya usai ditinggal suami untuk selamanya. Wanita itu selalu curhat pada ibu mertua tentang kehidupannya yang sekarang. Tentang sulitnya membesarkan anak seorang diri, dan tentang beratnya bekerja serabutan seperti yang ia jalani belakangan ini. 

Apa yang disampaikan oleh Dewi, berhasil membuat sang mertua merasa iba dan kasihan pada wanita itu. Dewi yang sebelumnya tinggal terpisah, akhirnya diminta untuk tinggal menetap di rumah milik orang tua almarhum suaminya. Tak susah bagi Dewi untuk mengambil hati sang mertua, sebab sejak dulu Dewi adalah menantu kesayangan. Menantu yang telah memberikan cucu pada orang tua Haris yang telah lama menantikan kehadiran cucu. Berbeda dengan Sofia yang menikah lebih dulu, tapi belum juga dikaruniai anak.

Kehadiran Dewi di rumah mertua membuat semuanya perlahan mulai berubah. Haris yang semenjak kepergian kakaknya lebih sering berada di rumah orang tua, menjadi semakin betah. Laki-laki itu semakin sering bermalam di rumah ibunya tanpa menghiraukan Sofia yang menunggu di rumah sepanjang malam. Haris lebih sering menghabiskan waktu senggang dan hari libur bersama keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu daripada pulang ke rumah. 

Entah bagaimana awalnya, mertua Sofia lalu merencanakan sebuah pernikahan untuk mantan menantunya itu. Mereka kasihan melihat kondisi kehidupan Dewi yang memprihatinkan semenjak ditinggal suami. 

Dan Haris, laki-laki perhatian dan penyayang yang selama ini dianggap Sofia sebagai suami yang paling baik dan setia, akhirnya termakan bujukan orang tuanya untuk menikahi Dewi, janda sang kakak. Mereka sepakat untuk menyelamatkan seorang menantu tanpa mempedulikan perasaan menantu lainnya yang akan dimadu.

Meskipun awalnya itu hanyalah keinginan orang tua, tapi seiring berjalannya waktu dan seringnya Haris dan Dewi bertemu di dalam rumah yang sama, Haris ternyata juga menginginkan perempuan yang selalu berpenampilan seksi itu. Perasaan iba akhirnya berhasil menumbuhkan benih-benih cinta di hati Haris.

Dari jendela kamarnya, beberapa kali Sofia menyaksikan Haris sedang asyik bercengkrama dengan Dewi--janda sang kakak. Rumah Sofia dan mertua hanya dipisahkan oleh sepetak tanah kosong yang ditumbuhi ilalang.

Pernah juga suatu malam, Sofia mendapati suami yang sangat dicintainya itu sedang berboncengan dengan Dewi entah ke mana. Dengan mata kepalanya sendiri, Sofia menyaksikan perempuan itu melingkarkan tangan dan memeluk mesra pinggang Haris layaknya pasangan suami istri. 

Sofia tak mau berburuk sangka walau hatinya terusik. Dia menganggap kalau Dewi hanyalah saudara ipar yang butuh perlindungan dan dukungan. Sofia percaya bahwa laki-laki yang sangat dicintai itu tidak akan berkhianat. Hingga pengakuan Haris sore itu membuat ia benar-benar terguncang. Dia tak menyangka kalau hubungan Dewi dan Haris bukanlah sekadar hubungan antar ipar, tapi lebih dari itu. Dan apa yang diucapkan oleh Haris membuat Sofia seolah terhempas ke dalam jurang yang sangat dalam dan membuatnya hancur berkeping-keping.

"Kau mengizinkan atau tidak, aku tetap akan menikahinya."

Air mata Sofia kembali jatuh saat menyadari pernikahan itu telah terjadi beberapa jam yang lalu. Hatinya bertambah sakit karena kedua orang yang tak punya perasaan itu sedang memadu kasih di dalam kamar pribadinya. Dari tempatnya berada, Sofia bisa mendengar suara manja perempuan di dalam kamar. Dua orang manusia di dalam sana seolah tak peduli pada hati yang panas dan sakit karena perbuatan mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status