Share

Bab 10 - Kalian Punya Masa Lalu yang Sama

Author: Anidania
last update Last Updated: 2025-08-24 22:26:32

“Aruna …” aku kembali menyebut nama itu pelan, hampir seperti bisikan doa untuknya.

Suster Rini mengangguk kecil. Matanya menatapku lama, lalu menggeleng tipis seolah tengah menimbang sesuatu. “Saya, boleh nanya sesuatu?”

Aku menoleh dengan alis yang berkerut. “Iya, Sus … apa ya?”

“Kalau boleh tahu, kamu aslinya dari mana? Maksudnya, asal-usulmu, gitu. Soalnya … aku masih kepikiran dari pas pertama ngeliat kamu, wajahmu mirip banget sama Nyonya Aruna ... kayak bukan cuma sekadar mirip biasa. Rasanya kayak … ada hubungannya, ditambah Kenzo yang langsung lengket sama kamu padahal belum pernah ketemu kan?”

Nafasku tercekat. Pertanyaan itu membuat tenggorokanku kering seketika, bibirku sempat terbuka, tapi kata-kata tak kunjung keluar, aku menelan ludah dengan susah payah.

Melihat reaksiku, Suster Rini buru-buru tersenyum tipis, mencoba meredakan suasana. “Maaf ya kalo aku kepo. Soalnya selama ini aku yang paling sering sama Kenzo, dan sekarang ngeliat dia bisa secepat ini deket sama kamu … rasanya nggak biasa, gitu,” jelasnya meralat pertanyaannya.

Aku menghela napas panjang, lalu memeluk diriku sendiri. “Aku … nggak tahu harus jawab apa, Sus. Yang jelas … aku bukan siapa-siapa dan aku nggak kenal sama keluarga ini atau bahkan Aruna.”

Suster Rini menatapku sejenak, lalu ia menganggukkan kepalanya. “Hm … mungkin sekarang kamu emang bukan siapa-siapa. Tapi bisa jadi … kamu orang yang Tuhan pilih buat ngisi ruang kosong di hati Kenzo yang selama ini nggak pernah ada yang sanggup ngisi, termasuk aku sebagai susternya.”

Aku kembali terdiam cukup lama setelah mendengar penjelasan Suster Rini. Rasanya ruang kamar ini semakin terasa sesak, bukan hanya karena cerita masa lalu Raynard yang cukup memilukan, tapi juga karena ada sesuatu yang terus menghantui dadaku sendiri.

Aku menghembukan napas pelan, menimbang apakah aku harus menceritakan ini atau tidak ... tapi, detik berikutnya, aku menatap Sus Rini mantap, “Aku juga … sebenarnya baru aja cerai,” ujarku berbisik, tapi cukup bisa didengar oleh Suster Rini yang kini menoleh penuh perhatian.

“Kami udah lima tahun menikah, dan berhubungan dari awal kuliah” lanjutku dengan  nada getir. “Tapi entah gimana ceritanya … dia bisa ngehamilin sepupu jauhnya sendiri. Dan tadi pagi … aku baru tahu kalau mereka diam-diam udah ngurus surat cerai aku, tanpa bilang apa-apa ke aku,” jelasku mencoba tetap tegar. “Jadi mungkin … wajar ya kalau aku merasa hancur banget. Sementara di depan orang-orang aku cuma bisa pura-pura kuat, bahkan aku aja kerja gara-gara nggak sengaja ketemu Bu Ratih terus di ajak sma dia. Karena, aku juga nggak dibolehin bawa barang-barang termasuk semua dokumen dari rumah ... rumah yang kami beli dengan uang tabungan kami berdua.”

Suster Rini menatapku lama, “Kamu nggak papa?” tanyanya dengan nada khawatir.

Aku menggigit bibir bawahku, lalu menggelengkan kepala, pelan. “Nggak ada yang nggak papa setelah kehilangan dan dihancurkan, kan? Tapi ... aku sadar, aku harus tetep berdiri di kakiku sendiri, walaupun rasanya susah banget dan lebih pengen menyerah.”

“Aku tahu kamu wanita yang kuat, dan aku percaya kamu bisa bangkit dari masalah ini.” Sus Rini bergerak menepuk pahaku, memberikan semangat kepaaku. “Tapi, liat, deh … ternyata kamu sama Tuan Raynard itu mirip.”

Aku menatapnya sedikit bingung. “Mirip gimana, Sus?”

“Ya ... kalian berdua sama-sama kehilangan, sama-sama ditinggal orang yang dulu dianggap sebagai rumah ... Bedanya … Tuan Raynard kehilangan istrinya karena maut. Sementara kamu … ditinggal karena sebuah pengkhianatan.”

Dadaku terasa sesak mendengar perbandingan yang tak sebanding itu. Ada bagian diriku yang ingin menyangkal, tapi justru kejadian itu semakin terasa nyata.

"Tetep beda ah, Sus." ujarku menolak. "Dia kan ... maksudnya nggak ngelakuin kesalahan apapun dan ngak ngerasa dirinya disakitin, kan? Kalau aku ... kayak sampa aja dibuatnya."

Suster Rini tersenyum tipis, lalu meraih totebag yang ia letakkan di sisi ranjang. “Makanya … nggak apa-apa kalau kamu ngerasa capek. Untuk sore ini, kamu bisa istirahat dulu di kamar tamu. Aku sudah bawain totebag kamu di mobil tadi. Barang-barangmu ada di sini, cuma ini kan?”

"Aku di sini aja, deh, Sus, nggak enak."

Ia tersenyum, "Kenapa? Kan nggak papa, nanti aku yang bilang sama Tuan Raynard. Dia juga nggak bakal nolak, kok. Apalagi kalo buat anaknya."

Aku masih terpaku, belum sempat merespons karena aku pikir ia hanya membawakan barang milik Kenzo, lalu buru-buru bertanya, “Tapi tetap aja, Sus … aku nggak punya hak buat ada di sini. Rasanya kayak salah banget apa lagi aku udah cukup bikin repot dari tadi.”

“Tenang.” Suster Rini terkekeh kecil, berusaha menenangkanku. “Anak itu tidur pulas kalau Tuan Raynard udah di dekatnya. Lagian, ada aku juga yang bakal jagain di sini. Kamu jangan terlalu mikirin yang bukan-bukan. Istirahatlah dulu … biar tenagamu lebih cepat pulih.”

Aku spontan menggeleng, menolak permintaan yang terdengar berlebihan itu. “Nggak, Sus. Aku … aku nggak bisa, deh. Aku cuma tamu nggak penting yang nggak sengaja ke bawa aja, nanti malah kayak numpang seenaknya gitu,” tolakku sungkan. “Aku mau pamit aja nanti kalau Kenzo udah bangun, dan nyoba kasih pengertian lagi sama dia.”

“Tapi kamu capek banget, loh. Lihat wajahmu itu.” Suster Rini menatapku iba.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 19 - Pertemuan Tak Terduga

    “Jangan sampai dia merasa kehilangan sosok ayah, meskipun saya nggak ada di sini,” ucapnya singkat setelah menimbang beberapa saat.Aku menelan ludahku sendiri, mencoba menyembunyikan debaran di dadaku yang semakin keras. “Baik, Tuan. Saya akan berusaha,” janjiku, menganggukkan kepalaku sekali.Dengan satu helaan napas panjang, Raynard melangkah keluar, tannpa kata perpisahan sedikitpun untuk ... ya, Kenzo. Pintu tertutup dengan pelan, meninggalkan keheningan yang langsung memenuhi seisi ruangan. Tatapanku tertoleh pada Kenzo yang masih menatap pintu dengan wajah yang semakin sendu, membuat mobil-mobilannya terhimpit erat dalam genggamannya.Bocah kecil itu akhirnya menoleh padaku, dengan mata yang terus menahan kepedihan. “Monty ... Daddy pulang lagi kan?” tanyanya polos, suaranya yang lirih membuat hatiku seolah diremas oleh rasa sakit yang tak terhingga.Aku berjongkok, menyejajarkan badanku dengannya, menangkup pipinya dengan lembut seraya menganggukkan kepalaku pelan. “Iya, Sayan

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 18 - Berpamitan

    Pagi hari kembali menyapa, menampakkan cahaya matahari yang menembus melalui tipis tirai di jendela kamar. Aku baru saja selesai merapikan tempat tidur ketika suara langkah kecil terdengar dari luar kamarku. Pintu kamar terbuka dengan perlahan membuatku menoleh, di ambang pintu, menampakan wajah Kenzo yang masih setengah mengantuk, rambutnya berantakan, dan boneka kecilnya tergenggam erat di tangan mungilnya.“Monty ...,” panggilnya pelan sambil menyeret langkahnya masuk.Aku memaksakan senyum, walaupun masih terkejut dengan kedatangannya, lalu buru-buru berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambutnya. “Kenzo, udah bangun? Kenapa nggak sama Sus Rini?” tanyaku mengusap rambutnya.Bocah itu menggelengkan kepala, sementara matanya kembali berkaca-kaca. “Aku nggak mau pergi kalau Monty nggak ikut ...,” ujarnya dengan lirih.Aku kembali terdiam, hatiku tercekat melihat wajah mungil itu yang selalu menunjukkan ketulusan. “Kenzo ... kan semalem kamu udah janji sama Monty kalau kamu mau

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 17 - Ajakan Ke Luar Negeri

    Raynard menyipitkan matanya dan menatapku dari spion kecil, lalu menggelengkakn kepala. “Kalau kau tidak pantas, saya tidak akan pernah menawari kontrak itu. Kau hanya harus belajar untuk percaya ... entah pada dirimu, atau pada saya, dan orang lain.”Deg. Ada sesuatu yang menohok tepat di dadaku, kata ‘percaya’ yang selama ini aku sematkan pada keluargaku ... namun pada kenyataannya, mereka mengkhianatiku dengan rasa sakit yang luar biasa. Aku buru-buru memalingkan wajahku, berusaha menyembunyikan perasaan yang membuncah entah apa namanya.Tak lama kemudian keadaan mobil menjadi hening sampai pada akhirnya mobil berhenti tepat di halaman rumah. Aku buru-buru meraih tas kecilku dan menyelempangkan di pundak, sementara satu tanganku meraih tangan Kenzo untuk kugenggam, aku bersiap membuka pintu, tapi belum sempat aku membkanya, pintu di sampingku sudah lebih dulu terbuka dari luar membuatku sedikit terlonjak. Raynard berdiri di sana, dengan badan yang tegap dan tatapan dingin, tapi tan

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 16 - Tidak Pantas

    “Pak Bayu,” panggil Raynard datar begitu melihat Pak Bayu memasuki ruangan yang sama seperti kemarin. “Saya yang membawa Safira ke sini. Mulai hari ini, dia tidak lagi bekerja di mall ini. Saya akan menyelesaikan semua urusannya dengan pihak Anda.”Pak Bayu tampak terperanjat, menoleh ke arahku dengan wajah kaget bercampur bingung. “S-Safira? Maksudnya ... kamu berhenti kerja?” tanyanya setengah tak percaya.Aku hanya bisa menundukkan kepalaku, dan jemariku meremas tangan kecil Kenzo lebih erat. Aku tak ingin mengatakan apapun, sungguh, aku tak ingin membuat masalah yang lebih buruk.“Kalau perlu, saya akan menebus kontraknya. Yang penting, mulai sekarang Safira bekerja di rumah saya,” jelas Raynard sekali lagi.Pak Bayu menatapku lekat-lekat, lalu buru-buru berbalik menatap Raynard. “Maaf Pak, tapi—Safira baru saja kami terima kemarin. Dia bahkan belum bekerja sehari penuh, kalau tiba-tiba langsung diambil begini ...,” jelas Pak Bayu terpotong, suaranya terdengar berat, lebih seperti

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 15 - Putus Kerja

    Aku menunduk kepala makin dalam, mencoba mencerna kata-katanya, sementara nafasku berhembus tak beraturan selaras dengan rasa tenang yang tak bisa kumiliki.“Kau tidak berhutang budi pada mereka,” ujar Raynard dengan tegas. “Kau membutuhkan pekerjaan, sementara mereka butuh pekerja—sederhana. Tidak ada yang perlu kau sesali dengan keputusan yang akan kau ambil.”Aku mengangkat kepalaku sedikit, menatapnya dengan penuh keraguan. “Tapi ... bukankah itu keterlaluan, Tuan? Saya merasa seperti orang yang ... tidak tahu diri,” cicitku mengeluarkan keresahan.Rahang Raynard mengeras begitu ia mendengar ucapanku, lalu ia menggeleng dengan pelan. “Bukan kau yang tidak tahu diri, Safira. Saya yang tidak akan membiarkan seseorang yang kubutuhkan ... terbuang sia-sia.” Tangannya bergerak membuka laci meja dan mengeluarkan sebuah map berwarna hitam, terdengar begitu misterius.“Saya sudah menyiapkan kontrak untukmu,” ucapnya singkat.Aku menatap map itu dengan ragu, lalu menatap pria itu sejenak

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 14 - Tawaran Kontrak

    Tubuhku langsung menegang begitu mendengar ucapannya, refleks aku menatap wajahnya dan membuat sendok di tanganku hampir terlepas. “D-dengan saya, Tuan?” tanyaku tergagap.Raynard hanya mengangguk sekali. “Ya. Denganmu.”Aku menganggukkan kepala cepat, berusaha menyembunyikan rasa gugup yang jelas terpampang nyata di wajahku. “B-baik, Tuan,” sahutku lirih.Begitu kami semua selesai menyantap makanan, Kenzo buru-buru berlari kecil ke ruang keluarga sambil membawa mainannya dan berteriak memanggil Sus Rini. Tersisa aku dan Raynard yang sama-sama dilanda rasa canggung, tanganku bergerak ikut merapikan piring, tapi sebelum membawanya ke dapur, Raynard kembali bersuara.“Letakkan saja. Biar orang rumah yang membereskan,” ujarnya singkat.Aku terdiam sejenak, kemudian menunduk patuh. “Baik, Tuan ....”“Sekarang ikut saya.”Aku mengangguk sekali lagi, kini langkah kakinya terdengar mantap menuju ke lantai atas, sementara aku masih menatap punggungnya yang begitu tegap.“Ehm,” dehamnya membua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status