Share

Bab 9 - Nyonya Aruna

Author: Anidania
last update Last Updated: 2025-08-23 23:20:13

Mobil ini akhirnya berhenti di depan sebuah gerbang besi tinggi yang terbuka perlahan setelah sensor otomatis mengirimkan signal. Begitu melewati pintu gerbang, mataku langsung terbelalak, mulutku sedikit terbuka, takjub. Rumah? Tidak. Itu lebih mirip istana modern dengan halaman luas, lampu-lampu taman yang berjejer rapi, dan bangunan besar bergaya minimalis dengan kaca yang menjulang tinggi. Bahkan, rumah Mas Alvin sebelumnya tak semewah ini.

“Turun, dan ikuti saya. Biar dia tetap di gendonganmu,” ucapnya singkat begitu mobil berhenti tepat di depan pintu utama.

Aku mengangguk cepat, lalu membawa Kenzo turun dari mobil dengan hati-hati. Bocah itu hanya menggeliat sebentar sebelum kembali tenggelam dalam tidurnya, wajah mungilnya terlihat damai, seolah ia ada dipelukan orang terkasihnya. Langkahku bergerak mengikuti Raynard yang kini memasuki sebuah kamar yang kuyakini sebagai kamar Kenzo.

“Taruh dia di sini,” ucap Raynard singkat dengan menunjuk ranjang.

Dengan hati-hati, aku membaringkan Kenzo di atas kasur empuk itu. Bocah itu meringkuk, menarik selimut dengan tangannya sendiri, seolah sadar ia berada di tempat yang aman.

"Eungh," eluhnya mencari posisi yang nyaman.

Aku menepuk pahanya lembut, "Huust," ujarku pelan.  Setelahnya, aku berdiri canggung di sisi ranjang, menatapnya sebentar sebelum tatapanku mengarah pada sebuah pigura yang tergantung di dinding, potret seorang wanita muda dengan senyum yang lembut, tatapannya teduh, berhasil membuatku tercekat… wajah itu mirip sekali denganku.

Tubuhku membeku, seakan kehilangan tenaga dalam waktu singkat. “Astaga …” bisikku lirih, jari-jariku terangkat perlahan, hendak menyentuh permukaan kaca pigura itu.

“Jangan sentuh.”

Aku terlonjak kaget dan refleks menurunkan tanganku tergesa, lalu aku menoleh dan mendapati Raynard yang masih berdiri di ambang pintu kamar.

Aku menyembunyikan tanganku terburu-buru seolah takut ketahuan, kepalaku menunduk lalu kembali mendongak menatapnya. “Dia  ... siapa?” tanyaku dengan suara lirih.

“Kamu tak perlu tahu,” ujarnya berlalu meninggalkanku seorang diri.

Tetapi, suara berat Raynard seolah masih menggema di kepalaku. “Kamu tak perlu tahu.” Mataku kembali menatap wanita itu, mengamati senyumnya yang terlihat begitu tulus.

“Itu … almarhumah Nyonya.” Aku menoleh cepat, dan mendapati Suster Rini yang tengah berdiri dengan membawa perlengkapan Kenzo saat di mall tadi. “Beliau meninggal sewaktu ngelahirin si kecil Kenzo. Habis itu… Tuan Raynard mulai berubah, dia menarik diri, memilih tinggal di luar negeri dan ... ya jadi kayak Tuan yang sekrang itu.”

Aku menatapnya penuh tanda tanya, tapi bibirku tak mampu untuk mengeluarkan berbagai pertanyaan yang tertancap jelas di benakku.

Suster Rini menghela napas panjang, lalu duduk di kursi dekat ranjang Kenzo. “Kamu pasti kaget ya ngeliat fotonya,” katanya sambil menatapku penuh pengertian. "Emang mirip banget sama kamu, cuma beda di bentuk rambut dan tahi lalatnya aja," jelasnya dengan menatapku dan pigura itu bergantian.

Aku hanya bisa mengangguk, jujur masih bingung gimana harus bereaksi.

“Dulu, Tuan Raynard itu orangnya beda banget, dia sosok yang hangat, ramah, gampang ketawa,” ujarnya bercerita. “Tapi sejak istrinya meninggal … dunia beliau kayak runtuh gitu aja. Bayangin deh, perempuan yang paling dia cintai tiba-tiba pergi dari hidupnya tanpa pamit dan tanpa perpisahan, dan dia juga ninggalin bayi kecil yang butuh kehadirannya sepenuhnya.”

Aku menelan ludah dengan susah payah, rasanya dadaku ikutan sesak. Tatapanku berganti menatap Kenzo yang kini tengah tertidur pulas. Membayangkan bagaimana bocah kecil ini menjalani hidup tanpa sosok ibu di sampingnya.

“Waktu itu Tuan sempet nggak karuan, di sisi lain dia marah sama takdir, sama dirinya sendiri juga yang nggak bisa jagain Nyonya. Tapi di sisi lain anaknya butuh sosoknya yang tetap kuat buat ngelindungi dia di hari-hari pertama di dunia. Sampe akhirnya dia bawa Kenzo ke luar negeri. Katanya, biar nggak terus-terusan ngadepin bayangan masa lalunya di sini.”

Aku mengangguk paham, tapi tak ingin merespon apapun ... membiarkan Suster Rini memberikan sedikit gambaran tentang masa lalu Kenzo, terutama.

“Makanya, sekarang beliau keliatan dingin kayak gini. Tapi sebenernya … itu cuma cara dia biar bisa bertahan. Dan baru sebulan ini mereka balik ke Indonesia. Jadi jangan heran kalo bahasa Indonesianya agak kaku.”

Aku menunduk, tiba-tiba merasa bersalah sudah menilai dia macam-macam. Tapi di sisi lain, hatiku juga campur aduk—karena Kenzo malah lengket ke aku, seolah aku bayangan dari sosok yang sudah nggak ada.

"Aruna ... Nyonya Aruna, biasa kami memanggil."

Aku mengulangnya pelan, “Aruna …” Nama itu terdengar indah sekaligus getir di telingaku.

Suster Rini menghela napas panjangnya. “Beliau satu-satunya wanita yang pernah dicintai  oleh Tuan Raynard seumur hidupnya. Dan sampai sekarang … bayangan beliau nggak pernah benar-benar hilang dari hati Tuan.”

Deg. Hatiku mencelos, bolehkah aku iri padanya? Aruna, kau begitu sempurna, dicintai oleh lelaki hebat dan anak yang selalu mengingatmu. sementara aku?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 19 - Pertemuan Tak Terduga

    “Jangan sampai dia merasa kehilangan sosok ayah, meskipun saya nggak ada di sini,” ucapnya singkat setelah menimbang beberapa saat.Aku menelan ludahku sendiri, mencoba menyembunyikan debaran di dadaku yang semakin keras. “Baik, Tuan. Saya akan berusaha,” janjiku, menganggukkan kepalaku sekali.Dengan satu helaan napas panjang, Raynard melangkah keluar, tannpa kata perpisahan sedikitpun untuk ... ya, Kenzo. Pintu tertutup dengan pelan, meninggalkan keheningan yang langsung memenuhi seisi ruangan. Tatapanku tertoleh pada Kenzo yang masih menatap pintu dengan wajah yang semakin sendu, membuat mobil-mobilannya terhimpit erat dalam genggamannya.Bocah kecil itu akhirnya menoleh padaku, dengan mata yang terus menahan kepedihan. “Monty ... Daddy pulang lagi kan?” tanyanya polos, suaranya yang lirih membuat hatiku seolah diremas oleh rasa sakit yang tak terhingga.Aku berjongkok, menyejajarkan badanku dengannya, menangkup pipinya dengan lembut seraya menganggukkan kepalaku pelan. “Iya, Sayan

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 18 - Berpamitan

    Pagi hari kembali menyapa, menampakkan cahaya matahari yang menembus melalui tipis tirai di jendela kamar. Aku baru saja selesai merapikan tempat tidur ketika suara langkah kecil terdengar dari luar kamarku. Pintu kamar terbuka dengan perlahan membuatku menoleh, di ambang pintu, menampakan wajah Kenzo yang masih setengah mengantuk, rambutnya berantakan, dan boneka kecilnya tergenggam erat di tangan mungilnya.“Monty ...,” panggilnya pelan sambil menyeret langkahnya masuk.Aku memaksakan senyum, walaupun masih terkejut dengan kedatangannya, lalu buru-buru berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambutnya. “Kenzo, udah bangun? Kenapa nggak sama Sus Rini?” tanyaku mengusap rambutnya.Bocah itu menggelengkan kepala, sementara matanya kembali berkaca-kaca. “Aku nggak mau pergi kalau Monty nggak ikut ...,” ujarnya dengan lirih.Aku kembali terdiam, hatiku tercekat melihat wajah mungil itu yang selalu menunjukkan ketulusan. “Kenzo ... kan semalem kamu udah janji sama Monty kalau kamu mau

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 17 - Ajakan Ke Luar Negeri

    Raynard menyipitkan matanya dan menatapku dari spion kecil, lalu menggelengkakn kepala. “Kalau kau tidak pantas, saya tidak akan pernah menawari kontrak itu. Kau hanya harus belajar untuk percaya ... entah pada dirimu, atau pada saya, dan orang lain.”Deg. Ada sesuatu yang menohok tepat di dadaku, kata ‘percaya’ yang selama ini aku sematkan pada keluargaku ... namun pada kenyataannya, mereka mengkhianatiku dengan rasa sakit yang luar biasa. Aku buru-buru memalingkan wajahku, berusaha menyembunyikan perasaan yang membuncah entah apa namanya.Tak lama kemudian keadaan mobil menjadi hening sampai pada akhirnya mobil berhenti tepat di halaman rumah. Aku buru-buru meraih tas kecilku dan menyelempangkan di pundak, sementara satu tanganku meraih tangan Kenzo untuk kugenggam, aku bersiap membuka pintu, tapi belum sempat aku membkanya, pintu di sampingku sudah lebih dulu terbuka dari luar membuatku sedikit terlonjak. Raynard berdiri di sana, dengan badan yang tegap dan tatapan dingin, tapi tan

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 16 - Tidak Pantas

    “Pak Bayu,” panggil Raynard datar begitu melihat Pak Bayu memasuki ruangan yang sama seperti kemarin. “Saya yang membawa Safira ke sini. Mulai hari ini, dia tidak lagi bekerja di mall ini. Saya akan menyelesaikan semua urusannya dengan pihak Anda.”Pak Bayu tampak terperanjat, menoleh ke arahku dengan wajah kaget bercampur bingung. “S-Safira? Maksudnya ... kamu berhenti kerja?” tanyanya setengah tak percaya.Aku hanya bisa menundukkan kepalaku, dan jemariku meremas tangan kecil Kenzo lebih erat. Aku tak ingin mengatakan apapun, sungguh, aku tak ingin membuat masalah yang lebih buruk.“Kalau perlu, saya akan menebus kontraknya. Yang penting, mulai sekarang Safira bekerja di rumah saya,” jelas Raynard sekali lagi.Pak Bayu menatapku lekat-lekat, lalu buru-buru berbalik menatap Raynard. “Maaf Pak, tapi—Safira baru saja kami terima kemarin. Dia bahkan belum bekerja sehari penuh, kalau tiba-tiba langsung diambil begini ...,” jelas Pak Bayu terpotong, suaranya terdengar berat, lebih seperti

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 15 - Putus Kerja

    Aku menunduk kepala makin dalam, mencoba mencerna kata-katanya, sementara nafasku berhembus tak beraturan selaras dengan rasa tenang yang tak bisa kumiliki.“Kau tidak berhutang budi pada mereka,” ujar Raynard dengan tegas. “Kau membutuhkan pekerjaan, sementara mereka butuh pekerja—sederhana. Tidak ada yang perlu kau sesali dengan keputusan yang akan kau ambil.”Aku mengangkat kepalaku sedikit, menatapnya dengan penuh keraguan. “Tapi ... bukankah itu keterlaluan, Tuan? Saya merasa seperti orang yang ... tidak tahu diri,” cicitku mengeluarkan keresahan.Rahang Raynard mengeras begitu ia mendengar ucapanku, lalu ia menggeleng dengan pelan. “Bukan kau yang tidak tahu diri, Safira. Saya yang tidak akan membiarkan seseorang yang kubutuhkan ... terbuang sia-sia.” Tangannya bergerak membuka laci meja dan mengeluarkan sebuah map berwarna hitam, terdengar begitu misterius.“Saya sudah menyiapkan kontrak untukmu,” ucapnya singkat.Aku menatap map itu dengan ragu, lalu menatap pria itu sejenak

  • Istri yang Kau Doakan Cepat Mati, Kini Jadi Istri Atasanmu   Bab 14 - Tawaran Kontrak

    Tubuhku langsung menegang begitu mendengar ucapannya, refleks aku menatap wajahnya dan membuat sendok di tanganku hampir terlepas. “D-dengan saya, Tuan?” tanyaku tergagap.Raynard hanya mengangguk sekali. “Ya. Denganmu.”Aku menganggukkan kepala cepat, berusaha menyembunyikan rasa gugup yang jelas terpampang nyata di wajahku. “B-baik, Tuan,” sahutku lirih.Begitu kami semua selesai menyantap makanan, Kenzo buru-buru berlari kecil ke ruang keluarga sambil membawa mainannya dan berteriak memanggil Sus Rini. Tersisa aku dan Raynard yang sama-sama dilanda rasa canggung, tanganku bergerak ikut merapikan piring, tapi sebelum membawanya ke dapur, Raynard kembali bersuara.“Letakkan saja. Biar orang rumah yang membereskan,” ujarnya singkat.Aku terdiam sejenak, kemudian menunduk patuh. “Baik, Tuan ....”“Sekarang ikut saya.”Aku mengangguk sekali lagi, kini langkah kakinya terdengar mantap menuju ke lantai atas, sementara aku masih menatap punggungnya yang begitu tegap.“Ehm,” dehamnya membua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status