Akira berakhir naik taksi dan pulang terlebih dahulu, meninggalkan mamanya. Akira merasa bersalah, namun di saat bersamaan, Akira tak mau bertemu mantan suaminya yang telah menyakitinya lebih lama lagi.
Air mata yang terus mengalir membuat pandangannya buram. Hinaan dan ejekan yang baru saja diterimanya dari Siska dan Andre masih terngiang di telinganya, menusuk hati seperti belati tajam. Dia merasa terpojok, tidak berdaya, dan marah pada dirinya sendiri karena tidak mampu membalas.
“Akira!”
Mendengar teriakan mamanya dari bawah, Akira bergegas menghapus air matanya, merasa malu karena terus menangisi Andre di depan mamanya sendiri yang jelas-jelas membenci mantan suaminya.
“Akira, maafkan mama ya, karena mama kamu harus menghadapi orang-orang hina itu lagi.”
Di luar dugaan Akira, Selena justru meminta maaf. Berarti, mamanya telah bertemu dengan Andre dan juga Siska setelah Akira pergi.
Tak ingin kembali menangis, Akira hanya mengangguk pelan.
“Kamu tidur aja sekarang, karena mulai besok, kamu butuh tenaga lebih.”
Akira kembali menurut. Kemarin, ayahnya mengatakan bahwa ayahnya akan memberikan pekerjaan untuk Akira agar Akira tidak bosan di rumah. Akira yang menginginkan kesibukan pun setuju.
**
"Halo, Andre, hari ini ada rapat pemegang saham tertinggi di perusahaan Center Group, anak dari Direktur Utama sudah kembali dari luar negeri, persiapkan dirimu agar terlihat lebih baik."
Pagi itu, Andre yang baru saja berkelahi dengan “istri” barunya dikejutkan dengan panggilan mendadak dari atasannya. Jarang-jarang atasannya itu menelepon, ternyata akan ada orang penting yang datang ke kantor. Kepalanya yang sudah sakit memikirkan sikap Siska yang mulai membantahnya, semakin pusing.
“Baiklah, Pak, saya akan mempersiapkan diri dengan baik,” jawab Andre, berusaha untuk tak menunjukkan rasa penatnya.
Andre menutup panggilan telepon tersebut dengan mengatur napasnya. Pemuda itu mulai menata penampilan dan juga tatanan rambut yang baik, tidak lupa menyemprotkan minyak wangi agar terlihat segar.
Sesampainya di ruangan yang dihadiri beberapa orang termasuk cabang Center Group, Andre duduk dengan tegap, wajahnya terlihat ramah dan juga banyak orang yang melihat jika Andre termasuk pegawai yang cekatan, di mana dia ada di salah satu cabang Center Group.
“Katanya hari ini putri dari Pak Hermawan akan menggantikan beliau sebagai Direktur Utama dengan usia yang sangat belia, berusia 28 tahun,” ujar salah satu dewan yang datang.
"Usia baru seumur jagung, apa bisa memimpin perusahaan sebesar ini? Padahal baru juga kemarin lulus kuliah bisnis di luar negeri, palingan juga main-main, manfaatin power ayahnya sendiri."
Ucapan dari teman kerja Andre membuat dia tertawa kecil, sembari mengangguki kepalanya, setuju dengan pendapat itu. Bahkan, Andre sendiri sudah bertahun-tahun kerja di bawah perusahaan, namun baru sekali dapat promosi. Kenapa tiba-tiba ada orang lain yang mendahuluinya?
"Saya setuju. Seharusnya, Pak Hermawan bisa tatar anaknya terlebih dahulu. Lalu, posisi tertinggi tetap berada pada beliau atau salah satu dari kita yang ada disini lebih dulu sebelum calon perusahaan besar ini jatuh kepada anaknya sendiri." ucap Andre, yang disambut dengan anggukan dari anggota dewan yang hadir.
“Maksud kamu apa, Andre?” suara berat dan dingin itu mulai menyebar ke seluruh ruangan, hingga suasananya terlihat kaku dan canggung.
Andre tak menyangka, dirinya tiba-tiba harus berhadapan dengan atasannya sendiri, dan juga subjek yang barusan ia bicarakan.
“P-pak Hermawan … maksud saya…” jawab Andre dengan wajah pucat pasi.
"Kamu mau menggantikan posisi saya sebagai Direktur Utama? Memangnya kamu siapa? Lancang sekali meminta jabatan yang lebih tinggi, memangnya kamu yakin kerjaan kamu sudah benar?" sungut pria paruh baya tersebut kepada Andre.
"M-maksud Bapak?"
"Memangnya kamu pikir saya gak tau kerjaan kamu sehari-hari gimana? Belum lagi kamu memang sering ngomongin saya dari belakang. Kamu mau saya pecat?"
Tiba-tiba, nada tegas dan tinggi dari atasannya membuat wajah Andre seketika memucat. Pria itu panik, khawatir jika dia benar-benar dipecat detik itu juga.
“Maaf, Pak Hermawan. Jangan pecat saya, Pak…”
Suara Andre mulai terdengar bergetar, dirinya sungguh takut jika dia dikeluarkan dengan tidak hormat dari atasannya.
Namun, di luar dugaannya, tiba-tiba tawa pecah terdengar dari atasannya.
"Hahaha! Kamu pengecut juga ya ternyata, Andre. Saya hanya bergurau kok, kamu tak perlu risau." sahut pria paruh baya itu dengan senyum simpul dengan penuh arti.
Di dalam ruangan yang sempat kaku karena ancaman Pak Hermawan untuk Andre, suasana pun kembali mencair selepas pria paruh baya itu memberikan gelak tawa atas candaannya untuk Andre.
"Kalian pasti tahu apa yang akan saya bahas di pagi hari ini," terang Pak Hermawan dengan senyum simpul dan ramah di wajah senjanya.
"Sudah mendengar sedikit dari Asisten Anda, Pak, akan ada seseorang yang akan menggantikan Anda saat ini" terang salah satu dewan yang mulai posisi tenang seperti biasa.
“Kamu benar, putri yang akan menggantikan posisiku yang sekarang sudah terlihat sangat senja ini,” lakar Pak Hermawan dengan wajah ramah.
"Kapan, Pak?"
"Sekarang. Putriku akan menggantikanku mulai hari ini."
Semua orang mulai hening, lalu tak berapa lama seorang wanita cantik yang memakai baju kerja yang begitu formal menyita perhatian mereka, berjalan anggun, dengan paras yang membuat semua orang terpesona.
Sepatu hak tinggi yang menambah membuat dirinya semakin terlihat menawan, dengan rambut panjang hitam yang dia biarkan tergerai.
Detik itu juga, rahang Andre terbuka lebar. Tak pernah menyangka, wanita yang amat sangat dia kenal, muncul di depannya bagaikan sosok baru.
"Akira!?”
Langit senja di atas markas bawah tanah Phoenix of Gold tampak membara keemasan, seolah mencerminkan semangat baru yang menggelegak di dalamnya. Arka Mahendra, kini berusia tujuh belas tahun, berdiri gagah di hadapan peta digital raksasa yang menampilkan pola satelit global. Di belakangnya, puluhan anggota Operasi Prometheus menunggu komando dengan mata penuh keyakinan.“Dragunov belum benar-benar mati,” ujar Arka tegas. “Mereka hanya berganti wajah.”Seseorang dari barisan depan mengangkat tangan. “Apa maksudmu, Kapten?”Arka menoleh. Di layar, muncullah simbol aneh yang baru-baru ini muncul dalam komunikasi terenkripsi di dark web: lingkaran berputar dengan huruf ‘H’ menyala merah. Helix.“Program Helix adalah warisan terakhir mereka. Sebuah AI global yang mereka bentuk selama bertahun-tahun, tersembunyi dalam jaringan satelit, lembaga keuangan, bahkan institusi pemerintahan,” jelas Arka. “Jika mereka berhasil mengaktifkannya sepenuhnya, seluruh dunia akan tunduk pada kendali ekonom
Malam itu, markas utama Phoenix of Gold diselimuti aura kesiagaan tinggi. Core Site Zero yang berada di bawah tanah Pegunungan Alpen kini menjadi jantung pertempuran baru dunia teknologi dan kekuasaan. Arka Mahendra, putra sulung Noah dan Akira, berdiri di ruang strategi yang diterangi cahaya holografik biru. Usianya baru enam belas tahun, namun pandangannya tajam dan penuh ketegasan seperti ayahnya."Target utama kita adalah menghancurkan jaringan sisa Dragunov yang bersembunyi di bawah organisasi Black Vortex," ujarnya tegas kepada tim elit Prometheus—unit rahasia Phoenix of Gold yang dipimpinnya.Di sisi lain dunia, para pemimpin negara-negara besar berkumpul dalam sidang darurat Dewan Keamanan Global. Mereka resah. Perusahaan yang dulu bernama Mahendra Corp kini telah berevolusi menjadi kekuatan negara digital bernama Phoenix of Gold. Dengan armada teknologi canggih, mata-mata AI, dan sistem pertahanan luar biasa, Phoenix bukan lagi sekadar korporasi—ia telah menjadi entitas berda
Subuh belum sepenuhnya menggantikan kegelapan saat pasukan muda Phoenix bersiap di pelabuhan udara utama. Di langit, zeppelin raksasa berbentuk phoenix—Aurora Prime—sudah menyala, siap membawa mereka ke bawah laut Atlantik, menuju Core Site Zero.Arka Mahendra berdiri di depan pasukannya, mengenakan seragam taktis berlapis serat Helium-9, ringan tapi kuat sekeras titanium. Lambang Phoenix of Gold bersinar lembut di dadanya.“Semua sistem cek!” seru Arka.Para anggota tim muda itu segera melaporkan. Ini bukan latihan. Ini adalah operasi nyata—dan seluruh dunia mengintip.Noah dan Akira berdiri tidak jauh, mengawasi."Noah," bisik Akira, "apa kita tidak terlalu membebani Arka?"Noah menggeleng pelan, matanya tetap tertuju pada putra sulung mereka."Dia harus belajar, Akira. Dunia ini bukan lagi tempat yang ramah. Kita tidak bisa melindunginya selamanya."Akira menggenggam tangan suaminya erat.Di atas panggung kecil, Arka mengangkat komunikatornya."Operasi Prometheus—Start!"Zeppelin r
Malam itu, markas besar Phoenix of Gold masih bermandikan cahaya holografik, seolah bintang-bintang turun dari langit untuk menyaksikan kebangkitan era baru. Namun, di balik euforia itu, ketegangan mulai mengendap di bawah permukaan.Di ruang rapat utama, Noah duduk di depan meja bundar raksasa. Layar di sekeliling menampilkan gambar-gambar yang berubah cepat: berita dunia, pesan diplomatik, hingga laporan ancaman.Phoenix baru saja lahir sebagai negara digital, tetapi dunia lama tidak tinggal diam."Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Uni Eropa sudah mengeluarkan pernyataan resmi," lapor Gabriel, kepala intelijen. "Mereka tidak mengakui kedaulatan Phoenix. Mereka menganggap ini pemberontakan teknologi."Noah mengetukkan jarinya di meja. "Seperti yang kita duga.""Lebih buruk lagi," tambah Vanya, berdiri di sudut ruangan. "Beberapa negara berusaha menyusup lewat dunia maya. Mereka meluncurkan virus generasi baru—dirancang khusus untuk menghancurkan Helios dari dalam."Akira, yang du
Angin dingin Balkan menggigit kulit saat tim ekspedisi Phoenix mendarat di dataran tinggi berlapis salju. Di antara kabut pekat, berdiri benteng tua yang kini menjadi markas Dragunov—pusat operasi rahasia musuh.Arka mengenakan seragam tempur khusus Phoenix: serat karbon ringan, dilapisi nano-armor. Di pundaknya, emblem Phoenix bersinar redup.Vanya di sampingnya, membawa konsol portable. Di belakang mereka, regu elit Orion Unit bergerak tanpa suara."Target kita ada di ruang bawah tanah kompleks itu," bisik Vanya. "Mereka mencoba memanipulasi sinyal Helios menggunakan Resonator—sebuah alat frekuensi balik yang bisa membuat Helios meledak."Arka mengangguk. "Waktu kita sedikit. Serang cepat, akurat, dan bersih."Mereka bergerak menyusuri lereng curam, menembus hutan gelap, hingga akhirnya mencapai perimeter luar benteng.Arka memberi isyarat.Tiga... Dua... Satu.Bom EMP mini diledakkan, memutus semua listrik di area luar. Dalam hitungan detik, mereka menyusup masuk ke dalam.Koridor
Seminggu telah berlalu sejak penyelamatan Talia. Meskipun luka-lukanya mulai membaik, trauma yang ditinggalkan oleh para penculik masih melekat. Akira memutuskan untuk memberinya waktu istirahat penuh, menghindarkannya dari segala rapat strategis.Namun di balik dinding kaca Phoenix Headquarters, badai tengah mengumpul.Sejumlah negara, dipimpin oleh Eropa Timur dan beberapa pihak dari Asia Tengah, membentuk koalisi darurat—menuntut audit terbuka terhadap teknologi Phoenix of Gold. Mereka menganggap perusahaan yang dulunya adalah Mahendra Corp itu telah berubah menjadi kekuatan supranasional yang tak bisa diawasi.“Kita menjadi trending topic bukan karena pujian saja,” kata Noah dalam rapat utama. “Tapi juga karena rasa takut. Dunia melihat kita sebagai ancaman baru.”Arka duduk tak jauh dari ayahnya, ekspresinya kaku. Ia telah mempelajari reaksi publik, membaca lebih dari dua ratus artikel opini dalam empat hari terakhir. Kesimpulannya hanya satu—Phoenix mulai kehilangan kendali atas