Share

Bab 6. Kenyataan Menyakitkan

Kurasakan darahku seperti mendidih hingga ke ubun-ubun. Netra ini menatap nanar pemandangan yang tak pernah terlintas sedikitpun dalam benakku.

Dress selutut berwarna biru muda, membalut tubuh rampingnya. Rambutnya di cepol memperlihatkan leher jenjangnya. Senyum mengembang di bibir mereka berdua. Bahkan Mas Adrian mencium kening wanita itu, dan mengusap pipinya.

Hati ini bagai di tusuk belati tajam. Sakit tak terkira. Inikah alasan kamu lembur setiap hari Mas?

Astaghfirullah! Netra ini memanas, berusaha keras agar bulir bening yang menyeruak hendak keluar dari pelupuk mata ini tak sampai tumpah di sini.

Ya! Suamiku selingkuh. Yang lebih mengejutkan lagi wanita itu adalah seorang yang sangat dekat denganku. Aku ternganga. Mungkin rona wajahku kini sudah merah padam menahan emosi yang siap meledak.

Aku tak bisa lebih lama lagi berdiam di dalam mobil.

"Tunggu di sini sebentar ya Pak! Saya ada urusan sebentar dengan dua orang itu!" ucapku dengan suara bergetar dan tetap memandang ke arah dua manusia durjana itu.

"Ya Bu!"

Kuayun langkah dengan pasti menuju mereka berdua yang tengah bergandeng tangan hendak memasuki rumah.

Prok! Prok! Prok!

Aku sengaja bertepuk tangan dengan cukup keras, saat jarak kami hanya sekitar lima meter.

Mas Adrian dan wanita itu pun menoleh.

Mas Adrian tak bisa menyembunyikan keterkejutanku yang tiba-tiba ada dibelakangnya. Wajahnya pucat pasi, pun dengan wanita disampingnya tak kalah terkejutnya.

"Kenapa Mas! Kaget! Jadi ini alasan kamu lembur setiap hari! Hebat kamu Mas!"

"M–Mbak Nisa!"

"Ya! Ini aku! Kenapa Vi? Kaget? Harusnya aku yang kaget dong! Ternyata Suamiku diam-diam punya hubungan khusus sama sepupuku!" ucapku sambil tertawa. Lebih tepatnya mentertawakan kebodohanku sendiri.

Bisa-bisanya aku tidak tahu jika ternyata Mas Adrian ada main serong dengan Vivi sepupuku sendiri anak dari Tante Ranti.

Aku tegapkan langkah, lebih mendekat. Walau sesungguhnya setiap sendiku lemas bagai tak bertulang, tapi sekali lagi aku tak ingin terlihat lemah.

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipi wanita yang kuanggap seperti adikku sendiri tapi nyatanya tega menusukku dari belakang.

"Nisa! Apa-apaan kamu!"

Hohoho ternyata suamiku lebih membela wanita selingkuhannya.

"Kamu yang apa-apaan Mas! Tega kamu Mas! Kurang apa aku sama kamu! Sampai kamu setega ini Mas! Brengsek!" teriakku lantang seperti orang kesetanan.

"Mbak Nisa A–"

"Apa Vi? Apa! Aku nggak nyangka kamu tega! Kalian berdua Bang*at!" teriakku.

Demi Tuhan sebelumnya aku tak pernah bicara sekasar ini. Sungguh ini begitu menyakitkan. Dua orang yang aku sayang ternyata tega menusukku dari belakang.

"Nis! Nisa–" lagi Mas Adrian berusaha meraih tanganku. Menenangkanku. No! Terlambat Mas! Kamu terlalu pengecut!

Plak!

Sekali lagi satu tamparan keras kulayangkan kali ini pada laki-laki yang aku cintai dengan tulus namun tega merusak tulusnya hati ini.

Mas Adrian bergeming dengan pipi memerah. Itu tak sesakit yang aku rasakan Mas!

"Ini tidak seperti yang kamu lihat, Nis! Kita pulang sekarang dan aku jelaskan semua di rumah," ucap Mas Adrian seraya melihat sekitar mungkin ia takut jika teriakkanku mengundang perhatian warga sekitar.

Aku tidak peduli.

"Apa yang mau kamu jelasin lagi Mas! Apa?! Ini semua sudah cukup jelas! Kamu kira aku ini bodoh harus dijelaskan untuk hal seperti ini! Hah?!" Lagi aku berteriak dengan dada naik turun dan deru napas memburu.

Sesak sungguh sesak yang aku rasakan di dalam sini.

"Nisa! Turunkan suaramu!" mohonnya.

"Ya! Aku memang bodoh Mas! Aku bodoh sampai suamiku selingkuh dengan sepupuku sendiri saja aku tidak tahu!" Aku kembali tertawa di iringi air mata yang mulai menganak sungai.

"Kamu jahat Mas!" Aku mencengkram kerah baju Mas Adrian dan kugoncangkan sekuat tenaga dan mendorongnya.

"Kalian memang brengsek!" umpatku

Aku gila. Ya aku seperti orang gila mengetahui kenyataan ini.

"Nisa! Nisa!" Mas Adrian memanggilku yang memilih berlari pergi usai meluapkan semuanya. Tak kupedulikan tatapan beberapa orang yang mulai keluar dari rumah mereka dan menengok keributan kami.

Aku masuk ke dalam mobil dan langsung meminta Pak supir untuk melajukan mobil. Sepanjang jalan bulir bening ini makin deras keluar.

Allah! Astaghfirullah!

Kuusap air mata yang terus keluar dengan derasnya hatiku terluka. Nyatanya luka pengkhianatan begitu dahsyat sakitnya.

Aku memukul-mukul dada ini, berharap bisa mengurangi sesaknya rasa di dada.

Sakit. Marah. Kecewa. Itu yang aku rasakan kini. Laki-laki yang kini jadi tumpuan hidupku ternyata dengan begitu tega menancapkan belati tajam di hati.

Ya! Aku yatim piatu. Aku tak pernah melihat sosok ayahku. Ia telah berpulang saat aku masih tujuh bulan di kandungan Ibu. Saat aku kelas enam SD ibuku menyusul. Dan aku diasuh oleh Tante Ranti–adiknya ibu yang tak lain adalah ibunya Vivi, wanita yang kini merusak rumah tanggaku.

Aku memutuskan untuk ke rumah Intan sahabatku. Rasanya aku tak sanggup pulang ke rumah dan bertemu dengan Mas Adrian. Aku perlu menenangkan diri.

Pak supir membelokkan arah setelah aku memberikan alamat rumah Intan. Intan sahabatku sejak SMA.

Getar ponsel mengagetkanku. Nama Mas Adrian terlihat di layar pipih itu. Tak sedikitpun aku berniat mengangkatnya. Aku langsung menekan tombol merah kemudian menekan power sedikit lebih lama hingga layar ponsel itu menggelap seluruhnya.

Beberapa kali Pak supir tampak melirik ke arahku. Mungkin bingung dengan apa yang terjadi padaku. Malang. Sungguh malang nasibmu ini Nis! Lahir sebagai anak yatim, sudah bersuami masih pula merasakan sakit karena dikhianati.

"Ehm ... Maaf Mbak! Mbak tidak apa-apa?" tanya supir ragu.

"Saya tidak apa-apa Pak, jalan aja sesuai alamat yang saya berikan tadi," sahutku dengan suara parau.

Setengah jam perjalanan aku sampai di depan sebuah rumah yang sering kudatangi dulu sewaktu masih SMA.

Tampak Intan sudah duduk di teras rumah menunggu kedatanganku. Aku memang sempat memberitahunya sebelum ponsel kumatikan, jika aku akan datang kemari.

"Assalamualaikum Tan!"

"Wa'alaikumusalam Nisa! Ayo masuk!" Bergegas Intan membuka lebar gerbang rumahnya dan mempersilahkan aku masuk.

Tak lupa aku membayar taksi, dua lembar uang pecahan seratus ribu, aku rasa itu lebih dari ongkos yang seharusnya. Sengaja aku lebihkan memang karena beliau sudah membantuku.

"Nisa kamu kenapa?" tanya Intan. Tatapannya penuh tanya mungkin juga ia kaget aku datang dengan kondisi mata sembab.

Aku menghambur ke pelukannya, membiarkan pertanyaan Intan mengambang di udara. Lagi Aku tak mampu membendung air mataku dalam pelukan sahabatku ini.

"Sssttt! Udah yuk masuk dulu."

Intan memang tinggal sendiri di rumah ini, orang tuanya tinggal di luar kota karena urusan pekerjaan. Sejak SMU dulu Intan sudah di latih mandiri sering di tinggal oleh orang tuanya, dan terbiasa ditinggal di rumah bersama Bik Mirna.

"Kamu tenangkan diri kamu dulu Nis! Sebentar aku ambilkan minum." Intan berlalu masuk ke dalam. Aku jatuhkan bobotku di sofa ruang tamu.

Kupejamkan erat mata ini. Bayangan Mas Adrian bersama Vivi tadi berputar di kepalaku, kembali bulir bening ini menetes membasahi pipi. Rasanya begitu sakit, ya Allah.

"Nis! Hey, ini minum dulu." Tepukan pelan tangan Intan mengagetkanku. Segera aku menyeka air mataku. Dan menerima segelas teh hangat dari Intan dan meneguknya.

"Makasih Tan!" Intan mengangguk.

"Sebenarnya ada apa sih? Sampai kamu sedih banget kek gini?" tanya setelah aku meletakkan gelas di meja.

Kuhela napas panjang, dan mengeluarkannya pelan. Setelah aku merasa tenang. Aku menatap wajah Intan yang sejak tadi menungguku bicara.

"Mas Adrian Tan. Mas Adrian selingkuh," ucapku sendu.

"Apa? Adrian selingkuh? Yang bener kamu Nis?" Aku mengangguk cepat.

"Aku nggak akan bisa bicara begini kalau aku nggak lihat sendiri semuanya Tan." tangisku kembali pecah.

Aku merasa begitu rapuh saat ini. Aku seakan kehilangan tumpuan hidup.

Intan menatapku dalam. Mungkin Intan masih tak percaya dengan yang katakan.

"Dan kamu tau, siapa perempuan itu?" lanjutku.

"Siapa?"

"Vivi, sepupuku sendiri."

"Apa? Vivi? Bukankah Dia ...."

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
nah benerkan ternyata anak tante mu mungkin tante mu dh tau bhw anak nya selingkuhan nya suami keponakan nya sendiri .kmu lapolarin perselingkuhan nya Adryan k kantor tapi kmu hrs punya bukti .dn kmu miskin kan itu Adryan ..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status