Tidak ada yang lebih konyol dari pada sebuah perjodohan bisnis. Aland harus memilih salahsatu perempuan dari rekan bisnis keluarganya, menjadikan mereka tunangan, lalu menentukan salahsatu dari mereka untuk dinikahi. Aland serasa kehilangan adab, jika harus menikahi seorang perempuan antah-berantah yang menyerahkan diri karna uang. Bahkan keluarganya sendiri mendesaknya untuk menyentuh perempuan itu, membuatnya hamil dan melahirkan keturunan untuk keluarga ini.
Mereka kira Aland mesin benih?
Tapi menikahi salah seorang gadis dari keluarga terkemuka lain dan melahirkan keturunan, adalah tugas mutlak Aland sebagai salahsatu pewaris. Jika dia menolak, maka dia akan didepak. Segala asetnya ditarik, dan Aland tidak mau jerih-payahnya membangun cabang perusahaan keluarganya di berbagai negara malah diambil alih begitu saja, hanya karna Aland tidak mau menikah.
Jadi, dengan suka rela Aland terjebak di lingkaran permainan yang ditentukan oleh keluarganya sendiri.
Aland serasa dicap lelaki hidung belang, saat dia dipilihkan sembilan tunangan sekaligus. Bukan dia memilih, Ayah dan Kakeknya yang menentukan. 9 gadis perawan dari 9 keluarga terkemuka sekaligus. Bahkan untuk mengingat kesembilan nama panggilan mereka, Aland rasa tidak perlu. Aland dengan senang hati akan menunjuk mereka layaknya sebuah benda tak bernilai.
Ini si ‘A’, dan ini si ‘B’. Atau ini si ‘Tepos’ dan ini si ‘Montok’. Malah, jika dia sesekali melupakan adab, Aland ingin menggunakan sebutan. ‘Dasar Jalang’ atau ‘Cewek mata duitan’.
Jika di pagi dan siang hari, Aland di sibukkan untuk bekerja dan mengurusi berkas-berkas, di malam hari dia diperkenankan untuk menyapa tunangan-tunangannya. Bahkan Ayah dan Kakeknya berpesan kepada Aland, tak apa jika ingin melakukan hal-hal yang ‘sedikit’ nakal. ‘Sangat’ nakal dan langsung melahirkan keturunan di antara kesembilan wanita itu ‘pun tak apa. Mendapat pesan laknat itu, Aland berdesis.
Mereka kira Aland binatang? Berhubungan haram di luar nikah?
Apalagi Aland memang tidak tertarik samasekali. Mau itu si Anatasha atau si Olivia, yang katanya luarbiasa cantik mengundang nafsu birahi. Aland mengingat kedua nama itu, karna memang keduanya sangat tenar dan nama mereka sering keluar masuk dari pendengaran Aland. Keluarga, rekan bisnis, dan temannya selalu membahas kedua wanita itu. Keduanya adalah kandidat utama, yang diperkirakan akan dipilih Aland untuk menjadi istri dari tunangan-tunangannya yang lain! Padahal dalam benak Aland jauh banding terbalik, melirik mereka yang sengaja memperlihatkan belahan dada ‘pun, Aland lebih baik memandangi ekor sapi yang terangkat saat hendak mengeluarkan zat sisa.
“Titipan dari Tuan besar.”
Lucas menghampiri, mengeluarkan satu kotak warna-warni yang terlihat norak. Dahi Aland mengernyit, entah tertarik atau penasaran dengan isinya. “Apa ini?” Aland meraihnya, membolak-balik kotak itu. Dilepasinya ikatan tali yang berbentuk pita, sebelum melepaskan tutupnya.
“Barang bagus.”
Lucas berkata penuh kemisteriusan, dengan raut jenaka yang berusaha tetap terlihat datar dan formal.
“Hah?” Aland dibuat heran. Diabaikannya Olivia yang ikut penasaran di meja yang sama dengannya di sebuah restoran. Aland membukanya, lalu membantingnya. Setelah itu melirik tajam Lucas, yang nyaris meledak dalam tawa. “Apa-apaan barang itu?!” Aland berkata sinis, lalu menendang kotak yang sudah tergelatak agar lebih menjauh.
Mata Olivia melebar ketika melihat isinya.
Kondom!? Obat anti-kehamilan! Kartu VIP kamar hotel! Dan nomor penghulu ‘cepat-kilat’!
“Biasanya setelah kencan, check-in kamar hotel ‘kan?” Lucas menjawab sok polos.
“Jika Tuan Muda tidak tahan, makan malam bersama keluarga Asrazaq malam ini bisa kita batalkan.”
“Tidak perlu!” Tandas Aland, tidak perduli Olivia terlihat begitu kecewa.
“Lagian untuk apa kondom dan obat anti-kehamilan, hah?!” Aland menggeleng samar, tidak habis pikir. Mendadak kepalanya pening.
“Untuk berjaga-jaga, Tuan.” Lucas mengimbuhkan santai. “Tuan Besar selalu berhati-hati.”
“Dan nomor siapa itu? Kantor polisi? Menyuruh aku menyerahkan diri setelah di dorong untuk melecehkan anak orang?”
Lucas memungut lembaran kertas yang tercantum belasan nomor. “Ini nomor penghulu, Tuan.” Senyumannya terdengar nakal.
“Untuk apa penghulu?” Aland menjawab malas, setengah kesal.
“Tuan Besar dan Kakek anda tahu tabiat anda yang begitu menghargai ‘keperjakaan’ dan sucinya ranjang pernikahan sesudah pernikahan--”
“Kalian tahu itu, tapi masih saja mengarahkanku kepada jalan sesat?!” Aland memotong sengit.
“Biarkan saya menyelesaikan kalimat saya, Tuan Muda.” Lucas menyahut dengan cemberut. Wajar tingkahnya sedikit kekanakan, umurnya masih belasan, jauh lebih muda dari Aland yang berumur di atas 25. “Jika hormon Tuan Muda mendesak untuk melepaskan ‘keperjakaan’ Tuan Muda hari ini juga, malam ini juga! Maka ada nomor penghulu cepat-kilat, datang bagai kilat, ijab hanya butuh beberapa menit, mungkin kegiatan uwah-uwahnya yang akan berlangsung berjam-jam!”
“Jangan marah … ! Jangan marah!” Lucas spontan waspada dengan gerak siap kabur, saat Aland terlihat seperti hendak menelannya hidup-hidup. “Saya hanya mengulangi kalimat Tuan Besar, wahai Tuan Muda. Saya hanya merekamnya, bukan kalimat yang datang pada diri saya sendiri.” Lucas berjalan mundur, mulai menjaga jarak. Aland menahan diri, menjatuhkan tubuh dan mengurut kening.
“Buang itu.” Perintahnya, Lucas segera memungut kotak dan memasukkan kembali isinya yang sempat berceceran kesana dan kemari.
Aland menyampirkan jasnya ke satu lengan, mulai merapikan dasi dan tanpa pamit kepada Olivia langsung melangkah meninggalkan ruangan VIP di salahsatu restoran diikuti Lucas yang mengekorinya bak anak ayam. Olivia menahan punggung Aland dari belakang, membalik tubuh itu, hendak mendaratkan satu kecupan menggairahkan. Aland dengan spontan mendorong kening Olivia menjauh.
“Tidak sudi!” Sinisnya, lalu mengecup dahi Lucas. “Lebih baik aku mencium Lucas daripada kamu!” Dengan angkuh, Aland berjalan menuju parkiran dan masuk ke dalam mobil yang dibukakan sopirnya.
“Tuan Muda!” Lucas menjerit protes, masih membekap dahinya yang sempat dikecup. “Jaga sikapmu kepada bawahan! Saya tidak mau dilecehkan olehmu! Apalagi sesama lelaki!” Lucas mendumel sendiri, Aland hanya meliriknya singkat lalu menjatuhkan diri ke bangku mobil. Setelah Lucas ikut masuk, Aland menepuk bahu sopir. Dengan seringaian berbisik tepat ke telinganya, Lucas hanya meliriknya penasaran.
Sang sopir mengangguk, sesuai titah sengaja berbelok ke lain arah, mengebut melewati Olivia. Di samping tubuh Olivia ada kubangan! Byur! Olivia basah kuyup, di dalam mobil Aland tertawa puas.
Yang Lucas lakukan pemaksaan, dan tindakan di luar prikemanusiaan.“Kamu tidak perawan?”Lucas bisa membedakan, mana yang bersegel dan mana yang berpengalaman. Sekalipun Binarji yang dia paksa tidak seantusias wanita jalang, wanita itu yang bergetar dalam tangis itu. Meraung, menjerit dan menangis kencang. Wanita itu … begitu frustrasi. Memekakkan telinga Lucas yang menahan emosi.Lucas meremuk mulutnya, “heh pelacur, jangan menangis! Kamu pikir, kamu pantas menangis, hah!? Emangnya apa yang aku rebut darimu jika sudah kehilangannya!” Seorang bajingan baru saja menyebut korbannya yang tak berdaya dengan sebutan pelacur. Binarji tidak bersalah, perempuan itu tidak menyahut. Masih menangis, kencang, keras. Seakan menderita. Seakan ditimpa kemalangan besar untuk kedua kalinya.Mengingat betapa tidak tahu dirinya saat itu, cekraman Lucas semakin kuat. Dia berlari sekalipun lututnya seperti menjeritkan kesakita, terluka, tapi dip
Dengan gesit, sekalipun sebelah langkah Lucas pincang, Lucas menangkap tubuh Fino. Bocah yang kehilangan kendali itu menarik berkali-kali pelatuknya yang melayang ke plafon, hingga pelurunya habis. Lucas terus mendekapnya, lalu mengambil alih pistolnya. Fino yang ketakutan akan dibunuh menangis kencang di atas bahunya. “Jangan bunuh aku … jangan bunuh aku ….” rengek bocah itu, terlihat menyedihkan. “Kak Path bilang di telepon, jika dia udah nggak ada aku harus tetap hidup dan kuat untuk mengurus adik-adikku yang lain … jangan bunuh aku, kumohon ….”Lucas tersenyum geli, lalu menjunjung tubuh mungil itu. Dari atas menatapnya dengan mata memerah. Marah, yang didominasi rasa takut dan memohon belas kasihan. “Jika sudah besar, kamu akan malu jika teringat pernah memohon seperti ini kepada lelaki yang menjadi alasan kenapa Kakakmu bunuh diri.” Lucas kembali menjatuhkannya ke bahunya, mendekap tubuh mungil itu. “
“Bisa-bisanya dia datang tanpa Nonanya.”Itu yang sebagian pekerja keluarga Asrazaq pikirkan, jika melihat Moca berjalan melewati mereka.“Jika Nonanya kenapa-napa seperti Nona Anatasha dan Nona Miranda, aku jamin, dia akan menembak kepalanya sendiri seperti Path.”Moca pergi tanpa Nonanya, itu merupakan bentuk dari bolongnya sebuah tanggung jawab. Mutlak bagi para pelayan untuk selalu ada di sisi Nona mereka, Moca ‘pun termasuk. Pelayan Nona Lulu itu menggulung lengan kemeja hitamnya lalu mulutnya mendesis samar. Mengitari rumah keluarga Asrazaq, tanpa Lulu, Moca benar-benar dianggap mencuri waktu senggang di tengah pekerjaan. Dan terbunuhnya seorang Nona, selalu diawali oleh kelalaian kecil itu.“Bagaimana dengan Xin?” Masih dengan bisikan samar yang menusuk pendengaran Moca saat berlalu.Mereka melirik ke arah Moca, membelalak, lalu kembali membahas Xin. “Dia cukup tidak tahu malu. Seharusnya dia s
"Semenjak dua hari yang lalu, aku sudah seperti gelandangan yang tidak memiliki tempat tinggal." Desah Aland kesal, sambil mengusap kedua telapak tangannya, berusaha menghangatkan diri."Layaknya saya, mengikuti Anda, saya juga gelandangan, Tuan."Aland tersenyum tipis, membenarkan. "Benar, sadar juga ternyata."Flo kaget saat mendapati Aland tanpa izin menggunakan card-nya untuk masuk ke dalam apartemen Lily. Bahkan menggunakan 'hak'-nya untuk membuka seenaknya semua pintu di dalam ruangan tersebut. Aland yang menggigil kedinginan bertanya, "di mana Lily?" Flo yang disorot menelan ludah. Jika diberitahu, apakah Nona-nya akan selamat dari segi kehormatan dan kegadisan? Para Nona memang patut dijaga, tapi pihak yang berwenang seperti Aland belum tentu bisa dipercaya 'kan?Lucas yang meyakinkan, "jawab saja. Tuan Aland tak patut dicurigai karena pada dasarnya dia bukan lelaki normal--" Aland menoleh sambil mendesis. Lelaki itu sudah kedinginan tapi Lucas ti
"Sebenarnya uang dan peranku sebagai Ibu--istri--nggak ada artinya, 'kan? Mama hanya ingin menghasilkan sesuatu yang tidak berharga--uang--yang diakui banyak orang hingga mayoritas manusia mengusahakannya mati-matian, dari status Mama--sebagai Ibu dan istri--yang tak ada artinya sama sekali ... seharusnya kamu paham, Aland.""Aku sama sekali tidak paham," Aland bersuara lirih."Pelukan ini akan membuatmu mengerti," Alana merapatkan tubuhnya, memeluk anaknya. Aland membeku, dia bisa merasakan tubuh Ibunya yang bergetar ketakutan. Seperti ada teriakan teredam dari dalam, yang menjeritkan tangis tanpa suara yang sekejap membuat Aland mengerti. Apakah Ibunya tidak bisa bahagia? Sekalipun dia bisa menghasilkan sekian dollar di setiap detik belaiannya, hanya dari tangan, hanya dari kalimat manis di bibirnya, hanya dari hal-hal kecil yang bisa dia lakukan.Aland balas memeluk. Mereka yang berada di meja makan sudah berpencar. Andar bermain dengan adik-adik Path, Ellan
"Lucas," Aland menengahi. Membuyarkan lamunan Lucas yang dengan tajam menyorot tubuh Binarji yang menjauhinya. Aland sudah mengetahui, Binarji mantannya Lucas. Pacaran cuma dua bulan, Lucas sudah kehilangan rasa manusiawinya dalam memperlakukan Binarji. Alhasil, Binarji pendarahan aborsi, Lucas yang membunuh anaknya sendiri ... dan Binarji yang stres masuk rumah sakit, koma dan semacamnya. Drama itu berlanjut, Lucas tertangkap polisi karena membunuh Ayahnya Binarji yang ingin memisahkan mereka, terlebih kasus Lucas yang lain saat dirinya masih dilacak, membunuh banyak orang dan memerkosa beberapa gadis. Pembunuh dan pemerkosa, seperti hewan buas. Disampaikan berita palsu Binarji meninggal di ranjang rumah sakit jiwa, Lucas hendak bunuh diri.Saat itu, Lucas menghentikannya. Mengeluarkannya dari penjara, menyogok hakim hingga uang membungkam segalanya. Kalimat Aland yang membangkitkan api semangat Lucas yang sempat redup, "Binarji masih hidup. Demimu, aku menjadikan semua nyaw
Olivia tahu, Lico adiknya. Sebagai Kakak, dia malah terlalu manja seperti adik. Lico sengaja mendaftarkan diri menjadi petugas keluarga Asrazaq demi menjaga Kakaknya dari dekat. Memang keputusan bagus untuk merekrut Lico, meskipun kelak akan memperumit Lucas untuk mengatasi Olivia saat diperintah.Lucas mendengus kesal sesampainya dia di basement apartemen, mobil yang ditumpangi Aland tidak ada di sana. Aland benar-benar pergi tanpa menunggunya. Seperti semalam Lucas terpaksa pergi menggunakan taksi. Semakin lama Lucas berjalan-jalan di trotoar pinggir jalan, tidak ada satupun taxi yang lewat. Memesan taxi online, Lucas ingat ponselnya kehabisan batere. Sembari menunggu keberuntungan, Lucas berjalan-jalan kecil.Kepalanya menoleh, saat melirik dua anak SD tengah menunggu untuk menyeberang. Lucas mendekati mereka dan hendak membantu keduanya, malah keduanya melangkah mundur dan terlihat takut.Mata Lucas menyipit, lalu berjongkok. "Mau Kakak bantu nyeberang?" Diu
Aland tanpa menunggu agar bisa bergegas pergi lebih cepat, sudah melahap sarapan di atas meja terlebih dahulu. Dihabiskannya separuh, lalu bangkit hendak pergi. Sedetik, Aland terdiam saat Lily keluar dari ruangan. Rambut panjangnya yang hitam dan lurus, Aland mendadak kesusahan bernapas. Mereka bertemu pandang, secara ajaib air liur yang biasanya Aland telan terasa pahit."Sial," maki Aland pelan. Dia terpesona. Sekalipun cuma sedetik."Apa-apaan ini," dengan angkuh lelaki itu berjalan mendekat, menyibak rambut palsu yang menawan tersebut. Di satu sibakan, lancangnya Aland diam-diam mencuri kesempatan untuk mengelus dan mengusapnya sedikit. Lucas satu-satunya orang yang menyadari hal itu. Rambut panjang, hitam, menawan, sekalipun palsu Aland masih kesusahan menahan diri agar tidak tergoda begitu saja.Satu hal yang identik dengan Ibunya, yang memang Aland benci, tapi tergila-gila."Apa rambutmu memanjang dalam semalam?" Tangan Aland masih sibuk di rambut
Aland bisa merasakan hangatnya tubuh yang dirinya dekap. Aland melenguh, memutar tubuh yang berada dalam dekapannya, lalu menindihnya. Persetan bagaimana kesalnya Lucas, Aland masih kedinginan. Tapi saat suara ringisan feminim terdengar, Aland tersentak bangun. Tidak, tidak. Aland menelan ludah, yang dia dekap semalaman bukan Lucas … tapi gadis ini--Lily. Aland menghindar, lalu berteriak kesal. “APA-APAAN KAMU?!” Aland menoleh ke sekitar, bukan di sofa, Aland terbaring di ranjang kamar Lily. Terlebih ditolehnya tubuh Lily, perempuan itu memakai pakaian yang sedikit terbuka. Lengannya terekspos meskipun yang lain aman.Kerongkongan Aland berbunyi. Apa yang dia lakukan semalam? Meskipun pakaiannya terbilang aman. Kenapa gadis itu di sini--tepatnya kenapa Aland di sini? Dan mendekap gadis itu semalaman. Lily merapikan rambutnya acak-acakan, teringat pesan Lucas, untuk tetap terlihat cantik dan memesona di depan Aland.“Kenapa kamu ada di sini--tep