“Dasar wanita tidak tahu diuntung.”
Cercaan itu langsung menusuk telinga Dita begitu dia membuka pintu. Disana, Lim berdiri dengan tampang marah. Tidak hanya dia, Firdaus juga berada di sofa dengan ekspresi wajah kesal.
Dita hendak melengos pergi, namun tangannya ditahan oleh Lim. Dita menoleh, menatap dengan tatapan datar.
“Kenapa kalian masih di rumah saya? Seharusnya kalian sudah pergi kan?”
“Rumahmu? Wah, kamu memang sudah kelewat batas. Apa kamu pikir dengan menyebar rumor semua akan selesai? Tidak, sama-sekali tidak. Dasar gadis kampung, makanya kalau sekolah itu yang pintar. Ini barang-barangmu dan segera tinggalkan apartemen ini.”
Rasanya cukup terkejut saat barang-barangnya dilempar begitu saja. Dita menatap Lim, Firdaus dan juga Bella.
“Sertifikat apartemen ini sudah dialihkan atas nama Firdaus, jadi jangan harap jika kamu masih bisa bertindak seperti itu.”
Bak disambar petir, kepala Dita terasa berputar dan menatap Firdaus yang menatapnya dingin. Lim juga menunjukkan sertifikat yang memang benar atas nama lelaki itu, tunggu dulu, beberapa bulan lalu Firdaus memang sempat meminta tanda tangannya. Saat itu Dita sedang sibuk dan hanya setuju saja. Jadi lelaki itu juga melakukan hal ini?
“Fir, kamu sengaja melakukan ini?”
Firdaus tersenyum miring, “sudah aku katakan, Dita. Meminta cerai dariku bahkan sengaja menyebar rumor untuk merusak karirku itu adalah hal yang sia-sia untuk wanita spek kampung seperti kamu. Sudah bagus aku pertahanin kamu tapi kamu malah melunjak. Kami pikir aku hanya diam saja dengan ancaman murahanmu itu?”
Sekujur tubuh Dita membeku. Dia mengepalkan tangan dan menatap Firdaus yang baru saja selembar selembar surat.
“Tidak perlu menunggu dua minggu, ini kan yang kamu mau?”
Surat cerai dan jelas tertera dari lembaga pengadilan. Dita diam, membaca lembar surat itu. Ini benar-benar membuatnya semakin marah. Percuma juga merebut sesuatu dari orang yang bukan tandingannya.
Berulang kali Dita menguatkan dirinya, membisikan pada dirinya bahwa dia akan baik-baik saja. Dita menatap tiga manusia paling dia benci. Juga menatap apartemen yang merupakan hasil keringatnya.
“Aku bersumpah akan membalas perbuatan keji kalian ini, terlebih untukmu, mas. Kau akan mendapatkan hal yang tidak pernah kamu pikirkan sebelumnya. Selamat, kau sudah berhasil merusak batas kesabaranku.”
Menarik kopernya keluar, Dita bergegas menuju lobby. Mobilnya masih ada di bengkel karena ada bagian yang rusak. Situasi di luar semakin dingin, gerimis turun dan janji fana yang selama ini Dita dengar ternyata hanya sebatas janji saja.
Dia menarik kopernya menuju terminal yang tidak jauh, tanpa tujuan. Membiarkan gerimis membuat bajunya basah. Dita tertawa, tidak tahu bagaimana takdir yang dituliskan untuknya.
“Dita? Apa yang terjadi?”
Suara itu, Dita menoleh ke arah mobil yang baru saja berhenti di terminal yang sepi dengan samar-samar. Dia baru saja menghabiskan sebotol alkohol yang dia beli di minimarket. Pandangan Dita sedikit buram, dia tidak yakin bahwa sosok lelaki yang kini di hadapannya adalah Charlie.
“Kenapa sendirian?”
“Ah, tidak apa-apa. Aku hanya ingin ke rumah teman saja, kamu siapa?”
Charlie terdiam, tatapannya jatuh pada botol alkohol di sebelah Dita. Tadinya dia hendak mengembalikan dompet Dita yang terjatuh di dalam mobilnya. Sesuatu yang membuatnya mematung melihat isi dompet Dita. Lebih tepatnya saat melihat sebuah gambar kecil. Dan melihat Dita sekarang, membuat hati Charlie bergetar. Dia menarik wanita itu ke dalam pelukannya.
Dan hal itu sukses membuat tubuh Dita mematung. Tidak berpikir akan mendapat pelukan malam ini. Dita hendak menolak, namun tepukan di pundaknya membuatnya bertahan. Getaran itu membuat matanya memanas. Walau dalam keadaan setengah sadar, Dita merasakan kehangatan itu.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu. Tapi sejauh ini kamu sudah melakukannya dengan baik. Bertahanlah, akhirnya aku menemukanmu,” bisik Charlie sangat pelan, namun masih bisa terdengar oleh Dita.
Flashback
Charlie bergegas menuju apartemennya usai mengantar Dita. Dia sudah meminta kenalannya untuk memperbaiki mobil Dita dengan cepat. Namun saat melihat kursi penumpang, sebuah dompet menarik perhatiannya.
Itu sudah jelas dompet Dita. Charlie hendak mengembalikannya di rumah sakit, namun melihat sebuah foto yang jatuh dari dompet itu membuat sekujur tubuhnya membeku. Foto kecil yang sudah buram. Dimana dua orang anak kecil sedang duduk di tepi pantai. Pantas saja selama di pantai, Charlie merasa deja vu.
Jadi, Dita adalah sosok sahabatnya di masa lampau! Anak kecil dengan senyuman tulus itu adalah dirinya di masa lalu. Dia lost contact karena Dita yang tiba-tiba pindah dari panti asuhan tanpa pamitan.
***
Charlie tidak punya pilihan lain kecuali membawa Dita yang mabuk ke tempat tinggalnya. Dia yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres di kehidupan Dita. Selang beberapa saat, Charlie sudah tiba di kamarnya. Bahkan baru saja mengolah udara usai meletakkan Dita berbaring di kasurnya.“Sudah lama sekali, tapi kenapa aku harus bertemu denganmu setelah kamu menikah?” seru Charlie menghela nafas.
Charlie bersiap berdiri meninggalkan Dita yang berbaring tenang. Namun tiba-tiba Dita membuka mata dan langsung mencekal tangan Charlie membuat dia terkejut.
“Kamu butuh sesuatu?”
Dita hanya diam, kemudian bangun dari tidurnya dan duduk di atas kasur. Tidak lama mulai terdengar suara isakan di dalam kamar. Melihat Dita yang menangis, membuat Charlie panik.
“Kenapa…kenapa takdir hidupku harus seperti ini? Kenapa semua orang menyakitiku. Apa kau juga akan pergi? Jangan tinggalkan aku, kali ini saja…” cicit Dita sambil terisak.
Charlie terdiam, tertegun menatap Dita. Ia tahu bahwa wanita manis di hadapannya ini masih di bawah pengaruh alkohol. Namun anehnya Charlie malah setuju dan mengiyakan permintaan Dita.
“Aku tidak akan pergi. Sekarang kamu tidur saja, okey?”
Tatapan Dita jatuh pada wajah Charlie, dia meraba wajah itu dan turun pada bibir yang beberapa menit lalu sempat menggodanya. Tangannya jatuh pada jakun Charlie yang naik turun. Dita tersenyum kecil, Dita meringsek mendekat ke arah Charlie. Menarik dagu lelaki itu dan melumatnya dengan pelan.
Sekujur tubuh Charlie mematung. Dia bukan tipe lelaki yang suka bermain dengan lawan jenis, bahkan dia sempat berpikir bahwa dirinya impoten karena tidak pernah terangsang dengan sentuhan wanita.
Namun malam ini semua hal itu ditepis. Charlie berusaha menahan diri, sadar bahwa Dita berada dibawah pengaruh alkohol. Lebih lagi wanita itu sudah menikah. Charlie hendak menarik diri, namun tubuhnya ditarik.
Nafas hangat Dita membuat tubuhnya merinding, tanpa sadar ikut membalas ciuman itu. Namun hanya beberapa menit karena tubuh terjatuh ke dalam pelukannya. Segera Charlie berdiri, menatap Dita yang sudah berhasil dia baringkan lagi. Tubuh Charlie mematung saat tangan Dita tidak sengaja menyentuh bagian sensitifnya.
“Shit."
Dita POVTubuhku terasa sakit, namun tidak bisa ter-elakkan bahwa kasur tempatku tidur ini terasa sangat nyaman. Mataku perlahan bisa menyesuaikan dengan cahaya di ruangan.Hal pertama yang aku lihat adalah furniture ruangan yang asing. Semuanya serba putih, tampak elegan dan klasik namun manly dalam waktu yang bersamaan.Kesadaranku terkumpul. Jelas ini bukan kamar yang biasa aku tempati. Beberapa menit berusaha mencerna, namun tidak kunjung ada pencerahan kecuali pintu utama yang tiba-tiba terbuka.Hal itu sukses membuatku membeku. Lelaki dengan kemeja blue pastel yang kancing atasnya terbuka 3 dari atas dengan wajah cerah dan piring di tangannya mendatangiku. Bahkan sampai dia berdiri di sebelah ranjang, mulutku masih melongo.“Sudah bangun ternyata!!!”Jawab Dita, jangan diam saja. Tapi nyatanya, pagi ini aku menjadi bisu.“Hey? Kamu sakit?”Tangannya menyentuh keningku, rasa panas menjalar di pipiku. Lelaki itu tersenyum dan menggeleng.“Kamu tidak sakit, kenapa malah bengong?”“
Dita buru-buru mundur sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan. Namun tangan Charlie menekan pinggangnya, memperdalam ciuman mereka tanpa menyadari bahwa keduanya menikmati waktu yang lama.Hingga akhirnya Dita mendorong pelan tubuh Charlie dan menundukkan wajahnya yang semerah tomat.“Maaf, aku…aku tidak…”“Dita,”Perlahan Dita menaikkan pandangannya, hingga bisa melihat wajah Charlie. Tatapan yang sangat dalam dan tulus namun Dita sadar akan batasan yang mereka miliki.Bahkan tidak seharusnya dia berada disini.“Apa kamu ingin hidup terus seperti ini?”“Aku…”“Dengarkan aku, kita memang baru kenal akhir-akhir ini tapi aku sadar apa yang diperbuat oleh keluarga itu padamu. Sekali lagi aku mengulang, apa kamu ingin hidup seperti ini terus?”Mata Dita berkaca-kaca. Bohong bahwa selama ini dia baik-baik saja, karena Dita sebenarnya sangat ingin marah. Kepercayaan, pernikahan, dan kasih sayang selama bertahun-tahun kepada Firdaus bisa sirna hanya dalam sekejap?Siapa yang disalahkan?
“Kau siap?”Dita meraih tangan Charlie, ini mungkin sudah gila tapi semua sudah terlanjur. Perjanjian nikah sudah ditandatangani setelah perceraiannya sah di pengadilan. Setelah beberapa hari cuti, akhirnya Dita kembali bekerja.Juga setelah mendapat pelatihan dari sosok yang ditugaskan Charlie. Wanita yang tidak segan-segan menunjukkan rasa tidak sukanya. Dari wanita itu, Dita belajar banyak walau harus mengorbankan mentalnya.Bersama Charlie.“Tunggu,” cicit Dita, dia tidak terbiasa bergandengan tangan saat masuk kerja, apalagi ini dengan Charlie, “aku rasa tidak bisa melakukannya.”“Kau harus percaya diri, ingat apa yang ingin kamu lakukan. Tidak usah pedulikan kata orang, aku akan selalu ada untukmu.”Keduanya memasuki lobby rumah sakit dengan tatapan bingung. Dita menaikkan dagunya, melangkah dengan percaya diri. Sampai di bangsal, Ranta yang melihat hal itu melongo.“Akhirnya kamu kembali, tapi kenapa bersama dengan dokter Charlie? Apa kalian…” Bu Sasa—kepala perawat—mengerutkan
“Jadi, kalian benar-benar sudah melangkah sejauh itu? Aku benar-benar tidak habis pikir, Dita. Baru saja kita bercerai, tapi tindakanmu sudah sejauh ini. Bagaimana bisa kamu melakukan hal kotor itu, aku yakin lelaki itu sudah mencuci otakmu. Kamu bukan wanita seperti itu.”Dita hanya meneguk habis minumannya, menatap Firdaus yang merusak suasana dan menariknya secara paksa ke rooftop rumah sakit lalu memarahinya seolah tindakan yang dia lakukan adalah perselingkuhan.Toh juga mereka sudah pisah, dan Dita tidak akan pernah melupakan perbuatan mereka semua. Sampai dia mati, semua orang yang melukai hatinya tidak akan pernah bisa tidur dengan tenang. Dita akan membalaskan dendamnya.“Jadi, kamu mau aku mengupload pernikahan kita dulu di website rumah sakit? Bukankah pernikahanmu dengan dokter Lady baru saja diumumkan? Tidak hanya itu, yang aku dengar, kamu juga mendapat promosi dari calon mertuamu.”Firdaus menatap Dita yang bahkan berani melawannya secara langsung. Dia yakin jika Charli
Charlie membolak-balikkan majalah dengan serius, tidak peduli bahwa sudah lebih dari 30 menit dia hanya duduk dan sesekali memeriksa pesan dari Yuan. Menunggu kabar terbaru dari transaksi itu. Dan lebih dari yang Charlie perkirakan, transaksi yang dilakukan oleh Hendrawan tidak sederhana.Banyak kaum elit termasuk diantaranya. Jadi, dia tidak bisa bertindak dengan gegabah.“Permisi tuan presdir, sekretaris anda…”“Berhenti memanggilku demikian, untuk sementara penyamaran ini jangan sampai terbongkar.”Tatapan Charlie tertuju pada Melinda, sang tangan kanan yang sudah melayaninya sejak 10 tahun terakhir. Lebih tepatnya sejak jabatan presdir dia yang memegang.Melinda, gadis 28 tahun dengan wajah campuran Asia-Jepan, mata sipit dan tubuh tinggi yang proporsional. Banyak lelaki yang menginginkannya sebagai istri, namun hingga kini tidak seorangpun yang berhasil menaklukan wanita yang lebih kenal sebagai black window itu. Dia adalah petarung terbaik milik Charlie.“Maaf, tapi kenapa menda
Sepanjang acara berlangsung, Firdaus tidak bisa fokus. Seluruh perhatiannya tertuju pada Dita yang menjadi fokus perhatiannya. Wanita itu duduk elegan, tidak terusik dengan jalannya acara. Dan lelaki yang duduk di sebelahnya, membuat Firdaus menggeram kesal.“Apa yang sedang kamu pikirkan, Fir?” Lady berbisik pelan sambil menyalami tamu yang sudah hadir, dia mengikuti arah pandang Firdaus dan diam sejenak, “apa kamu masih memikirkan wanita itu? Dia pasti sengaja datang ke pernikahan kita. Lagipula apa yang masih kamu lihat darinya?”“Bukan begitu, aku hanya memikirkan nanti malam saja. Kira-kira apakah kamu akan tahan menghadapiku di ranjang?”Pipi Lady bersemu merah, buru-buru dia mengalihkan pandangan dari Firdaus. Mungkin lelaki yang sudah sah menjadi suaminya itu masih memikirkan mantan istrinya, dan itu juga sebagai pengalihan. Namun Lady cukup senang, setidaknya dia masih harus memikirkan keganasan Firdaus di atas ranjang nantinya.Tamu-tamu undangan sudah hampir semua maju. Kin
Dita POVTidak tahu dengan siapa dan apa yang harus aku hadapi. Setelah mendapat pengalaman dari masa lalu, maka kuputuskan mengenakan pakaian terbaik yang ada di lemari pakaian milik Charlie.Sejujurnya aku sudah merencanakan untuk menyewa apartemen tidak jauh dari lokasi ini. Tapi uang di rekeningku hampir tidak bisa aku gunakan untuk bertahan dalam sebulan ini.Selain itu masih ada utang yang harus aku bayarkan.“Sudah selesai?”Hampir saja buku tabunganku jatuh. Charlie mendekat membuatku panik dan lekas menyimpannya.“Sudah, maaf membuatmu menunggu.”“Apa yang kau sembunyikan?”“Tidak ada,” wajah Charlie masih terlihat penasaran, buru-buru aku menarik tangannya keluar dari kamar, “kita akan pergi kan?”“Kenapa tidak menatapku?”Jujur kali ini aku merasa gugup. Charlie adalah pengaruh lain untuk sisi baru yang ada dalam diriku. Terlebih setelah pengakuan Charlie di pernikahan Firdaus.“Dita…”Sial. Jantungku berdetak kencang saat Charlie tiba-tiba menundukkan badannya, menatapku d
Dita POVPagi ini Charlie tidak berada di rumahnya, juga tidak meninggalkan pesan apa-apa. Burung-burung pagi menyapa indera pendengaranku, hawa pagi ini cukup tenang. Terlebih begitu aku keluar dan menatap hamparan gelombang laut yang sedikit berisik.Hingga siang menjelang, Charlie tidak kunjung kembali sehingga aku memutuskan untuk segera ke Rumah Sakit. Melakukan kewajibanku.Rumah sakit seperti biasa, ramai dengan pasien-pasien yang punya keluhan masing-masing. Tidak mudah bagiku untuk tetap bekerja di tempat ini, jika bisa jujur, masih ada rasa benci.Aku berjalan ke arah gudang penyimpanan, memeriksa stok obat-obatan rumah sakit. Semuanya berjalan mulus sampai saat seseorang menarik tanganku ke arah rak penyimpanan paling pojok.“Kamu…”Mulutku ditutup. Firdaus sudah gila, aku menatapnya bertanya. Aku berusaha menarik diri darinya, namun sedikit sulit karena kekuatannya yang jauh lebih besar dariku. Dia menekan tubuhnya padaku dengan sengaja. Persetan, Firdaus, aku benar-benar