Share

Bab 2

Author: Ilaks
Di dalam kamar tidur, aku diam-diam merapikan pakaian.

Di cermin meja rias, wajahku tampak pucat tanpa warna. Di sebelahnya terletak satu set parfum pemberian Doni, katanya itu edisi terbatas yang khusus dibawa langsung dari Kota Batri.

Memikirkannya sekarang, terasa sangat ironis.

“Elma.”

Suara Doni tiba-tiba terdengar dari belakang. Aku kaget dan botol parfum itu terlepas dari tanganku, pecah berkeping-keping di lantai marmer.

“Hati-hati!”

Dia segera berlari mendekat, meraih tanganku untuk memastikan tidak terluka karena pecahan kaca.

Lampu kristal di kamar menyinari alisnya yang berkerut tegang, tampak seperti manajer investasi yang sedang menghadapi krisis mendadak.

Saat melihatku tidak terluka, dia baru bisa bernapas lega. Lalu berbalik dan memanggil dari pintu, “Mirna! Cepat bersihkan lantainya! Kenapa ceroboh sekali, bagaimana kalau kena Nyonya?”

Dulu perhatian semacam ini bisa membuat hatiku berdebar. Namun, setelah mendengar pembicaraannya dengan ibunya, semua itu hanya menjadi sandiwara yang membuatku mual.

“Bukannya malam ini ada acara makan malam dengan dewan direksi perusahaan?” tanyaku sambil menatap bayangannya di cermin, suaraku datar tanpa emosi. Jari-jarinya mulai melonggarkan dasi, itu kebiasaannya saat sedang gugup.

Ketika aku bertanya itu, dalam hatiku masih ada secercah harapan.

Mungkin dia pulang lebih awal karena merindukanku.

Mungkin dia akan bilang ingin menghabiskan waktu bersamaku, tapi malah ....

“Keluarga Wisnutama mengatur supaya dua anak mereka datang ke sini. Katanya itu anak dari sepupu Vivi yang harus sekolah di Kota Orawa, Dia ngotot sekali menyuruh kita untuk menjaga mereka.”

Kata-katanya penuh ketidaksabaran, tapi juga ada rasa terpaksa.

Sinar senja menembus jendela besar, menerangi sisi wajahnya yang tampan dengan cahaya keemasan. Wajah yang telah kucintai selama lima tahun. Namun saat ini, sinar itu malah membuat mataku perih.

“Perusahaan butuh dukungan dana dari Keluarga Wisnutama, aku nggak bisa menolak.”

Tiba-tiba dia menggenggam tanganku yang dingin. Telapak tangannya menghangatkan tanganku. Ibu jarinya mengusap punggung tanganku lembut, seolah memberi penghiburan padaku.

“Jangan khawatir, anak-anak itu akan ditempatkan di kamar tamu. Mereka nggak akan mengganggu kehidupanmu.” Akhirnya, Doni benar-benar melakukan hal ini.

Aku diam sesaat, lalu perlahan menarik tanganku. Aku berkata, “Terserah kamu saja.” Suaraku datar seperti sedang membicarakan pasar saham esok hari, bukan retakan besar dalam hubungan kami.

Mendengar itu, dia jelas merasa lega. Wajahnya bahkan tampak lebih santai. Segera dia mengambil ponselnya dan berkata, “Mirna, siapkan teh penenang untuk Nyonya, dia akhir-akhir ini susah tidur. Jangan lupa tambahkan madu, dia suka yang manis.”

Dia masih ingat seleraku, ingat aku sering susah tidur, dan ingat semua detail kehidupan pribadiku. Namun, dia juga ingat tahun anggur favorit Vivi, alamat vila wanita itu di Negara Subara, dan bagaimana bersikap pada anak-anaknya dengan baik.

Saat Doni meninggalkan kamar, langkahnya semakin cepat, sepatu kulitnya bergemuruh di lantai kayu.

Melihat punggungnya menghilang, aku tertawa kecil dengan sinis. Secepat itu dia pergi, ingin melaporkan kabar baik pada siapa?

Setelah memastikan dia benar-benar pergi, aku membuka brankas dan mengambil amplop warisan dari ayahku. Sebelum meninggal Ayah berpesan agar aku memakai uang itu untuk memulai kehidupan baru jika hidupku tidak berjalan baik.

Cocok sekali. Nanti anakku hanya butuh kasih sayang seorang ibu, itu sudah cukup. Siapa bilang anak harus punya ayah?

“Elma?”

Suara Doni terdengar lagi, membuatku hampir menjatuhkan amplop itu. Entah sejak kapan dia kembali, matanya tertuju pada amplop di tanganku. Dia berkata, “Mau kamu gunakan untuk warisan ayahmu itu?”

“Bukannya kamu sudah pergi?” Aku berusaha tenang dan memasukkan amplop ke dalam tas.

Doni mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Dia memegang wajahku dengan kedua tangannya dan menatapku dengan penuh perhatian. Dia berkata, “Aku merasa kamu lemas hari ini, apa kamu sakit?”

Wajahnya penuh kasih, mata coklat itu menatapku hangat dan lembut. Kalau aku tidak melihat catatan pernikahannya dengan mata kepalaku sendiri, aku hampir saja percaya bahwa dia masih pria yang sama, yang pernah meneduhiku di tengah hujan malam itu.

“Jangan terima dua anak itu. Kita buat anak kita sendiri, bagaimana?”

Begitu mengatakannya, aku langsung menyesal. Permintaan yang rendah hati ini terdengar menyedihkan, tapi harapan kecil di hatiku tetap muncul tanpa bisa dicegah.

Wajah Doni berubah serius dan keheningan yang panjang terasa menekan. Aku melihat keraguan dan pertimbangan di matanya, sampai akhirnya dia menghela napas dan berkata, “Elma, dewan direksi perusahaan sudah menyetujuinya.”

Kalimat pendek itu langsung menghancurkan semua mimpi dan harapanku.

Mungkin karena kekecewaanku terlalu jelas, dia segera menarikku ke pelukannya dengan lembut. Lalu berkata, “Setelah urusan dengan anak-anak itu beres, aku akan mengurangi perjalanan dinas dan lebih banyak waktu di rumah untuk menemanimu. Kita pasti akan punya anak, percayalah padaku.”

Melihat wajahnya yang familiar itu, aku teringat tiga tahun lalu. Saat hendak terbang ke Negara Subara, dia juga memelukku seperti ini dan berjanji akan segera kembali.

Dia memang kembali, tapi hatinya tertinggal di sana.

“Aku mengerti.” Aku tersenyum tipis, menatap punggungnya yang bergegas pergi.

Karena di sistem pencatatan pernikahan Kota Orawa tidak ada nama kita, surat nikah kita di Marinawa jelas tidak punya kekuatan hukum. Setidaknya aku tidak perlu repot-repot mengurus perceraian.

Mulai sekarang, di dunia ini tidak akan ada lagi seorang istri Doni bernama Elma lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 9

    Setelah dipenjara di tahanan wanita, Vivi segera mengalami gangguan jiwa.Dokter penjara mendiagnosisnya mengalami skizofrenia berat. Setiap hari, dia berbicara sendiri seolah-olah anak-anaknya masih ada di sisinya.Sementara itu, kedua anak itu hidup buruk di keluarga asuh. Kehilangan kehidupan mewah dan dibebani dosa ibu mereka, mereka menjadi sasaran penindasan di sekolah.Doni dijatuhi hukuman penjara 25 tahun. Sebagai mantan ahli keuangan elite, dia menjadi sasaran penindasan paling parah di penjara. Para tahanan yang bangkrut karena kejahatan finansial melampiaskan kemarahan mereka padanya.Kurang dari setahun, dia terus dipukuli hingga tulang belakangnya cedera dan lumpuh dari pinggang ke bawah. Setiap hari, dia hanya bisa berbaring di ranjang dan menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Perawat bilang, dia sering memanggil nama “Elma” dalam mimpi-mimpinya.Seluruh aset Keluarga Wisnutama pun disita karena kasus pencucian uang. Kerajaan hotel yang dulu megah runtuh dalam s

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 8

    Aku mengirimkan laporan DNA itu, beserta catatan aborsi dari rumah sakit, ke kantor Doni lewat jasa kurir anonim. Tentu saja, begitu mengetahui kebenaran itu, Doni pun kalang kabut mengumpulkan bukti kejahatan Vivi. Dua penipu itu akhirnya saling menerkam.Keesokan paginya, Hariyono Fund tiba-tiba mengumumkan pembersihan kantor. Semua staf diminta meninggalkan gedung. Doni muncul dengan setelan hitam, membawa sebuah map, dan langsung menuju ruang rapat.Di ruang rapat, Vivi sudah berdandan rapi menunggu dengan senyum penuh kemenangan.Senyumnya langsung memudar saat melihat map di tangan Doni.“Vivi, kita perlu bicara.” Suara Doni tenang tapi menyeramkan. Dia membuka laporan DNA di atas meja dan berkata, “Jovan dan Salsa bukan anakku.”Wajah Vivi berubah pucat. Dia mencoba tetap tenang sambil berkata, “Ini palsu. Dari mana kamu dapat laporan palsu ini?”“Aku melakukan pemeriksaan tiga kali.” Doni tertawa dingin. “Tiga laboratorium berbeda dan semua hasilnya sama. Ayah biologis mereka

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 7

    Aku diam-diam kembali ke Kota Orawa tepat pada saat Natal. Jalanan dipenuhi lampu hias dan toko-toko memutar lagu-lagu ceria. Namun, gedung kantor Hariyono Fund diselimuti suasana muram.“Pak Hariyono sebulan ini nggak masuk kantor,” bisik barista di kedai kopi. “Katanya dia hanya mengurung diri di kantor dan terus melihat foto-foto lama.”Mendengar hal itu, aku hanya merasa mual. Saat aku masih hidup, dia tidak pernah menghargaiku. Sekarang, dia malah pura-pura sedih. Apa ini? Memakai kematianku untuk menebus penyesalannya? Lalu anakku? Si kecil yang bahkan belum sempat melihat dunia. Siapa yang akan menuntut keadilan untuknya?Aku berdiri di seberang jalan, melihat sebuah mobil Bentley melambat dan berhenti di depan gedung. Seharusnya Keluarga Wisnutama sudah bersiap kembali ke Negara Subara, tapi dua anak itu belum juga terdaftar di sekolah Kota Orawa. Saat sedang berpikir, sebuah mobil Mercedes masuk ke area parkir bawah tanah dengan tenang. Vivi mengenakan kacamata hitam, m

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 6

    Aku mulai menyusun rencana balas dendam secara rinci. Pertama, aku butuh identitas baru. Rendra menghubungkan aku dengan temannya di FBI. Mereka menyiapkan serangkaian dokumen resmi Stella Harvis, seorang konsultan investasi yang baru kembali dari Kota Landa.“Keluarga Wisnutama sedang mencari konsultan investasi luar negeri.” Rendra menunjuk lowongan di layar. “Dengan kemampuanmu, posisi itu gampang kamu rebut.”Aku menelaah laporan keuangan Keluarga Wisnutama dengan teliti dan menemukan lubang-lubang menarik. Teknik pencucian uang mereka tidak terlalu canggih. Melalui “investasi karya seni” dan “donasi amal”, aliran dana besar mengarah ke Kepulauan Kerman.“Apa bukti ini cukup?” tanyaku pada Rendra. “Cukup untuk membuat FBI mengadakan penyelidikan,” jawab Rendra. “Tapi kita butuh bukti internal lebih banyak lagi.”Aku tersenyum tipis. “Kalau begitu biarkan aku yang jadi orang dalam mereka.”Selama sebulan berikutnya, aku belajar gila-gilaan tentang derivatif keuangan dan hukum pajak

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 5

    Tentu saja aku tidak mati. Mereka tidak tahu yang dikremasi itu hanyalah jenazah wanita tidak dikenal dari rumah sakit. Saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit pribadi di Geneta. Di luar jendela menjulang puncak bersalju Pegunungan Urpan.Perawat sedang mengganti infus. Ketika melihat aku terbangun, Dia menangis haru dan berkata, “Nona Stella, Anda akhirnya bangun! Anda koma selama sebulan penuh.”Aku menatap pemandangan salju di luar dan ingatan pun pelan-pelan kembali.Sahabat Ayah datang tepat waktu, menggunakan pengaruh dan identitas khusus untuk memindahkanku keluar dari rumah sakit, menciptakan ilusi kematian, lalu malam itu juga menyelundupkanku ke luar negeri.Butuh dua bulan perawatan di Negara Subara sebelum aku bisa berdiri dan berjalan lagi.Di depan cermin, tubuhku hanya tersisa kulit dan tulang, tapi yang penting adalah aku masih hidup.Waktu meninggalkan Kota Orawa, niatku hanya ingin kabur bersama anak yang sedang kupikul di dalam. Namun, mereka bahkan merampas har

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 4

    Pil KB?Seluruh tubuhku gemetar, menatap Doni dengan tatapan tidak percaya. “Pil KB apa?”Doni mengalihkan pandangan dan mengendurkan dasinya, dia berkata, “Pokoknya, kamu nggak mungkin hamil.”Aku terpaku memandangnya, tiba-tiba semuanya menjadi jelas.Vitamin yang setiap pagi dia beri padaku, suplemen kesehatan impor dari Negara Subara, ternyata adalah pil KB.Karena itu, setiap kali periksa ke dokter kandungan, mereka bilang hormonku tidak normal dan sulit untuk bisa hamil.Aku pikir itu karena stres, sehingga aku rajin minum berbagai vitamin dan latihan yoga agar bisa punya anak.Ironisnya, tiga bulan lalu aku khawatir komposisi suplemen itu tidak jelas, jadi aku diam-diam berhenti meminumnya. Justru karena itu, rencana kontrasepsi yang dia susun dengan rapi jadi gagal.Sakit di perut bawah tiba-tiba makin parah, darah deras mengalir dari tubuhku.Aku menunduk, melihat gaun putihku berubah jadi merah menyala dan baru sadar apa yang sedang terjadi.Aku menggenggam tangannya dengan k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status