Share

Bab 4

Author: Ilaks
Pil KB?

Seluruh tubuhku gemetar, menatap Doni dengan tatapan tidak percaya. “Pil KB apa?”

Doni mengalihkan pandangan dan mengendurkan dasinya, dia berkata, “Pokoknya, kamu nggak mungkin hamil.”

Aku terpaku memandangnya, tiba-tiba semuanya menjadi jelas.

Vitamin yang setiap pagi dia beri padaku, suplemen kesehatan impor dari Negara Subara, ternyata adalah pil KB.

Karena itu, setiap kali periksa ke dokter kandungan, mereka bilang hormonku tidak normal dan sulit untuk bisa hamil.

Aku pikir itu karena stres, sehingga aku rajin minum berbagai vitamin dan latihan yoga agar bisa punya anak.

Ironisnya, tiga bulan lalu aku khawatir komposisi suplemen itu tidak jelas, jadi aku diam-diam berhenti meminumnya. Justru karena itu, rencana kontrasepsi yang dia susun dengan rapi jadi gagal.

Sakit di perut bawah tiba-tiba makin parah, darah deras mengalir dari tubuhku.

Aku menunduk, melihat gaun putihku berubah jadi merah menyala dan baru sadar apa yang sedang terjadi.

Aku menggenggam tangannya dengan keras. “Tolong ... panggilkan ambulans ....”

Mata Doni berkedip ragu, tapi segera dihentikan oleh suara Vivi, “Aku belajar di sekolah kedokteran, belum pernah lihat keguguran sampai berdarah sebanyak ini. Kalau mau pura-pura harusnya lebih meyakinkan.”

“Ya, Ayah!” kata gadis itu sambil melompat memeluk kaki Doni. “Dia tadi masih marah-marah sama kami, kok tiba-tiba begini? Pasti dia hanya pura-pura!”

Bocah laki-laki ikut maju dengan muka polos. “Ayah, dia tadi mengancam mau lapor polisi.”

“Aku nggak ... benar-benar nggak ....” Aku kesakitan, hampir tidak bisa bicara utuh.

Wajah Doni makin dingin. Dia melihat wajah polos dua anak itu, dengan suara penuh rasa kecewa dia berkata, “Anak-anak nggak mungkin berbohong.”

“Aku benar-benar... hamil...” Aku berusaha menjelaskan, tapi Doni sudah berdiri.

“Cukup.” Dia berkata dingin, “Kalau kamu bisa bangun sekarang, aku anggap nggak terjadi apa-apa.”

Vivi menggandeng lengan Doni. “Jangan marah, dia melakukan ini hanya karena bingung saja.”

“Ayo kita pergi.” Doni menatapku sekali lagi, tatapannya terlihat asing dan mengerikan. “Kalau kamu mau tetap di sini, bersihkan saja sendiri.”

Darah mengalir semakin deras di lantai marmer, membentuk noda yang mengerikan. Penglihatanku mulai kabur, aku melihat dia menggandeng dua anak itu masuk lift.

Darah terus mengalir. Aku tahu aku hampir mati. Namun, aku tidak boleh mati di sini, tidak boleh membiarkan mereka menang.

Dalam penglihatan yang mulai samar, aku melihat cahaya ponsel. Pesan dari Rendra: [Mobil sudah di parkiran bawah, bertahanlah.]

Ya, dia adalah teman ayahku yang selalu diam-diam melindungiku.

Dengan sisa tenaga, aku menekan tombol darurat.

Kalau aku selamat, aku bersumpah. Mereka semua harus membayar semuanya!

Kalau aku mati ... tidak! Aku tidak akan mati. Balas dendam untuk anakku belum selesai, bagaimana aku bisa mati?

Kesadaranku kian pudar, terdengar langkah cepat mendekat.

...

Saat malam tiba, Doni akhirnya menenangkan dua anak yang ketakutan itu. Dia memegangi pelipisnya dan bertanya sambil lewat ke pelayan, “Elma mana?”

Pelayan menunduk, suaranya gemetar, “Pak Doni, Nona Elma ... meninggal ....”

Gerakan Doni langsung terhenti. “Kamu bilang apa?”

“Dokter bilang, pendarahan hebat ... waktu dibawa ke rumah sakit sudah ....” kata pelayan sambil menahan isak. “Jenazahnya sudah dikremasi ....”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 9

    Setelah dipenjara di tahanan wanita, Vivi segera mengalami gangguan jiwa.Dokter penjara mendiagnosisnya mengalami skizofrenia berat. Setiap hari, dia berbicara sendiri seolah-olah anak-anaknya masih ada di sisinya.Sementara itu, kedua anak itu hidup buruk di keluarga asuh. Kehilangan kehidupan mewah dan dibebani dosa ibu mereka, mereka menjadi sasaran penindasan di sekolah.Doni dijatuhi hukuman penjara 25 tahun. Sebagai mantan ahli keuangan elite, dia menjadi sasaran penindasan paling parah di penjara. Para tahanan yang bangkrut karena kejahatan finansial melampiaskan kemarahan mereka padanya.Kurang dari setahun, dia terus dipukuli hingga tulang belakangnya cedera dan lumpuh dari pinggang ke bawah. Setiap hari, dia hanya bisa berbaring di ranjang dan menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Perawat bilang, dia sering memanggil nama “Elma” dalam mimpi-mimpinya.Seluruh aset Keluarga Wisnutama pun disita karena kasus pencucian uang. Kerajaan hotel yang dulu megah runtuh dalam s

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 8

    Aku mengirimkan laporan DNA itu, beserta catatan aborsi dari rumah sakit, ke kantor Doni lewat jasa kurir anonim. Tentu saja, begitu mengetahui kebenaran itu, Doni pun kalang kabut mengumpulkan bukti kejahatan Vivi. Dua penipu itu akhirnya saling menerkam.Keesokan paginya, Hariyono Fund tiba-tiba mengumumkan pembersihan kantor. Semua staf diminta meninggalkan gedung. Doni muncul dengan setelan hitam, membawa sebuah map, dan langsung menuju ruang rapat.Di ruang rapat, Vivi sudah berdandan rapi menunggu dengan senyum penuh kemenangan.Senyumnya langsung memudar saat melihat map di tangan Doni.“Vivi, kita perlu bicara.” Suara Doni tenang tapi menyeramkan. Dia membuka laporan DNA di atas meja dan berkata, “Jovan dan Salsa bukan anakku.”Wajah Vivi berubah pucat. Dia mencoba tetap tenang sambil berkata, “Ini palsu. Dari mana kamu dapat laporan palsu ini?”“Aku melakukan pemeriksaan tiga kali.” Doni tertawa dingin. “Tiga laboratorium berbeda dan semua hasilnya sama. Ayah biologis mereka

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 7

    Aku diam-diam kembali ke Kota Orawa tepat pada saat Natal. Jalanan dipenuhi lampu hias dan toko-toko memutar lagu-lagu ceria. Namun, gedung kantor Hariyono Fund diselimuti suasana muram.“Pak Hariyono sebulan ini nggak masuk kantor,” bisik barista di kedai kopi. “Katanya dia hanya mengurung diri di kantor dan terus melihat foto-foto lama.”Mendengar hal itu, aku hanya merasa mual. Saat aku masih hidup, dia tidak pernah menghargaiku. Sekarang, dia malah pura-pura sedih. Apa ini? Memakai kematianku untuk menebus penyesalannya? Lalu anakku? Si kecil yang bahkan belum sempat melihat dunia. Siapa yang akan menuntut keadilan untuknya?Aku berdiri di seberang jalan, melihat sebuah mobil Bentley melambat dan berhenti di depan gedung. Seharusnya Keluarga Wisnutama sudah bersiap kembali ke Negara Subara, tapi dua anak itu belum juga terdaftar di sekolah Kota Orawa. Saat sedang berpikir, sebuah mobil Mercedes masuk ke area parkir bawah tanah dengan tenang. Vivi mengenakan kacamata hitam, m

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 6

    Aku mulai menyusun rencana balas dendam secara rinci. Pertama, aku butuh identitas baru. Rendra menghubungkan aku dengan temannya di FBI. Mereka menyiapkan serangkaian dokumen resmi Stella Harvis, seorang konsultan investasi yang baru kembali dari Kota Landa.“Keluarga Wisnutama sedang mencari konsultan investasi luar negeri.” Rendra menunjuk lowongan di layar. “Dengan kemampuanmu, posisi itu gampang kamu rebut.”Aku menelaah laporan keuangan Keluarga Wisnutama dengan teliti dan menemukan lubang-lubang menarik. Teknik pencucian uang mereka tidak terlalu canggih. Melalui “investasi karya seni” dan “donasi amal”, aliran dana besar mengarah ke Kepulauan Kerman.“Apa bukti ini cukup?” tanyaku pada Rendra. “Cukup untuk membuat FBI mengadakan penyelidikan,” jawab Rendra. “Tapi kita butuh bukti internal lebih banyak lagi.”Aku tersenyum tipis. “Kalau begitu biarkan aku yang jadi orang dalam mereka.”Selama sebulan berikutnya, aku belajar gila-gilaan tentang derivatif keuangan dan hukum pajak

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 5

    Tentu saja aku tidak mati. Mereka tidak tahu yang dikremasi itu hanyalah jenazah wanita tidak dikenal dari rumah sakit. Saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit pribadi di Geneta. Di luar jendela menjulang puncak bersalju Pegunungan Urpan.Perawat sedang mengganti infus. Ketika melihat aku terbangun, Dia menangis haru dan berkata, “Nona Stella, Anda akhirnya bangun! Anda koma selama sebulan penuh.”Aku menatap pemandangan salju di luar dan ingatan pun pelan-pelan kembali.Sahabat Ayah datang tepat waktu, menggunakan pengaruh dan identitas khusus untuk memindahkanku keluar dari rumah sakit, menciptakan ilusi kematian, lalu malam itu juga menyelundupkanku ke luar negeri.Butuh dua bulan perawatan di Negara Subara sebelum aku bisa berdiri dan berjalan lagi.Di depan cermin, tubuhku hanya tersisa kulit dan tulang, tapi yang penting adalah aku masih hidup.Waktu meninggalkan Kota Orawa, niatku hanya ingin kabur bersama anak yang sedang kupikul di dalam. Namun, mereka bahkan merampas har

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 4

    Pil KB?Seluruh tubuhku gemetar, menatap Doni dengan tatapan tidak percaya. “Pil KB apa?”Doni mengalihkan pandangan dan mengendurkan dasinya, dia berkata, “Pokoknya, kamu nggak mungkin hamil.”Aku terpaku memandangnya, tiba-tiba semuanya menjadi jelas.Vitamin yang setiap pagi dia beri padaku, suplemen kesehatan impor dari Negara Subara, ternyata adalah pil KB.Karena itu, setiap kali periksa ke dokter kandungan, mereka bilang hormonku tidak normal dan sulit untuk bisa hamil.Aku pikir itu karena stres, sehingga aku rajin minum berbagai vitamin dan latihan yoga agar bisa punya anak.Ironisnya, tiga bulan lalu aku khawatir komposisi suplemen itu tidak jelas, jadi aku diam-diam berhenti meminumnya. Justru karena itu, rencana kontrasepsi yang dia susun dengan rapi jadi gagal.Sakit di perut bawah tiba-tiba makin parah, darah deras mengalir dari tubuhku.Aku menunduk, melihat gaun putihku berubah jadi merah menyala dan baru sadar apa yang sedang terjadi.Aku menggenggam tangannya dengan k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status