Share

Bab 3

Author: Ilaks
Doni bekerja dengan sangat efisien. Pagi tadi dia masih dengan lembut menenangkanku di samping tempat tidur. Dia bilang kalau keputusan dewan direksi perusahaan membuatnya tak punya pilihan lain. Namun sebelum tengah hari, seluruh apartemen di lantai atas sudah sibuk. Pelayan sibuk membeli perabotan anak, petugas kebersihan menyiapkan kamar tamu, dan koki menanyakan selera makan anak-anak.

Aku hanya berdiri dengan acuh, lalu kembali ke kamar mengambil koper yang sudah kukemas rapi. Baru saja aku sampai di ruang depan, tiba-tiba sebuah gelas kopi melayang ke arahku.

Secangkir kopi susu panas tumpah membasahi seluruh tubuhku. Kopi meresap ke baju sutra yang kupakai, membuat kulitku perih terbakar.

“Wanita jahat!” Seorang bocah laki-laki berumur sekitar delapan atau sembilan tahun, berdiri di tangga sambil memegang gelas lain.

Di sampingnya, seorang gadis kecil mengarahkan ponselnya ke arahku. Dia berkata, “Ibu bilang benar, wanita sepertinya memang harus diberi pelajaran agar nggak mengganggu Ayah!”

Pyar!

Gelas kedua dilempar dan pecah di kakiku, serpihan kaca beterbangan.

Aku berusaha menghindar, tapi aku melihat ada seorang wanita berdiri di belakangku.

Vivi mengenakan setelan mahal, menatapku dari atas dengan sikap merendahkan. Dia berkata, “Bukannya ini ‘pacar’ Doni? Kenapa seberantakan ini?”

Dia sengaja menekankan kata ‘pacar’ dengan nada mengejek. Bibirnya yang diwarnai merah terang membentuk senyum sinis.

“Kalian ....” Saat aku hendak bicara, tiba-tiba bocah laki-laki itu meluncur turun tangga dan mendorongku dengan keras.

Aku terhuyung dan jatuh, lututku membentur keras lantai marmer.

“Siapa yang menyuruhmu menatap ibuku?” Gadis kecil itu berlari mendekat, kuku-kukunya yang runcing mencakar lenganku hingga meninggalkan bekas luka dalam.

“Wanita rendahan harusnya berlutut!”

Vivi dengan anggun merapikan rok dan tersenyum sinis. Dia berkata, “Dua anakku ini memang agak temperamental, tapi ....” Dia menunduk, menggunakan gesper tas mahalnya untuk mengangkat daguku. Lalu berkata, “Doni pun nggak akan marah pada mereka, apa kamu percaya?”

Baru saja selesai bicara, bocah itu mengambil vas bunga di dekatnya dan menyiramkan air ke wajahku. “Ibu bilang, Ayah paling sayang kami! Bahkan kalau kami mengusirmu, Ayah akan tetap mendukung kami!”

Air kotor membasahi wajahku, aku tidak bisa melihat apa-apa dengan jelas. Dari kejauhan terdengar Vivi memerintahkan pelayan, “Periksa barang bawaannya, aku ingin tahu apa yang mau dia bawa pergi.”

“Aku nggak bawa apa-apa ....” Belum sempat aku selesai bicara, perutku tiba-tiba kena pukulan keras.

Gadis kecil itu entah dari mana mengambil tongkat hoki dan memukul perutku dengan keras. Dia berkata, “Kamu sudah menggoda Ayah kami! Kamu menghancurkan keluarga kami! Ibu bilang, kalau kamu hilang, Ayah hanya akan jadi milik kami!”

Aku meringkuk kesakitan di lantai. Dari kejauhan terdengar suara Vivi dengan tenang berkata, “Sebenarnya aku ingin kamu pergi dengan tenang. Sayangnya... kamu hamil di saat seperti ini, benar-benar nggak tahu waktu.”

Wajah polos gadis kecil itu berubah menjadi senyum penuh kejahatan. Tongkat hoki itu terus menghantam tubuhku, sakitnya membuat pandanganku mulai gelap. Tepat ketika aku hampir kehilangan kesadaran, tiba-tiba terdengar suara.

“Berhenti!”

Suara Doni terdengar dari pintu.

Dalam keadaan setengah sadar aku melihat dia berjalan cepat ke arahku dan merampas tongkat hoki dari tangan anak itu.

Kedua anak itu saling pandang, lalu langsung memeluk Doni sambil menangis tersedu-sedu.

“Ayah! Dia bilang kami anak haram, mau memanggil polisi ... kami takut ....”

“Dia juga memukul Salsa!” Bocah laki-laki itu menarik lengan saudaranya dan menunjukkan beberapa bekas merah dan berkata, “Lihat!”

Wajah Doni membeku, matanya beralih-alih antara aku dan anak-anak itu.

Tiba-tiba perutku nyeri seperti diremas sampai robek. Cairan hangat mengalir deras dan membentuk noda merah yang mengerikan di lantai putih.

“Cepat ... cepat panggilkan ambulans!” Aku meraih kaki celananya. Darahku membekas di jasnya sambil berkata, “Ini anakmu ....”

Tubuh Doni kaku. Namun, saat Vivi tertawa dingin, dia tampak ragu.

“Aktingmu bagus sekali.” Vivi mengeluarkan saputangan dan mengusap tangannya.

“Kamu selalu membuatnya minum pil KB, ‘kan? Kok dia bisa hamil?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 9

    Setelah dipenjara di tahanan wanita, Vivi segera mengalami gangguan jiwa.Dokter penjara mendiagnosisnya mengalami skizofrenia berat. Setiap hari, dia berbicara sendiri seolah-olah anak-anaknya masih ada di sisinya.Sementara itu, kedua anak itu hidup buruk di keluarga asuh. Kehilangan kehidupan mewah dan dibebani dosa ibu mereka, mereka menjadi sasaran penindasan di sekolah.Doni dijatuhi hukuman penjara 25 tahun. Sebagai mantan ahli keuangan elite, dia menjadi sasaran penindasan paling parah di penjara. Para tahanan yang bangkrut karena kejahatan finansial melampiaskan kemarahan mereka padanya.Kurang dari setahun, dia terus dipukuli hingga tulang belakangnya cedera dan lumpuh dari pinggang ke bawah. Setiap hari, dia hanya bisa berbaring di ranjang dan menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Perawat bilang, dia sering memanggil nama “Elma” dalam mimpi-mimpinya.Seluruh aset Keluarga Wisnutama pun disita karena kasus pencucian uang. Kerajaan hotel yang dulu megah runtuh dalam s

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 8

    Aku mengirimkan laporan DNA itu, beserta catatan aborsi dari rumah sakit, ke kantor Doni lewat jasa kurir anonim. Tentu saja, begitu mengetahui kebenaran itu, Doni pun kalang kabut mengumpulkan bukti kejahatan Vivi. Dua penipu itu akhirnya saling menerkam.Keesokan paginya, Hariyono Fund tiba-tiba mengumumkan pembersihan kantor. Semua staf diminta meninggalkan gedung. Doni muncul dengan setelan hitam, membawa sebuah map, dan langsung menuju ruang rapat.Di ruang rapat, Vivi sudah berdandan rapi menunggu dengan senyum penuh kemenangan.Senyumnya langsung memudar saat melihat map di tangan Doni.“Vivi, kita perlu bicara.” Suara Doni tenang tapi menyeramkan. Dia membuka laporan DNA di atas meja dan berkata, “Jovan dan Salsa bukan anakku.”Wajah Vivi berubah pucat. Dia mencoba tetap tenang sambil berkata, “Ini palsu. Dari mana kamu dapat laporan palsu ini?”“Aku melakukan pemeriksaan tiga kali.” Doni tertawa dingin. “Tiga laboratorium berbeda dan semua hasilnya sama. Ayah biologis mereka

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 7

    Aku diam-diam kembali ke Kota Orawa tepat pada saat Natal. Jalanan dipenuhi lampu hias dan toko-toko memutar lagu-lagu ceria. Namun, gedung kantor Hariyono Fund diselimuti suasana muram.“Pak Hariyono sebulan ini nggak masuk kantor,” bisik barista di kedai kopi. “Katanya dia hanya mengurung diri di kantor dan terus melihat foto-foto lama.”Mendengar hal itu, aku hanya merasa mual. Saat aku masih hidup, dia tidak pernah menghargaiku. Sekarang, dia malah pura-pura sedih. Apa ini? Memakai kematianku untuk menebus penyesalannya? Lalu anakku? Si kecil yang bahkan belum sempat melihat dunia. Siapa yang akan menuntut keadilan untuknya?Aku berdiri di seberang jalan, melihat sebuah mobil Bentley melambat dan berhenti di depan gedung. Seharusnya Keluarga Wisnutama sudah bersiap kembali ke Negara Subara, tapi dua anak itu belum juga terdaftar di sekolah Kota Orawa. Saat sedang berpikir, sebuah mobil Mercedes masuk ke area parkir bawah tanah dengan tenang. Vivi mengenakan kacamata hitam, m

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 6

    Aku mulai menyusun rencana balas dendam secara rinci. Pertama, aku butuh identitas baru. Rendra menghubungkan aku dengan temannya di FBI. Mereka menyiapkan serangkaian dokumen resmi Stella Harvis, seorang konsultan investasi yang baru kembali dari Kota Landa.“Keluarga Wisnutama sedang mencari konsultan investasi luar negeri.” Rendra menunjuk lowongan di layar. “Dengan kemampuanmu, posisi itu gampang kamu rebut.”Aku menelaah laporan keuangan Keluarga Wisnutama dengan teliti dan menemukan lubang-lubang menarik. Teknik pencucian uang mereka tidak terlalu canggih. Melalui “investasi karya seni” dan “donasi amal”, aliran dana besar mengarah ke Kepulauan Kerman.“Apa bukti ini cukup?” tanyaku pada Rendra. “Cukup untuk membuat FBI mengadakan penyelidikan,” jawab Rendra. “Tapi kita butuh bukti internal lebih banyak lagi.”Aku tersenyum tipis. “Kalau begitu biarkan aku yang jadi orang dalam mereka.”Selama sebulan berikutnya, aku belajar gila-gilaan tentang derivatif keuangan dan hukum pajak

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 5

    Tentu saja aku tidak mati. Mereka tidak tahu yang dikremasi itu hanyalah jenazah wanita tidak dikenal dari rumah sakit. Saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit pribadi di Geneta. Di luar jendela menjulang puncak bersalju Pegunungan Urpan.Perawat sedang mengganti infus. Ketika melihat aku terbangun, Dia menangis haru dan berkata, “Nona Stella, Anda akhirnya bangun! Anda koma selama sebulan penuh.”Aku menatap pemandangan salju di luar dan ingatan pun pelan-pelan kembali.Sahabat Ayah datang tepat waktu, menggunakan pengaruh dan identitas khusus untuk memindahkanku keluar dari rumah sakit, menciptakan ilusi kematian, lalu malam itu juga menyelundupkanku ke luar negeri.Butuh dua bulan perawatan di Negara Subara sebelum aku bisa berdiri dan berjalan lagi.Di depan cermin, tubuhku hanya tersisa kulit dan tulang, tapi yang penting adalah aku masih hidup.Waktu meninggalkan Kota Orawa, niatku hanya ingin kabur bersama anak yang sedang kupikul di dalam. Namun, mereka bahkan merampas har

  • Istri yang menjadi Gundik   Bab 4

    Pil KB?Seluruh tubuhku gemetar, menatap Doni dengan tatapan tidak percaya. “Pil KB apa?”Doni mengalihkan pandangan dan mengendurkan dasinya, dia berkata, “Pokoknya, kamu nggak mungkin hamil.”Aku terpaku memandangnya, tiba-tiba semuanya menjadi jelas.Vitamin yang setiap pagi dia beri padaku, suplemen kesehatan impor dari Negara Subara, ternyata adalah pil KB.Karena itu, setiap kali periksa ke dokter kandungan, mereka bilang hormonku tidak normal dan sulit untuk bisa hamil.Aku pikir itu karena stres, sehingga aku rajin minum berbagai vitamin dan latihan yoga agar bisa punya anak.Ironisnya, tiga bulan lalu aku khawatir komposisi suplemen itu tidak jelas, jadi aku diam-diam berhenti meminumnya. Justru karena itu, rencana kontrasepsi yang dia susun dengan rapi jadi gagal.Sakit di perut bawah tiba-tiba makin parah, darah deras mengalir dari tubuhku.Aku menunduk, melihat gaun putihku berubah jadi merah menyala dan baru sadar apa yang sedang terjadi.Aku menggenggam tangannya dengan k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status