Share

Pembebasan Emily

Author: Shinee
last update Last Updated: 2021-05-25 21:51:38

Seperti yang diperintahkan Ellard, kini Emily dipindahkan ke dalam ruangan yang sangat sempit bahkan untuk tidur pun tidak bisa. Ruangan yang teramat sangat pengap dan tidak ada pencahayaan sama sekali dan baginya itu tidak menjadi masalah karena ia sudah mulai terbiasa dengan kegelapan. Ia bahkan tidak tahu ruangan itu gelap atau tidak. Namun ruangan sempit itu sedikit menyiksa dan membuatnya takut. Ia tidak bisa memejamkan mata sama sekali. Ia hanya duduk dengan memeluk kedua lututnya, membenamkan wajahnya di atasnya.

Di sana ia juga tidak mendengar hiruk pikuk suara tahanan lainnya, satu-satunya suara yang ia dengar adalah suara tikus yang berulang kali melewati kakinya hingga membuatnya menjerit kepanikan.

Sebenarnya di mana aku berada? Batinnya sembari menangis.

Detik berganti menit, dan menit berganti jam, jam pun berganti hari. Hari-hari mengerikan dilewati Emily selama beberapa bulan di ruangan pengasingan itu. Jika di ruangan tahanan bersama Beti ia tak kuasa untuk mengunyah makanannya, maka di ruangan sempit itu selain tidak bisa mengunyah makanannya ia bahkan tidak bisa memejamkan matanya.

Ia yang kurus semakin kering kerontang, wajah semakin terlihat pucat pasi karena tidak pernah tekena paparan sinar matahari.

Kreng..

Emily mengangkat kepalanya. Seseorang masuk setelah beberapa bulan. Emily tidak tahu pastinya. Hari terakhir ia menghitung tepat di hari ke 90. Setelahnya ia tidak menghitung lagi, namun berdoa agar kedua orang tuanya sudi menjemputnya dan bergabung dengan mereka di surga. Ya, kedua orang tuanya memang sudah tiada.

“Bagaimana kabarmu, Emily?” Manik Emily membola seketika. Dan di detik berikutnya ia langsung pingsan setelah mendapat suntikan.

Pria itu menyunggingkan senyum iblis dan meninggalkan ruangan bawah tanah bersama orang yang diperintahnya untuk menyuntikkan racun ke dalam tubuh Emily.

***

Plak!

Semua mata tertuju pada Ellard dan juga Morin. Ellard dan beberapa kolega bisnisnya sedang mengadakan rapat di dalam ruangannya ketika Morin memaksa masuk ke dalam ruangan tersebut. Dengan langkah cepat dan wajah penuh emosi, Morin mendekati Ellard dan sebuah tamparan mendarat sukses di wajah tampan pria itu.

Semua bungkam tak bersuara, termasuk Edward yang berdiri di belakang Morin. Keduanya datang secara bersamaan.

Ellard melirikkan matanya ke arah Edward yang juga ternyata menatap penuh kecewa terhadapnya. Untuk sesaat ia mengernyitkan dahi, bertanya kenapa ia layak mendapatkan tamparan dan tatapan aneh dari Edward.

“Rapat ditunda,” tukasnya dengan tatapan mata sudah tertuju kepada saudarinya. Tanpa harus mengulang dua kali, para koleganya segera berdiri dari tempat masing-masing dan meninggalkan ruangan tersebut.

“Jadi katakan alasan yang masuk akal kenapa aku pantas mendapatkan sebuah tamparan dari kakak perempuanku yang begitu sangat menyayangiku. Aku masih bisa mengingat dengan jelas di mana kau menangis tersedu-sedu saat ibumu menjewer telingaku, lalu sekarang apa kasih sayangmu sudah berubah?” Ellard menyunggingkan senyum manis, menatap Morin dengan tatapan lembut, tidak tersinggung sama sekali dengan apa yang dilakukan oleh Morin bahkan setelah ia dipermalukan di hadapan orang banyak.

“Apa kau juga ingin menjadi seorang pembunuh?!” hardik Morin. Sungguh ia sangat kecewa pada Ellard. Emily dilarikan ke rumah sakit dengan bibir yang sudah membiru dan tidak sadarkan diri. Untung saja Edward datang mengunjungunginya dan menyadari hal itu. Jika tidak, nyawa Emily juga bisa melayang dengan sia-sia.

Mendengar pernyataan Morin, Ellard menautkan kedua alisnya. “Kau sudah cukup menyaksikan penderitaan yang dialami Emily selama di penjara. Kau mengirimnya ke dalam ruangan sempit berniat untuk membunuhnya secara perlahan. Tuhan sangat baik, Emily tetap bertahan hidup hingga kau merasa jengah dan memerintah seseorang menyuntikka racun ke dalam tubuhnya. Apakah dengan membunuh Emily, membuat nyawa wanita itu melayang bisa menghidupkan kembali Nauramu?!”

“Yang bisa kucerna dari kalimatmu, wanita itu masih hidup?” pertanyaan yang tidak berprikemanusiaan itu meluncur dengan enteng dari mulut Ellard. Wajahnya terlihat tenang dan biasa saja saat mendengar Emily baru saja berada di ambang kematian.

Morin dan Edward kehilangan kata-kata. Pernyataan Ellard seakan menegaskan bahwa memang benar ia adalah orang yang menyuntikkan racun ke dalam tubuh Emily.

“Sejak kapan kau menjadi tidak berprikemanusiaan seperti ini?” Morin menatapnya dengan sedih bercampur kecewa.

Ellard menggoyang-goyangkan jari telunjuknya serta menggelengkan kepalanya. “Tidak pernah menjadi manusia sebelum bertemu dengan Naura. Dan sekarang Naraku sudah tidak ada. So, tidak ada juga alasan bagiku untuk terlihat seperti manusia. Aku membenci wanita kau tahu itu.”

“Aku juga wanita jika kau lupa brengsek!”

“Kau peri,” jawabnya enteng sembari mengalihkan tatapannya.

“Antar dia dengan selamat ke hadapan suaminya,” perintahnya kepada Edward.

“Aku menolak,” sinis Edward.

“Membangkang, heh?”

“Kau keterlaluan, bagaimana jika aku tidak datang ke sana, maksudku andai saja aku terlambat sedikit saja, wanita itu sudah koit, KOIT!!”

Ellard mengibaskan sebelah tangannya dengan wajah malas, “Nyatanya kau tidak terlambat, kau penyelamat, wah kau hebat kawan.” Pujian dengan wajah mengejek. Perpaduan yang sangat menjengkelkan.

“Dan kau sudah memperkirakannya dengan memerintahku ke sana,” hardik Edward. Ya, kunjungannya ke penjara memang atas perintah Ellard. Entah apa tujuan sesungguhnya pria itu. Ia meminta Edward untuk memastikan kondisi Emily. “Bahkan sekarang aku masih bisa merasakan kedua tanganku bergetar hebat. Aku ketakutan, khawatir tidak sampai dengan tepat waktu di rumah sakit.”

“Kau tidak ada kewajiban untuk menyelamatkan nyawanya. Tidak ada yang memintamu dan nyawanya tidak memberi pengaruh apa pun terhadap kehidupanmu. Dan yang pasti jika Tuhan sudah berkehendak, tidak akan ada yang bisa menghalanginya,” ucapnya dengan bijak.

“Jika kau pandai berkata demikian, tidakkah sebaiknya kalimat itu kau tujukan pada dirimu. Kematian Naura adalah takdir.” Pungkas Morin telak yang membuat Ellard tercengang dan terhenyak.

Morin segera meninggalkan ruangan, setelah pintu tertutup Ellard masih membatu dengan tatapan kosong.

“Tidakkah kau ingin melihat hasil perbuatanmu, jika kau penasaran dengan kondisinya lihat dan saksikan sendiri.” Edward pun berlalu setelah mengatakan hal tersebut.

Selama satu bulan terakhir, Ellard memang tidak mengunjungi rumah tahanan. Ia sibuk dengan pekerjaan. Untuk itu ia selalu memerintah Edward untuk mengunjunginya satu kali seminggu.

***

Masih dengan wajah datar, Ellard berdiri di hadapan pintu ruang inap. Terlihat Emily yang duduk di atas ranjang sambil merenung. Wanita itu baru siuman setelah satu minggu lamanya dan ini pertama kali Ellard mengunjunginya. Sosok itu terlihat berbeda. Seperti anak itik yang mengenaskan. Hampir saja Ellard tidak mengenalinya lagi, tapi jangan harap penampakan Emily yang menyedihkan membuatnya terenyuh. Tidak sama sekali.

“Apakah kemarahanmu belum mereda setelah melihat keadaannya secara langsung?” Edward yang berdiri di sampingnya berdiri dengan tatapan yang tertuju pada Emily.

“Tidak selama ia masih hidup.”

Edward mengembuskan napas berat, ia juga sudah angkat tangan dengan kekejaman yang dilakukan oleh sahabatnya itu.

“Kau mau ke mana?” Edward menahan tangannya yang mencoba mendorong pintu, sepertinya Ellard berniat untuk masuk.

Ellard mendengkus dengan kesal, “Aku adalah bossmu!”

“Morin melarang kita untuk masuk. Berhenti membuat kekacauan. Ia bahkan masih enggan untuk berbicara padamu.”

“Hais,” Ellard akhirnya mengurungkan niatnya untuk masuk. “Urus surat pembebasannya dan atur surat perjanjian pernikahan dengannya.” Lagi dan lagi Ellard mengelurkan perintah yang membuat Edward ingin sekali mencekik lehernya.

“Kau ingin menikahinya? Jangan membuat lelucon menggelikan seperti ini.”

“Tidak ada bantahan, lakukan secepatnya dan ya apakah kau sudah menghubungi Peter?”

“Hmm, pria sialan itu mengundang kita,”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Happy Ending

    "Wueekk!" Emily memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat pasi, seakan menahan sakit yang luar biasa.Ellard pun terbangun begitu mendengar Emily muntah. Dengan sigap ia berlari ke dalam toilet."Kau baik-baik saja?" tanya Ellard penuh khawtir. "Wajahmu pucat. Apa kau memakan sesuatu yang salah?"Emily mengernyit, menatap bingung ke arah Ellard melalui cermin besar yang ada di hadapannya."Aku suamimu, kita sudah menikah beberapa tahun," jelas Ellard sebelum Emily sempat bertanya."Aku merasa mual," adu Emily dengan wajah meringis menahan sakit."Akan kupanggil Morin untuk memeriksa," Ellard pun menuntun Emily ke luar dari dalam toilet. Ia juga membantu Emily untuk membaringkan tubuhnya di atas ranjang lalu mengambil ponse untuk menghubungi saudarinya -Morin."Emily mual dan muntah. Tolong kau periksa dia," ucap Ellard to the point begitu panggilannya terhubung. "Sekarang juga!" imbuhnya penuh tekanan."M

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Aku Adalah Suamimu

    Emily melihat jam tangannya. Pukul 16.01. Belum waktunya pulang jam kantor tapi Ellard sudah berada di kamar mereka."Kau pulang cepat hari ini?" Emily berjalan mendekat ke arahnya.Ellard mengangguk sambil tersenyum. "Mulai hari ini aku akan bekerja dari rumah," menarik Emily agar duduk di atas pangkuannya."Kenapa?""Perusahaan membosankan. Kau juga selalu ingkar janji. Tidak pernah datang tepat waktu," Ellard mengecup tengkuk Emily.Emily hanya diam karena tidak tahu harus memberi reaksi seperti apa."Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya Emily mengalihkan topik."Aku sedang mencari fotoku yang paling keren," sahut Ellard sembari menunjukkan layar laptopnya."Untuk apa?" tanya Emily dan mulai memperhatikan satu persatu foto Ellard."Aku akan memajangnya di kamar kita. Di setiap sudut ruangan." Ellard menatapnya teduh. Kembali perasaan berkecamuk menghampirinya. Pembicaraan Emily dan Frans kini terdengar jelas di telingan

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Alzheimer

    "Aku akan datang membawakan makan siang untuk kita," Emily berjinjit dan mendaratkan satu kecupan hangat di pipi kanan Ellard."Aku sudah memasukkan nomorku di ponselmu. Segera angkat teleponku jika aku menghubungimu," Ellard mengusap lembut kepala Emily.Sesungguhnya ia tidak ingin meninggalkan Emily disaat benaknya menyisakan banyak tanya yang menuntut jawaban ada apa gerangan yang terjadi dengan istrinya.Kejanggalan-kejanggalan sikap Emily sangat mengusiknya. Jika mengikuti kata hatinya, ingin rasanya ia membawa Emily ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh.Ellard sebenarnya sudah memiliki dugaan-dugaan atas apa sebenarnya yang sedang dialami Emily. Apa pun itu sesungguhnya ia tidak peduli. Hanya saja yang ia khawatirkan hal itu bisa melukai dan menyakiti Emily. Sungguh ia tidak akan sanggup lagi untuk melihat Emily terluka. Untuk itu lah ia juga menahan diri agar tidak bertanya secara terang-terangan kepada Emil

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Kau Mahkotaku

    "Argghhhhh!!" teriakan Emily sontak saja membuat Ellard terbangun dari tidur nyenyaknya."Ada apa, sayang?" Ellard menatap Emily khawatir. Apa gerangan yang membuat Emily histeris di pagi hari. Ya, Ellard melirikkan mata ke arah nakas dan melihat jam weker yang menunjukkan jam 05.30."Apa kau mengalami mimpi buruk?" mengulurkan tangan berniat untuk memeluk dan menenangkan Emily.Plak!Emily dengan kasar menepis tangan Ellard dan baru lah pria itu menyadari cara Emily menatapnya begitu berbeda. Seperti orang asing yang takut melihat keberadaannya."Emily?" panggil Ellard penuh hati-hati, tapi jangan tanya jantungnya yang memompa, berpacu lebih cepat. Ke mana tatapan teduh yang selalu Emily tunjukkan padanya selama ini. Apakah Emily mulai berubah fikiran. Pertanyaan demi pertanyaan menyerang batinnya, membuat perasaannya semakin tidak menentu."SIAPA KAU?! KENAPA KAU ADA DI KAMARKU?!"Butuh beberapa d

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Ada Yang Salah

    “Selamat datang!” Emily merentangkan kedua tangannya menyambut kepulangan Ellard.Mendapat sambutan ceria dari Emily, Ellard mengulum senyumnya. Segera meletakkan tas kerjanya, Ellard pun membawa Emily ke dalam pelukannya. “Kau sangi sekali,” bisik Ellard dengan nada menggoda.“Aku sengaja melakukannya untuk membuatmu senang. Apa kau terhibur? Aku berdandan untukmu,” seru Emily dengan wajah merona.Perasaan Ellard dipenuhi oleh bunga-bunga yang bermekaran. Tadinya ia menolaj untuk bekerja dalam waktu dekat. Namun Emily terus saja membujuknya, dengan syarat akan sering mengunjungninya ke kantor. Baru hari pertama bekerja, Emily sudah mengingkari janjinya. Ellard menantikan kedatanganya namun istrinya tak kunjung datang. Ia uring-uringan tidak jelas. Mencoba menghubungi telepon rumah, namun istrinya tidak berada di sana membuatnya semakin galau.Namun begitu melihat sambutan Emily yang manis, kegalau

  • Istriku Cacat, Istriku Malang   Aku Takut Melupakannya

    “Apakah kita akan tinggal di sini?” tanya Ellard begitu mereka kembali ke dalam kamar. Ellard masih merasa tidak nyaman jika berlama-lama duduk bersama Rebcca. Beruntung Morin dan Jovan ada jadwal operasi sehingga mereka segera pergi setelah sarapan.“Apa kau keberatan?” Emily yang merapikan tempat tidur menghentikan kegiatannya dan menoleh pada Ellard yang duduk manis di sofa seraya memperhatikannya.“Aku tidak keberatan, hanya saja kita juga memiliki rumah,” Ellard beralasan. Faktanya ia memang tidak menyukai harus tinggal di dalam satu atap bersama Rebecca.“Rumahnya sudah kujual,” cicit Emily dengan wajah memelas.Ellard mengerjap, mencoba mencerna kalimat yang baru saja dicetuskan oleh Emily.“Apa kau mengatakan bahwa kau sudah menjual rumah kita, sayang?”Emily menganggukkan kepala, “Aku sudah pernah mengatakan bahwa aku kesepian. Rumah itu selalu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status