ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTAN
BAB 4
"Bang Yusuf masih lama pulangnya, ya?" tanya Raysa yang baru saja sampai, si kembar yang lelah bermain kini tertidur. Niko membawa satu per satu gadis kecil itu ke kamarnya.
"Paling agak malem. Soalnya ada proyek besar katanya, kenapa emang?" Willia balik bertanya pada adik iparnya itu sambil menuangkan jus apel ke dalam gelas.
"Aku 'kan bentar lagi ulang tahun. Aku mau bikin party, cuman ngundang temen deket sama keluarga aja sih," tutur Raysa ragu. Ia takut jika Willia melarangnya.
Tanpa berbicara Willia berjalan ke arah kamarnya. Raysa terlihat menghela nafas, kecewa karena sepertinya ulang tahunnya tidak akan bisa dirayakan. Melihat Willia yang tidak berkomentar apa-apa.
"Beli apapun yang kamu mau."
Raysa sontak menoleh mendapati Willia yang menyerahkan kartu berharga itu. Ia bersorak gembira. Ternyata kakak iparnya tidak seperti yang ada di drama ikan terbang yang menjadi favorit ibunya.
"Makasih, Mbakku tersayang …." Rasya memeluk wanita itu dengan erat.
"Lebay! Kamu mau buat acaranya dimana?"
"Belum tahu, nanti deh aku cari-cari tempat yang bagus. Tapi ... Mbak kasih ini ke aku, Bang Yusuf gak bakal marah?" selidik Raysa. Karena ia tahu abangnya itu terkadang pelit jika uangnya dikeluarkan untuk pesta seperti ini. Karena menurut Yusuf hal itu tidaklah penting.
"Itu urusan Mbak, Sa. Kamu tenang aja," seru Wilia.
Niko berjalan ke arah mereka setelah menidurkan si kembar. Lelaki itu sulit untuk memalingkan pandangannya dari Willia. Netranya seolah terkunci untuk selalu memandang maha karya Tuhan yang indah.
"Kita pulang, dulu ya, Mbak," pamitnya. Niko yang digandeng oleh sang kekasih terpaksa melangkah meskipun berat.
Sedangkan Wilia kini beralih untuk duduk di ruang tengah sambil menikmati jus yang ia bawa, tak lupa drama melow yang menemaninya sampai Yusuf pulang.
***
Jam 9 malam lelaki itu baru menginjakkan kakinya di rumah. Pekerjaan yang menumpuk membuatnya harus rela berlama-lama duduk di ruang kerjanya. Ia melihat televisi masih menyala sedangkan Willia sudah terbuai mimpi. Tidak ingin membangunkan sang pujaan hati, ia membopongnya ke kamar. Selesai membersihkan diri, ia malah melihat Willia tengah terduduk bersandar di ranjang.
"Papa kenapa sih pake nyuruh kursus segala. Emang di mata Papa, Mama itu gak cantik?" selidik Wilia sambil memasang wajah kesal yang terlihat sangat menggemaskan.
"Di mata Papa, Mama itu paling cantik. Papa cuman mau Mama kelihatan berwarna aja gitu kalau pake makeup," ungkap Yusuf.
"Emang muka Mama ini buku gambar apa, harus berwarna segala?!" sewot Wilia.
"Bukan git–"
"Udahlah. Papa mau sekarang atau nanti, Mama ngantuk ini?" tanya Wilia dengan mata yang masih mengantuk. Yusuf dengan senyum yang tidak bisa diartikan itu berjalan mendekat pada sang istri.
"Mama, udah gak sabar, ya?" selidiknya, ia mengedipkan sebelah matanya pada Wilia.
"Apa sih, orang nawarin makan kok. Jangan mengharap lebih, Mama lagi dapet," balas Willia lalu kembali tertidur dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, meninggalkan Yusuf yang menahan sesuatu yang sudah bergejolak dalam dirinya.
***
Willia kini tengah sibuk menyiapkan hidangan untuk para tamunya. Hari ini arisan diadakan di kediamannya. Karena hari libur jadi Yusuf bisa membantu menjaga anak-anak selagi Willia menyiapkan hidangan yang dipesan. Satu per satu teman arisannya datang dengan dandanan yang tidak bisa di bilang biasa. Pakaian yang bermerk mahal, tak lupa mobil yang mereka kenakan yang menjadi impian setiap orang.
Kini rumah itu mulai ramai. Taman belakang menjadi pilihan Willia, karena ingin lebih merasa santai. Yusuf yang bermain dengan kedua anaknya memperhatikan aktivitas mereka dari balkon lantai dua.
"Maaf ya, Jeng. Aku telat, anak-anak gak mau ditinggal. Maklum lah single parent," tutur seorang wanita yang baru saja datang. Dress mini yang ia kenakan pasti membuat mata lelaki menoleh dua kali jika melihatnya. Dress dengan belahan dad* yang rendah membuat gunung kembar wanita itu seperti akan tumpah.
Yusuf yang memperhatikan dari balkon sampai tidak berkedip melihatnya. Lelaki normal mana yang tidak tergoda melihat wanita berpakaian seperti itu.
"Gak apa-apa, Jeng Mela. Ini belum dimulai kok," balas Willia dengan ramah. Di antara 10 wanita di sana, hanya Willia yang tidak memakai riasan berlebih. Ia masih setia menggunakan bedak tipis setelah skincare rutin yang ia kenakan dan tak lupa lipstik dengan warna bibir yang membuatnya terlihat anggun.
Merasa diperhatikan, Mela mendongak dan mendapati Yusuf yang tengah memperhatikannya dari balkon. Wanita itu memberikan senyum dan mengedipkan sebelah matanya, seolah menggoda lelaki itu. Yusuf yang merasa tertangkap basah langsung memalingkan wajah dan kembali bermain dengan kedua anaknya.
Ini pertama kalinya memang arisan diadakan di rumah Willia. Biasanya mereka menyewa tempat di luar. Tapi karena ingin suasana yang berbeda akhirnya mereka memutuskan untuk berkumpul di rumah Willia.
"Gimana kalau bulan depan acara arisannya kita adakan di Paris, sambil jalan-jalanlah. Gimana?" usul Kinan wanita bergincu merah itu.
"Setuju, lama juga kan kita gak liburan bareng-bareng," timpal Stella yang di balas anggukan oleh anggota lainnya tapi tidak dengan Willia.
"Jeng, ikut juga 'kan? Gak seru loh kalau salah satu dari kita gak ada," seru Mela sambil menyenggol lengan Wilia.
"Nanti deh aku tanya suamiku dulu. Lagian repot kalau berangkat sendiri terus bawa anak-anak," tutur Wilia.
"Sekalian aja ajak suaminya, Jeng Wil," bujuk Mela.
"Udah, kita omongin itu nanti. Kita mulai dulu acara kita," sela Kinan.
***
Yusuf membantu sang istri untuk membereskan tempat yang tadi dipakai arisan. Setengah jam yang lalu mereka sudah bubar. Sebenarnya Willia tidak terlalu suka mengikuti arisan ini. Tapi karena istri dari rekan bisnis suaminya yang mengajak dengan sangat terpaksa Willia menerima. Bukan apa-apa, arisan seperti ini dijadikan ajang pamer kekayaan oleh wanita-wanita itu. Sedangkan Willia bukan tipe orang yang suka pamer.
"Papa udah kangen banget loh, Ma," bisik Yusuf dengan tangannya yang melingkar di perut rata Wilia.
"Lepas, Pa! Nanti anak-anak lihat lagi," protes Wilia.
"Lagian. Mama juga gak mau deket-deket sama cowok jelalatan kayak, Papa," lanjutnya sambil melepas paksa tangan Yusuf.
"Jelalatan apa sih, Ma?"
"Papa pikir, Mama gak tahu apa?! Papa sibuk liatin Si Mela sampai lupa berkedip," ungkap Willia yang membuat Yusuf kini gelagapan.
"Apa sih, Ma. Ngomongnya sembarangan, siapa juga yang lihatin cewek itu," sangkal Yusuf.
Willia berlalu meninggalkan Yusuf yang menggerutu kesal. Padahal ia hanya memandangi Mela saja tapi Willia mengetahui itu.
***
Mereka sudah bersiap-siap untuk menghadiri pesta ulang tahun Raysa. Willia mendandani anak-anaknya dengan dress yang lucu berwarna lilac sama dengan yang ia kenakan. Karena dress kodenya adalah warna Lilac.
Pesta itu diadakan di sebuah ballroom hotel bintang lima. Sengaja Raysa memilih ruangan tertutup karena kedua keponakannya juga akan ikut merayakan ulang tahunnya.
"Ma, kamu kan udah kursus makeup, kenapa–"
Willia menaruh jari di depan bibirnya untuk menandakan agar suaminya itu berhenti bicara. Lelaki itu pasti akan protes dengan dandanan natural di wajah Willia. Bahkan jika orang melihat, tidak akan menyadari jika Willia adalah ibu dari dua orang anak.
Yusuf kini bungkam, sadar jika Willia masih marah karena kejadian kemarin. Jika ia kembali menyulut emosi wanita itu bisa jadi Yusuf tidak bisa masuk ke rumahnya sendiri. Saat datang ke tempat tujuan, mereka disuguhkan dengan wajah Raysa yang terlihat murung.
"Kamu kenapa, Sa? Apa uang di ATM itu kurang?" tanya Wilia.
"ATM apa? Kamu kasih dia ATM, Ma?" tanya Yusuf menyelidik dan dijawab anggukan kecil oleh istrinya.
"Anak boros kaya gini kamu kasih ATM," protes Yusuf. Willia hanya memutar bola mata malas mendengar ocehan suaminya.
"Aku kesel tahu, Mbak," ungkap Raysa.
"Harusnya kamu tuh seneng, ini kan hari ulang tahun kamu," tutur Wilia.
"Aku kesel … masa di acaraku sendiri aku masih kalah cantik dari Mbak Wil."
Wilia tertawa mendengar penuturan adik iparnya itu.
"Oh iya dong … lihat aja nanti, pandangan cowok-cowok di sini pasti terarah sama Mbak semua," canda Willia sambil terkekeh. Tapi membuat Yusuf yang menjadi kesal, padahal Willia hanya melontarkan guyonan saja.
"Awas kamu kamu kegatelan sama cowok!" bisik Yusuf.
Kini acara telah dimulai. Setelah meniup lilin di kue ulang tahun dan menyuapi orang-orang tersayangnya, Raysa yang memiliki suara indah menyanyikan lagu di atas panggung. Riuh tepuk tangan terdengar setelah gadis itu selesai memanjakan telinga semua tamu dengan suara merdunya.
"Sa, siapa itu? Kenalin dong ke gue," bisik Roy sambil menatap lekat Willia yang tengah menyuapi kedua putrinya.
"Kakak ipar gue, kenapa? Lo demen ya?" selidik Raysa.
"Cantiknya kebangetan, gue mau dong dikenalin," pinta Roy membuat Yusuf yang ternyata mendengar itu menahan amarahnya.
"Enak aja. Dia ipar gue tahu," sungut Raysa lalu meninggalkan Roy yang masih menatap kagum Willia.
"Mbak, tuh temen-temen cowok aku malah mau kenalan sama Mbak Wil," ungkap Raysa yang membuat Willia langsung tertawa tanpa membalas perkataan Raysa karena ia fokus dengan kedua putrinya.
"Sa … Maaf ya, gue telat. Nunggu yang nganternya lelet soalnya," seru seorang gadis yang baru saja datang.
"Ciee … pacar baru lo nih ceritanya?" ledek Raysa.
"Mana ada, gue dianterin sama Om gue. Kasian kelamaan jomblo, siapa tahu disini ada yang nyangkut 'kan," terang Nolla sambil tertawa. Tak lama seorang lelaki tinggi dengan wajah yang tidak bisa di bilang biasa itu datang menghampiri
Matanya yang tajam, hidung yang mancung, bibir yang penuh dan rahang yang tegas, membuat Raysa yang baru pertama kali melihat sampai tidak berkedip, mulutnya menganga.
"Gak usah lebar-lebar, nanti lalat masuk," seru Nolla sambil menutup mulut Raysa.
"Ini … Om–"
"Kenalin, ini Om Gio. Om ini Raysa temen aku," tutur Nolla.
Gio menjabat tangan gadis itu singkat, tapi matanya dari tadi tertuju pada Willia. Willia yang disibukkan dengan kedua putrinya bahkan tidak merasa jika tengah diperhatikan. Gio melangkah mendekati Willia, meninggalkan Nolla dan Raysa yang tengah berbincang. Gio berdehem membuat Wilia langsung menoleh. Mata wanita itu membulat, mendapati sosok di tampan di depannya.
"Hai …."
"Gio? ini kamu?" tanya Willia meyakinkan.
"Iya. Lama gak ketemu, kamu makin cantik, Wil," pujinya.
Yusuf yang menatap dari kejauhan mulai gusar saat istrinya dengan terang-terangan didekati seorang lelaki.
Bersambung ….
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTAN“Maaf ....”Willia mengernyit. “Kenapa maaf? Mama nanya bukan suruh Papa minta maaf.”“Hm ... tadi Kartika-”“Jangan bilang tadi Papa sama Kartika pelukan?” tuding Willia lalu mendorong tubuh suaminya itu menjauh.Yusuf dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Nggak, Ma. Papa sama Kartik nggak pelukan kok,” sangkalnya.“Terus apa?”“Kartika yang peluk Papa.” Akhirnya Yusuf jujur daripada nantinya Willia semakin marah jika tahu Yusuf berbohong.Mata Willia membulat. “Oh jadi gitu ya Papa di belakang Mama.”“Jangan salah paham dulu dong, Ma. Mungkin karena Kartika kaget terus masih ketakutan jadi dia refleks peluk Papa.”Willia mencebik. “Terus kalau yang deket dia orang gil* dia juga bakalan mau peluk gitu? Nggak! Nggak bakalan, itu mah emang dianya aja yang kegatelan. Udah punya suami masih aja nempel-nempel ke suami orang.”Jika Willia sudah seperti ini, melakukan pembelaan pun tidak akan mungkin bisa. Yusuf hanya membiarkan istrinya itu terus bicara
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTANYusuf menepuk pundak Kartika lalu mendorong wanita itu agar pelukannya terlepas, meski sedang sedih namun Kartika tidak pantas melakukan seperti itu. Memeluk lelaki yang statusnya sebagai suami orang.“Ma-af, Bang,” sesal Kartika, ia mengusap bekas air matanya sambil menunduk.“Nggak apa-apa. Minum dulu.” Yusuf memberikan gelas berisi air putih pada Kartika.Yusuf juga memaklumi ia tidak berpikir buruk jika Kartika sengaja melakukan ini, situasi yang terjadi memang membuat Kartika sampai melakukan itu apalagi ia baru saja mengalami kecelakaan. Yusuf memilih untuk duduk di sofa yang sedikit berjarak dari tempat Kartika sekarang berbaring, wanita itu sudah lebih tenang.Mengingat pesan istrinya tadi, Yusuf langsung memberitahu pada Willia jika ia masih menunggu dokter yang melakukan penanganan pada Robby. Yusuf juga mengatakan jika kondisi Kartika hanya luka di bagian tangan dan kaki saja selebihnya Kartika baik-baik saja. Dokter juga tadi sudah menjel
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTAN“Gue pengen malam pertama gue sama dia itu berkesan. Gue bahkan masih ragu, dia itu bener-bener cinta ke gue atau nggak ya?”Yusuf mengedikkan bahunya. “Mungkin dia kasihan lihat lo yang kayak bujang lapuk makanya lo diterima,” cibri Yusuf.“Si*lan lo! Gue nggak semenyedihkan itu kali! Masih banyak cewek yang ngantri mau gue kawinin.”Kalau masih banyak yang ngantri ya lo embat aja semua,” celetuk Yusuf.“Jangan salah ya, gue itu cowok setia. Nggak bakalan gue main dibelakang istri gue.”“Nggak main di belakang tapi main di depan,” ledek Yusuf dengan gelak tawanya yang keluar.Robby mencebik, tidak akan ada habis-habisnya jika bicara dengan Yusuf, yang ada malah menghabiskan masa muda saja. Robby benar-benar ingin membuat istrinya itu nyaman, sebenarnya ia bisa saja menyentuh Kartika saat malam pertama mereka namun ia menahan diri. Tidak ingin Kartika memandangnya sebagai lelaki bajingan padahal sebenarnya mereka sudah sah, sudah halal jadi tidak ada
Istriku Yang Buluk Menjadi Rebutan"Kartika 'kan udah nikah sama Bang Robby, kenapa dia masih kerja di kantor Papa?" tanya Willia dengan memasang wajah kesal.Yusuf menahan senyum melihat tingkah istrinya itu. "Kenapa masih cemburu aja sih, Ma? Mama 'kan udah lihat sendiri kemarin Robby sama Kartika menikah," ujar Yusuf."Siapa yang cemburu sih!" sangkal Willia, ia menjatuhkan bobot tubuhnya di samping Yusuf yang kini mengalihkan pandangan pada layar laptop.Lama, Wiliia menunggu suaminya kembali buka suara. Bukan tidak peka dengan keinginan istrinya itu, Yusuf memang sengaja ingin melihat wajah kesal wanita yang sudah memberikannya tiga orang anak itu. Kini Willia duduk dan memunggungi Yusuf, tanpa diketahui olehnya Yusuf menutup laptop dan menggeser duduknya tangan lelaki itu melingkar dengan erat di perut sang istri. Mendapatkan perlakuan begitu dengan tiba-tiba tentu Willia kaget tapi ia mencoba bersikap biasa saja dan meminta Yusuf melepaskan tangannya."Kalau mau kerja ya kerja
LISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTANPOV YUSUFHati ini teriris saat melihat Raysa duduk menghadap jendela dengan tatapan kosong, aku beralih menatap ibu yang kini mengusap cairan di ujung matanya. Aku bisa merasakan betapa hancur hatinya melihat Raysa seperti ini. “Ibu istirahat, ya. Biar Yusuf yang jaga Raysa,” pintaku.Tidak tega rasanya melihat wajah ibu yang kini memucat, ia pasti sangat tertekan dengan semua ini. Kantung hitam di bawah matanya terlihat sangat jelas, menandakan jika ia kesulitan untuk tidur. Sebenarnya pilihan berat untukku antara mendampingi Willia dan menemui Raysa. Mereka sama pentingnya untukku. Beruntung karena Willia sangat pengertian, ia merelakan jika suaminya harus pergi untuk mengurus Raysa disini.Aku sudah mengabarinya setelah sampai di rumah ini beberapa saat lalu. Dalam kondisinya yang sangat membutuhkan kehadiranku, ia masih sempat menguatkan aku untuk bisa sabar menghadapi cobaan ini. Willia memang istri idaman. Aku memang salah pernah tidak mengh
ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTANPOV AUTHORHari demi hari berlalu, Willia masih merasakan hampa karena belum bisa bertemu langsung dengan Raysa. Hanya lewat Halima, Willia bisa mengetahui keadaan Raysa. Gadis itu selalu menolak untuk berbicara dengan Willia atau pun Yusuf.Raysa yang ceria kini menjadi pendiam, dia tidak akan pernah bicara jika tidak di tanya. Yusuf dan Willia berencana untuk mengunjungi Raysa setelah Willia melahirkan.Tinggal menghitung hari Willia melahirkan buah cintanya. Zenaira dan Zunaira memiliki pengasuh sendiri-sendiri jadi Willia tidak terlalu repot, hanya saja mereka jadi lebih manja dan selalu ingin tidur bersama Willia.Kedua babysitter itu tinggal di rumah itu juga karena kondisi Willia yang tidak memungkinkan untuk mengurus anak-anaknya lagi.Mega yang membawa mereka, Willia tidak akan mencemaskan apapun karena Mega sudah menyelidiki lebih dulu mengenai kedua pengasuh si kembar.Yusuf tidak pernah lagi berangkat ke kantor, dia mengerjakan semua peke