Share

It's Ok! Let's Go!
It's Ok! Let's Go!
Penulis: Chakhok

Kesempatan Emas

Kriiing...kriing..kringg

Seperti biasa, setiap pagi hanya alarm yang mampu membangunkanku. Aku adalah orang yang tidur terakhir dan bangun pertama di keluargaku. Sejak kejadian tiga tahun lalu, aku selalu membiasakan untuk bangun pagi dan olahraga setiap hari karena aku ingin menjaga tubuhku tetap sehat. Setelah olahraga dan melakukan sarapan pagi, barulah aku siap memulai pekerjaanku hari ini.

Pekerjaanku sebagai penulis tidak memerlukan pergi ke kantor setiap hari karena bisa dikerjaan di rumah. Jadi biasanya, setelah sarapan aku kembali ke kamar untuk menyelesaikan pekerjaanku. Aku bekerja dibagian penulis naskah, paling sering aku diminta menulis naskah biografi seseorang. Kalau menurut atasanku, menjadi penulis naskah biografi adalah yang paling cocok denganku karena aku tidak terlalu banyak menuntut orang lain, jadi setiap pertemuanku dengan orang lain yang ingin dituliskan biografinya padaku tidak terlalu susah.

Bagaimana mungkin aku menyusahkan mereka yang ingin kutuliskan biografinya, aku hanya butiran debu dari mereka orang-orang hebat yang kutulis biografinya. Jadi, mau tidak mau, aku hanya mengikuti jadwal orang lain untuk mendapatkan bahan tulisanku. Walaupun sebenarnya, aku lebih suka menulis naskah fiktif.

“Selamat pagi, Mbak Sheyki! Saya hari ini ada meeting dadakan, jadi mohon ditunda besok saja ya wawancaranya!” kata seseorang yang ingin kutuliskan biografinya.

Ini bukan pertama kalinya bagiku dan bukan dia saja yang membatalkan janji tiba-tiba seperti sekarang. Aku hanya bisa mengiyakan dan tetap menulis naskah novelku ketika ada kesempatan kosong seperti ini. Di saat aku asik menulis, seorang temanku sebagai editor di penerbitan memberitahuku tentang sebuah poster berisi pengumuman lomba.

Menurutnya, aku wajib mengikuti lomba ini karena dia percaya kemampuanku dalam menulis naskah cerita sangat baik. Tidak hanya menurutnya, tanpa diyakinkan berkali-kali, aku langsung mengiyakan untuk mengikoti lomba tersebut karena aku tertarik dengan hadiahnya. Tertulis di sana bahwa aku akan diberi kesempatan untuk melakukan perjalanan ke ibu kota.

Sebelumnya, aku harus mendaftarkan diriku terlebih dahulu untuk mengikuti lomba menulis naskah cerita tersebut. Aku diminta mengisi beberapa informasi termasuk menuliskan alasan aku mengikuti lomba tersebut. Tentu dengan semangat aku menuliskan keinginanku yang selama ini sudah kupendam. Aku sangat ingin pergi ke ibu kota berharap bisa bertemu dengan seseorang yang sudah lama kusuka.

Kukerahkan semua kemampuan terbaikku demi mendapat kesempatan terbang ke ibu kota. Memang bisa saja aku pergi ke sana sendiri tanpa susah-susah mengikuti lomba ini, tetapi akses untuk meminta restu pada orang tuaku cukup susah. Tidak mungkin juga aku memakai cara kabur dari rumah hanya untuk pergi ke ibu kota. Jadi, ini adalah satu-satunya kesempatan emasku untuk pergi ke sana.

Walaupun sebenarnya, aku juga tidak tahu apakah aku bisa mencapai keinginanku setelah aku bisa pergi ke ibu kota. Aku hanya bisa berdoa pada Tuhan, setidaknya kali ini aku bisa bahagia dengan keputusanku mengikuti lomba ini.

“Oke, ayo semangat Sheyki!” kataku menyemangati diriku dalam mengetik naskahku yang akan kukirimkan untuk perlombaan itu.

Seminggu sebelum pengumuman lomba, aku menemui seorang tokoh penting yang biografinya sudah dituliskan olehku. Beliau mengundangku secara khusus di acara peluncuruan bukunya. Ini memang bukan yang pertama kalinya aku diundang oleh seseorang, tetapi kali ini berbeda. Beliau benar-benar mengapresiasi hasil tulisanku.

“Terima kasih, Mbak Sheyki! Saya benar-benar menikmati naskahnya, seolah penulis sangat mengenal saya!” kata Profesor Anh yang selesai dari acara mengundangku lagi untuk mampir ke kantornya.

Wah, juga ingin berterima kasih pada Profesor telah memilih saya untuk menulis biografinya! Saya benar-benar banyak mengambil hikmah dari perjalanan hidup Profesor!” jawabku.

“Ini, saya ada cindera mata untuk Mbak Sheyki!” katanya menyodorkan sebuah kotak persegi panjang padaku.

Ah, tidak perlu, Prof! Saya rasa, saya tidak boleh menerima imbalan lain di luar pembayaran yang sudah diberikan!” jawabku dengan sopan menolak.

“Ini bukan imbalan, melainkan hadiah dari saya! Anggap saja hadiah dari saya adalah hadiah dari fans yang amat menyukai penulis seperti Mbak Sheyki! Bukalah!” katanya tetap menyodorkan kotak persegi panjangnya padaku.

“Maaf, Prof, Saya...”

“Jangan menolak! Ambilah setiap kesempatan yang diberikan! Bolpoin ini berisi harapan saya, agar dia bisa ikut mengantar Mbak Sheyki menjadi penulis yang hebat!” katanya sambil meletakkan kotak persegi panjang berisi pena itu ke tanganku.

Akhirnya, dari sekian banyak seseorang yang ingin memberiku hadiah pena karena aku seorang penulis, pena dari Profesor Anh yang aku ambil. Aku tidak mengerti mengapa sebatas kata ‘harapan’ dari beliau, membuatku tidak ingin melewatkannya kali ini.

“Baik, Prof! Terima kasih!” jawabku.

“Iya! Ingat, jangan pernah melewatkan kesempatan yang diberikan padamu!” ucapnya sekali lagi.

Seminggu kemudian, aku mendapatkan pengumuman lomba itu dan tertulis namaku diurutan nomer satu. Aku sadar betul bahwa ini bukan mimpi yang datang padaku, melainkan ini benar-benar kesempatan yang datang padaku. Aku dihubungi pihak lomba agar segera memberi kabar agar mereka segera mengurus hadiah yang akan diberikan padaku.

Dua hari kemudian, pihak panitia lomba memberi kabar padaku bahwa aku telah disiapkan tiket pesawat untuk terbang ke ibu kota tepat minggu ini. Aku yang begitu bahagia mendengar kabar itu, sampai lupa bahwa aku belum mengantongi izin dari orang tuaku. Dengan segenap alasan yang kuat, aku memberanikan diri untuk meminta izin dari mereka.

Syukurnya, mereka mengiyakan untuk aku pergi ke ibu kota mengambil hadiahku dengan catatan, aku harus selalu memberi kabar ketika tiga hari di sana. Bukan sesuatu yang sulit juga untukku ketika hanya memberi kabar pada mereka. Jadi, aku sangat siap untuk berangkat ke ibu kota dengan aman karena sudah mendapat izin dari orang tua dan juga dengan alasan yang resmi.

Selama perjalanan, tujuanku masih tetap bahwa aku pergi ke sana adalah untuk mencari kesempatan bertemu dengan seseorang yang selama ini sudah menyemangatiku. Sampai aku lupa membaca kegiatanku selama di sana yang akan didampingi oleh pihak panitia lomba ketika di sana.

“Mbak Sheyki, nanti setibanya di sana, mbak bisa istirahat dulu menunggu pengumuman kami lagi. Kalau membutuhkan sesuatu bisa menghubungi saya” kata pihak panitia.

“Siap, Mbak!” jawabku dengan semangat.

Aku yang sampai di hotel penginapan bersama pemenang lomba kedua dan ketiga merasa sangat bahagia. Aku tidak habis pikir mengapa perlombaan yang kuikuti secara gratis ini menyediakan penginapan yang mewah seperti ini.

Wah, aku terharu sekali dengan pihak agensi ‘Purple’ yang sudah menyeponsori lomba ini!” kata Mbak Ariska yang menjadi pemenang lomba ke dua.

Agensi Purple?” kataku tidak paham dengan siapa yang dia maksud.

“Iya Purple! Grup band yang sudah terkenal mendunia itu!” jawabnya dengan sangat antusias.

“Jangan bilang Mbak Sheyki tidak tahu siapa pihak sponsornya! Atau bahkan Mbak Sheyki tidak mengenal siapa itu Band Purple?” kata Mas Tedy yang menjadi pemenang lomba ketiga.

“Hehe!” kataku yang membenarkan keduanya.

Aku tahu grup band itu, tetapi aku tidak terlalu mengenalnya. Aku suka musik, tetapi aku tidak pernah mencari tahu siapa penanyinya. Selama ini aku hanya suka mencari tahu tentang sutradara hebat dari film yang aku tonton.

“Kabarnya, produser dari agensi itu akan datang nanti pada saat makan malam dengan kita!” kata Mbak Ariska dengan semangat.

“Iya, kalau tidak sibuk mereka akan menyempatkan datang, atau kalau tidak mereka akan datang bersama salah satu idolnya!” kata Mas Tedy.

“Benarkah? Bukankah biasanya pihak sponsor hanya akan mendatangi pihak panitia?” tanyaku heran.

“Ah, Mbak Sheyki! Mbak ini pura-pura tidak tahu atau bagaimana?” kata Mbak Ariska sedikit kesal dengan yang lambat memahami.

“Mereka ingin menemui kita, terutama Mbak Sheyki pemenang pertama!” kata Mas Tedy menegaskan.

“Menemuiku? Bukankah kita ke sini hanya untuk menerima hadiah dan bersenang-senang?” tanyaku.

“Tentu saja! Itukan juga termasuk bersenang-senang!” kata Mbak Ariska.

“Sebenarnya apa yang Mbak Sheyki pikirkan ketika pergi ke sini sampai tidak tahu siapa pihak sponsor dan tidak tahu apa saja kegiatannya?” tanya Mas Tedy heran.

“Emm...tujuanku ke sini mencari jodohku!” jawabku sedikit bercanda.

“Amiin...! Semoga ketemu ya!” kata mereka berdua yang kemudian masuk ke dalam kamarnya masing-masing.

Pikirku di dalam kamar, kalaupun pada akhirnya aku susah menemui seseorang tersebut, semoga aku tidak pernah menyesal mengambil keputusanku untuk melangkah sejauh ini. Bagaimanapun, ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh kulewatkan sesuai kata Profesor Anh.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status